Pelaksanaan Pilkada 2024 sudah di depan mata. Menjelang Pilkada, penyebaran hoaks dan kampanye hitam cenderung kian marak. Hoaks yang bermunculan itu umumnya bukan hanya menyerang tokoh-tokoh politik yang akan berkontestasi dalam Pilkada 2024, melainkan juga menyerang kredibilitas partai politik, ketua partai, hingga para pendukung partai politik lawan. Berbagai hoaks yang disebar biasanya berupa kabar bohong seputar politik identitas, isu sara, maupun tuduhan-tuduhan lain yang memanipulasi isi dari konten kampanye hitam.
Hoaks tidak hanya berpotensi memengaruhi dan merusak akal sehat bagi para pembacanya, hoaks juga bisa berdampak pada mendelegitimasi proses penyelenggaraan Pilkada. Bahkan, penyebaran hoaks maupun kampanye hitam di media sosial yang tidak terkendali mampu mengganggu ketenteraman hingga melahirkan disintegrasi atau konflik terbuka di tengah masyarakat.
Penyebaran hoaks dan kampanye hitam jelas kontraproduktif bagi perkembangan demokrasi di Tanah Air. Tindakan menjatuhkan lawan politik melalui berbagai propaganda negatif, selain tidak sehat sering kali menyebabkan rusaknya kredibilitas tokoh dan lembaga politik. Kampanye hitam dan hoaks yang disampaikan berulang dan diresirkulasi secara terus menerus dapat membuat masyarakat tidak bisa membedakan informasi yang benar atau yang salah, sehingga masyarakat akan sulit mendapatkan keakuratan dari suatu informasi.
Maraknya hoaks dan kampanye hitam yang disebarkan melalui berbagai platform media sosial secara intensif akan memakan korban. Tidak sedikit masyarakat yang goyah dan terseret dalam konflik ideologis yang tidak jelas, serta dapat berdampak pada pemikiran masyarakat yang tidak kritis. Kehadiran internet dan media sosial menjadi habitus yang memungkinkan akselerasi kemunculan hoaks menjadi lebih sering dan luas. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemunculan hoaks dan kampanye hitam pun menjadi risiko Pilkada yang tidak terhindarkan.
Ketua Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPD) RI, Achmad Satryo mengatakan bahwa berita hoaks yang tersebar di sejumlah platform media sosial meningkat tajam menjelang Pilkada 2024. Berkaca dari hal itu, Achmad mengatakan harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak agar Pilkada serentak 2024 tidak terjadi lagi. Pihaknya juga berharap agar para wartawan dapat menyajikan berita faktual sehingga mampu meredam berita hoaks yang dapat merugikan masyarakat hingga para calon Kepala Daerah itu sendiri. Selain itu, Achmad Satryo juga mengingatkan wartawan untuk tetap bersikap profesional dan independen. Dalam momentum Pilkada ini tentunya awak media harus bersikap netral sebab wartawan harus tunduk pada kebenaran dan kepentingan publik.
Sementara itu, Bawaslu Sulawesi Tenggara (Sultra) mengajak media massa untuk mengawasi pelaksanaan Pilkada 2024. Ketua Bawaslu Sultra, Iwan Rompo Banne mengatakan pentingnya kontribusi serta peran media massa dalam memberikan edukasi kepada seluruh elemen masyarakat terkait pelaksanaan Pilkada sehingga masyarakat juga dapat dilibatkan dalam pengawasan serta pengawalan Pilkada yang berdampak pada terhindarnya dari berita hoaks.
Kemudian, menjelang Pilkada serentang yang akan dilaksanakan pada 27 November mendatang, Diskominfo SP Tuban mengamati adanya potensi peningkatan jumlah berita palsu atau hoaks di media sosial, mengingat pengalaman pada Pemilu di bulan Februari lalu di mana hoaks mengganggu jalannya proses demokrasi dan menciptakan ketidakpercayaan di masyarakat.
Kepala Bidang Komunikasi dan Informasi Publik Diskominfo SP Tuban, Rita Zahara Afrianti mengatakan bahwa melalui Klinik Hoaks, pihaknya terus berupaya meluruskan setiap informasi palsu atau hoaks yang beredar di masyarakat dengan tujuan untuk memberikan klarifikasi dan edukasi, sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar dan dapat dipercaya. Pihaknya juga berharap, upaya yang dilakukan melalui Klinik Hoaks dapat menjaga pelaksanaan Pilkada 2024 tetap damai, berkualitas, dan sehat guna meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Selain itu, Rita Zahara Afrianti mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk bijak dalam memilih dan bersuara, terutama di platform media sosial. Dalam era digital yang penuh dengan arus informasi, masyarakat diharapkan untuk bisa lebih berhati-hati sebelum menerima maupun menyebarkan informasi. Pihaknya menekankan agar sebelum menyebar informasi, dipastikan masyarakat harus membaca dan memverifikasi kebenarannya dengan menyaring dan melakukan pengecekan ulang terhadap informasi tersebut.
Lebih lanjut, pihaknya berharap dengan adanya kolaborasi dan partisipasi aktif dari semua pihak untuk mencegah beredarnya hoaks maupun kampanye hitam di media sosial, maka pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 pada November mendatang dapat berjalan dengan lancar, aman, dan damai, serta terwujudnya demokrasi yang lebih baik di Indonesia.
Bagi generasi milenial dan gen Z yang lebih banyak menggunakan gadget dibandingkan dengan generasi lainnya, apabila tidak diimbangi dengan kesiapan literasi media kritis untuk menyikapi berita-berita objektif maka dapat dengan mudah terjerumus dalam provokasi maupun hoaks yang merugikan jalannya Pilkada. Untuk mencegah dan mewaspadai agar tidak termakan hoaks, salah satu kunci penting ialah dukungan literasi yang kritis. Dengan begitu, dibutuhkan kepekaan dalam mengkritisi dan mengevaluasi informasi-informasi yang didapat. Masyarakat juga bisa berperan mewujudkan Pilkada yang sehat dengan memantau informasi terkait Pilkada dari situs resmi KPU untuk meminimalisir adanya berita hoaks yang beredar.
*) Penulis merupakan Pengamat Politik, Nusa Bangsa Institut.