Oleh: Rizky Pratama
Masyarakat diimbau untuk mewaspadai penyebaran berita bohong atau hoax dan narasi yang penuh akan provokasi serta propaganda dari pihak tidak bertanggung jawab terkait Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di ruang digital dan dunia maya.
Pasalnya, pada jaman seperti sekarang ini, yang mana perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi digital sangat signifikan, bahkan masyarakat sudah menganggap bahwa media sosial adalah kebutuhan sehari-harinya yang tidak bisa terlepas dari berbagai sektor kehidupannya dalam keseharian, tentu akan terjadi banyak sekali penyebaran informasi, baik itu yang faktual ataupun berita hoax dan narasi provokasi.
Jika misalnya yang tersebar hanyalah informasi yang akurat, faktual beserta dengan data yang konkret terjadi di lapangan, maka tidak menjadi masalah. Namun, justru masalahnya adalah dengan perkembangan media sosial sekarang, kebenaran dan kebohongan seolah menyatu dan sulit untuk terdeteksi, termasuk penyebaran berita hoax dan natasi provikasi soal Pilkada 2024.
Pada era revolusi industri 4.0, yang mana menjadikan mesin sudah sangat terintegrasi antar satu sama lain atau terhubung dengan internet, maka di masa inilah memasuki sebuah situasi yang penuh akan ancaman disrupsi.
Saat ini menjadi era di mana perkembangan masa lalu telah terhapuskan oleh adanya kemajuan teknologi yang baru. Misalnya, yakni adanya Artificial Intelligence (AI) dan robot yang mulai bisa menggantikan peranan manusia.
Menurut Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Taufiq R Abdullah bahwa hari ini semua orang telah melek akan penggunaan teknologi dengan berbagai strata.
Sehingga terjadi kebanjiran informasi, yang mengakibaykan hampir semua apa yang manusia butuhkan, khususnya berkaitan dengan informasi berada di internet dan mampu secara sangat mudah atau bebas terakses oleh siapa saja tanpa terkecuali.
Hal tersebut jelas menjadi sebuah tantangan pada penerapan asas demokrasi di era digital. Karena, bukan tidak mungkin seseorang ketika mendapatkan sebuah informasi yang berlebihan, maka akan cenderung memproses data yang mereka dapatkan melalui jalan pintas.
Hari ini seluruh dunia, termasuk masyarakat di Indonesia memasuki era post truth, yakni sebuah keadaan yang menjadikan kebenaran bisa dianggap benar meski tidak perlu berlandaskan dengan fakta yang nyata.
Kebenaran tersebut mempengaruhi jaringan emosional seseorang yang memiliki pendapat sama, sehingga pada era teknologi informasi yang berkembang sedemikian rupa seperti sekarang, bisa jadi masyarakat akan cenderung mengabaikan kebenaran yang bersifat faktual, karena di jaman sekarang, hal yang paling penting adalah bagaimana menginformasikan sesuatu tersebut.
Persoalan mengenaiapakah informasi tersebut benar atau tidak, sudah bukan menjadi sesuatu yang penting di era ini. Selama sebuah informasi tersebut secara terus menerus tersebar luaskan di berbagai macam platform termasuk media sosial, maka akan bisa menjadi sebuah kebenaran.
Saat ini banyak sekali beredar berbagai konten bohong, hoax dan juga konten yang bernada kejahatan termasuk narasi provokasi atau propaganda dari kelompok tidak bertanggung jawab yang tersedia di media sosial sehingga banyak orang menganggapnya sebagai sebuah kebenaran.
Dari sana, kemudian muncul banyaknya sikap yang saling bertentengan di masyarakat, karena antara pihak yang baik dan tidak baik menjadi sangat rancu. Kondisi tersebut akan semakin parah apabila masyarakat ternyata tidak memiliki kemampuan literasi digital yang baik, sehingga tidak bisa mendeteksi atau mengklarifikasi mana informasi yang benar dan mana yang salah.
Sementara itu, Praktisi Literasi Digital, R. Wijaya Kusumawardhana menyoroti akan adanya sejumlah potensi kerawanan dalam Pilkada, mulai adanya fanatisme yang terlalu berlebihan dan pragmatisme politik di media sosial.
Bukan hanya itu, namun media sosial juga bisa menjadi tempat bersarangnya berbagai narasi provokasi seperti politisasi isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) sehingga masyarakat mudah teradu domba hanya karena masalah perbedaan tersebut.
Berita palsu atau hoax dan ujaran kebencian juga terus menjadi ancaman yang sangat nyata dalam menghadapi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah mendatang di media sosial. Untuk dapar mencegahnya, salah satu yang bisa masyarakat lakukan adalah terus memperkuat nilai-nilai Pancasila dalam dirinya.
Dengan nilai Pancasila yang kuat, maka bukan tidak mungkin pelaksanaan Pilkada akan berjalan dengan guyub dan damai, kemudian harus ada pula literasi digital yang baik sehingga masyarakat mudah untuk membedakan mana berita hoax dan mana narasi provokatif di media sosial.
Pesan perdamaian harus terus tersebarkan dari lingkungan terkecil, seperti antar teman, keluarga ataupun masyarakat lainnya untuk terus menjaga persatuan pasca perhelatan Pemilu Februari 2024 lalu dan dalam rangka momentum persiapan menjelang Pilkada November 2024 mendatang.
Terus mewaspadai adanya kemungkinan penyebaran berita bohong atau hoax serta isu dan narasi yang bernada provokatif serta propaganda dari pihak tidak bertanggung jawab mengenai apapun, utamanya soal Pilkada di ruang digital atau dunia maya serta media sosial yang sangat rawan akan penyebaran isu negatif tersebut.
*) Pengamat Politik Lembaga Gala Indomedia