Oleh : Ahmad Rahmawan )*
Indonesia siap menjadi tuan rumah World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali pada tanggal 18-25 Mei 2024 mendatang. Penyelenggaraan World Water Forum ke-10 di Indonesia merupakan suatu kehormatan mengingat forum ini adalah forum internasional yang dihadiri oleh berbagai negara untuk mengatasi permasalahan-permasalahan air secara global. Dalam forum ini berbagai negara akan hadir bersinegi mendiskusikan strategi untuk mengatasi krisis air dunia, karena pada saat ini permasalahan air merupakan hal yang sangat serius untuk dibahas demi kerberlanjutan kehidupan kedepannya.
Isu krisis air merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh masyarakat global saat ini, dan memang memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk menemukan solusi yang efektif. Beberapa alasan mengapa krisis air menjadi isu yang sangat penting dan mendesak untuk dibahas secara global seperti, sumber daya air yang terbatas dan terus berkurang karena pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan perubahan iklim. Hal ini meningkatkan tekanan terhadap ketersediaan air bersih untuk konsumsi manusia, pertanian, dan industri. Kemudian adanya perubahan iklim menyebabkan pola curah hujan yang tidak stabil, meningkatkan risiko banjir dan kekeringan, serta mempengaruhi siklus air alami. Sehingga hal tersebut dapat mengancam ketahanan pangan, kehidupan masyarakat, dan ekosistem air.
Selain itu, jutaan orang di seluruh dunia masih belum memiliki akses yang memadai terhadap air bersih dan sanitasi dasar, menyebabkan masalah kesehatan, kemiskinan, dan ketidaksetaraan. Kemudian persaingan untuk mendapatkan akses dan kontrol atas sumber daya air juga dapat memicu konflik antara negara, wilayah, atau komunitas, yang berpotensi memperburuk stabilitas regional dan perdamaian dunia. Selanjutnya pencemaran air, kerusakan ekosistem air, dan pembangunan yang tidak berkelanjutan dapat mengancam keberlanjutan sumber daya air dan kehidupan akuatik.
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Daya Air, Firdaus Ali mengatakan pemerintah akan mengusung hydro-diplomacy dalam World Water Forum mendatang. Melalui hydro-diplomacy, Indonesia berusaha untuk memfasilitasi dialog antarnegara atau antarpemerintah melalui upaya berbagi ilmu pengetahuan, teknologi, dan pengalaman terkait manajemen sumber daya air, serta mendorong kerja sama dalam upaya penyelesaian konflik terkait air di berbagai wilayah. Selain itu, Indonesia juga mendorong investasi dan teknologi baru dalam pengelolaan air yang efisien dan berkelanjutan, serta memperkuat kerja sama regional dan global dalam penyelesaian konflik terkait air dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan terkait air.
World Water Forum ke-10 di Bali menjadi wadah dalam menemukan solusi guna mencapai ketahanan air, mencermati tantangan perubahan iklim dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Forum ini sangat penting dan merupakan strategi berbagi pengetahuan, pemahaman seluruh ilmuwan dan praktisi menemukan solusi atas permasalahan air. World Water Forum akan fokus membahas empat hal, yakni konservasi air (water conservation), air bersih dan sanitasi (clean water and sanitation), ketahanan pangan dan energi (food and energy security), serta mitigasi bencana alam (mitigation of natural disasters).
Air merupakan salah satu kesejahteraan bersama di tengah tantangan perubahan iklim dan kebutuhan masyarakat. Apabila terjadi permasalahan mengenai air, akan menciptakan ketidakadilan di antara negara yang melimpah pasokan air dengan negara yang minim memiliki pasokan air, sehingga dibutuhkan keputusan politik dari pemimpin dunia untuk mendukung upaya bersama mewujudkan kesejahteraan dalam pemenuhan air.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan sekaligus Wakil Ketua I Sekretariat Nasional Penyelenggara 10th World Water Forum, Endra S. Atmawidjaja mengatakan para pemimpin dunia dapat mengulik banyak hal menarik dari Indonesia, khususnya terkait dengan cara menyelesaikan masalah tata kelola air. Keberhasilan Indonesia mendorong tata kelola air melalui pendekatan budaya lokal dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat global. Praktik baik yang melibatkan seluruh stakeholder ini membuktikan bahwa Indonesia mampu memimpin dunia dalam menghadapi krisis air.
Kemudian sebagai upaya menjaga kelestarian sumber daya air dan ketahanan pangan, sejak 2014, pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah menginisiasi pembangunan 61 bendungan hingga 2024. Dari jumlah tersebut, saat ini 36 bendungan sudah selesai dan 25 bendungan sisanya sedang dalam tahap konstruksi.
Diharapkan dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya krisis air ini, dunia telah melihat upaya yang lebih besar dalam mencari solusi bersama. Inisiatif seperti Forum Air Dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan berbagai organisasi internasional telah memainkan peran penting dalam memfasilitasi kolaborasi antara negara-negara dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengatasi krisis air secara global.
Selain itu, solusi untuk krisis air memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, meliputi manajemen air yang lebih baik, konservasi, investasi dalam infrastruktur, adaptasi perubahan iklim, dan pembangunan kapasitas masyarakat. Kemudian dengan kerja sama global yang kokoh, harapan untuk mengatasi krisis air dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi semua orang menjadi sangatmungkin.
)* Penulis merupakan pemerhati lingkungan