Oleh Marcellina Febrianti )*
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja adalah tonggak penting dalam kemajuan ekonomi negara, UU ini esensial untuk mengakomodasi kepentingan buruh dengan cara yang lebih komprehensif. Pengenalan Undang-Undang Cipta Kerja telah menjadi fokus diskusi yang ramai hingga kini, terutama mengenai dampaknya terhadap kepentingan buruh. Beberapa argumen menunjukkan bahwa undang-undang ini memiliki elemen yang mendukung kepentingan buruh dengan sejumlah cara.
Undang-Undang Cipta Kerja mencakup upaya untuk memperbaiki iklim investasi dan bisnis di Indonesia. Dengan menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kondusif, undang-undang ini membuka peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya menciptakan lebih banyak peluang kerja bagi buruh. Lebih banyak lapangan kerja yang tersedia akan memberi kekuatan tawar yang lebih besar kepada buruh dalam negosiasi upah dan kondisi kerja.
Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta, berharap dengan adanya UU Cipta Kerja pemerintah dapat membangun suatu ekosistem usaha yang bisa menciptakan lapangan kerja, di mana para pekerja tersebut dapat mendorong perekonomian.
Selain itu, Undang-Undang Cipta Kerja dapat mengenalkan berbagai insentif dan perlindungan bagi pekerja, seperti program jaminan sosial yang diperluas dan upaya untuk mengurangi kesenjangan upah antara pekerja tetap dan kontrak. Perlindungan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan memberikan kepastian pekerjaan. Selain itu, pengaturan yang lebih jelas tentang hubungan industrial dapat membantu mengurangi perselisihan antara pekerja dan pengusaha.
Undang-Undang Cipta Kerja juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pasar tenaga kerja dengan mempermudah proses pemutusan hubungan kerja. Aturan ini pun jika diimplementasikan dengan baik dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk negosiasi antara buruh dan pengusaha. Dengan aturan yang jelas dan adil, kedua belah pihak dapat duduk bersama untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak, memperkuat hubungan industrial yang sehat dan berkelanjutan.
Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Tadjudin Effendi menyebut Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) menciptakan fleksibilitas pasar tenaga kerja melalui beberapa pasal dalam UU tersebut. Prof. Tadjudin menyebut beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja yang dapat mendukung fleksibilitas pasar kerja antara lain, pasal 57-58 Bab II, kemudian pasal 151-160, dan pasal 59-66. Pasal 59-66 misalnya, mengatur ketentuan mengenai jam kerja yang fleksibel.
Prof Tadjudin menjelaskan bahwa UU Cipta kerja memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan jam kerja dengan kebutuhan produksi dan permintaan pasar. Hal ini tentu dapat meningkatkan produktivitas dan efesiensi perusahaan.
Demikian halnya dengan penggunaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pasal 57-58 dan kemudahan pemutusan hubungan kerja dalam pasal 151-160. Prof Tadjudin menyebut pasal tersebut mengakomodasi kebutuhan perusahaan dalam menghadapi fluktuasi permintaan pasar dan memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk menyesuaikan tenaga kerjanya dengan kebutuhan pasar.
Inovasi dan peningkatan produktivitas akan terwujud dengan pemberian insentif kepada perusahaan untuk mengadopsi teknologi baru dan meningkatkan efisiensi produksi. Undang-Undang Cipta Kerja dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih dinamis dan inovatif, sehingga pada akhirnya akan memberikan manfaat jangka panjang bagi buruh, karena meningkatnya produktivitas dapat membuka peluang untuk kenaikan gaji dan kesejahteraan yang lebih besar.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Kantor Staf Presiden (KSP), Edy Priyono mengatakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 ditujukan untuk kebutuhan investasi dan secara logis mendukung investasi, tapi tidak melupakan perlindungan pekerja/buruh. Dari 10 klaster UU Cipta Kerja salah satunya ketenagakerjaan.
Edy menyebut UU 6/2023 membenahi aturan UU No.13 Tahun 2003. Sedikitnya ada enam ketentuan ketenagakerjaan yang diperbaiki UU 6/2023. Pertama, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), di mana UU 6/2023 memandatkan uang kompensasi bagi pekerja yang habis masa PKWT. Sebelumnya, tidak ada uang kompensasi bagi pekerja PKWT yang habis masa kontraknya. Hal ini merupakan ketentuan baru yang berpihak pada pekerja atau buruh yang sebelumnya tidak pernah diatur.
Dengan demikian, melalui pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas, Undang-Undang Cipta Kerja berperan dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup bagi buruh dan keluarga, serta mengurangi ketidaksetaraan ekonomi dan memberikan akses yang lebih besar terhadap kesempatan dan pelayanan publik bagi seluruh masyarakat.
Undang-Undang Cipta Kerja memang dibuat untuk mengakomodasi kepentingan buruh melalui berbagai langkah, implementasi yang berkelanjutan. Namun masih perlu adanya dialog terbuka antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk memastikan bahwa kepentingan semua pihak diakomodasi dengan adil dalam pembentukan kebijakan tenaga kerja di masa depan. Untuk itu, pemerintah terus berkomunikasi secara terbuka dengan serikat pekerja dan melakukan sosialisasi di berbagai daerah dalam memastikan proses implementasi UU Cipta Kerja berjalan sesuai dengan tujuan pembuatannya, yaitu untuk melindungi buruh atau pekerja. Sehingga, implementasi Undang-undang Cipta Kerja dapat menghasilkan manfaat yang seimbang bagi semua pihak, terutama buruh.
)* penulis merupakan mahasiswi asal Jakarta