Oleh: Marthens Kossay *)
Pengubahan penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menjadi OPM oleh Pemerintah dapat dilihat sebagai keseriusan negara dalam upaya memberantas kelompok separatisme ini. Aparat keamanan khususnya TNI tidak bisa lagi memberikan toleransi atas apa yang telah dilakukan oleh OPM, karena sasaran yang mereka tujukan bukan hanya kepada anggota personel gabungan TNI dan Polri, melainkan juga warga sipil yang ikut menjadi korban. Keputusan TNI menggunakan istilah OPM karena kelompok ini memiliki organisasi yang jelas serta ideologi yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Bahkan, di beberapa tempat, OPM juga tidak segan-segan melakukan aksi pemerkosaan terhadap beberapa guru dan tenaga pendidik lainnya hingga para tenaga kesehatan yang berada di pedalaman Papua. Tindakan para anggota OPM ini tentunya semakin keji, gelap mata, dan tidak menyadari bahwa yang mereka serang adalah saudara serumpun sendiri. Oleh karena itu, TNI menegaskan bahwa Pemerintah dan negara tidak akan kalah dengan OPM.
Aparat keamanan mencatat gangguan keamanan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau OPM sudah terjadi sebanyak ratusan kali dan menimbulkan banyak korban jiwa. Pihak kepolisian maupun TNI pun melakukan serangkaian upaya guna menangani gangguan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa aparat keamanan terus berupaya dalam menjalankan tugas memberantas dan menindak tegas para anggota OPM.
Sebelumnya, Satgas Damai Cartenz telah berhasil melumpuhkan dua anggota aktif OPM di Kab. Yahukimo, yaitu Afrika Heluka dan Toni Wetapo alias Toni Giban. Tidak hanya itu, Satgas Damai Cartenz juga berhasil menangkap enam anggota OPM lainnya di lokasi. Eskalasi penindakan yang dilakukan TNI dan Polri pun kian tinggi Ketika salah seorang personel TNI, yakni Danramil 1703-04 Aradide, Letda Inf. Oktovianus Sogalrey gugur akibat dibunuh oleh anggota OPM.
Analis Intelijen, Pertahanan, dan Keamanan, Ngasiman Djoyonegoro mengatakan bahwa sinergi TNI dan Polri sudah bersifat tuntutan wajib dilembagakan di papua karena OPM menyatakan perang terbuka. Penguatan koordinasi ini bisa dilakukan dengan memperkuat tupoksi setiap lembaga dalam mengatasi OPM. Menurutnya, setiap lembaga harus memiliki tupoksi yang berkesinambungan sehingga penanganan dari hulu ke hilir bisa dilakukan dengan maksimal.
Lebih lanjut, Ngasiman Djoyonegoro mengatakan bahwa pengelompokan tupoksi tersebut dapat dicontohkan dengan memberikan tugas pengamanan masyarakat dan evakuasi oleh jajaran Polri, sedangkan pengamanan territorial hingga pemburuan OPM bisa dilakukan oleh jajaran TNI melalui pasukan darat. Selain itu, pihak intelijen, sebagai salah satu motor penyalur informasi yang akurat harus dimanfaatkan negara dengan baik. Aparat keamanan khususnya TNI dapat memanfaatkan data intelijen untuk mengatur strategi pengejaran hingga penyergapan OPM.
Segala bentuk Tindakan TNI dan Polri harus berdasarkan instruksi Presiden selaku Panglima tertinggi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah Keputusan politik yang kuat untuk dijadikan dasar bagi para penegak hukum dalam menumpas OPM. Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan bahwa pihak eksekutif dan legislatif harus sepakat dan satu suara akan satu hal yakni keseriusan dalam berangus OPM.
Khairul Fahmi menambahkan bahwa kesamaan pendapat antara Pemerintah dan legislatif ini nantinya dapat berbuah sebuah keputusan politik di DPR yang menjadi dasar untuk melakukan penindakan tegas. Dengan landasan politik tersebut, maka TNI dan Polri bisa leluasa melakukan tugasnya tanpa harus dibayang-bayangi dengan tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Sinergi antara eksekutif dan legislatif inilah diharapkan bisa tercipta untuk menguatkan dukungan kepada aparat keamanan di lapangan.
Senada dengan hal tersebut, Ketia MPR RI, Bambang Soesatyo mengatakan bahwa pihaknya mendukung penuh upaya TNI dan Polri dalam menindak tegas OPM. Keamanan dan keselamatan masyarakat Papua harus menjadi prioritas negara. Apa pun upaya kelompok yang mengancam kedaulatan NKRI dan keselamatan masyarakat harus segera dilawan. Bambang Soesatyo menambahkan bahwa Tindakan tegas sangat perlu dilakukan oleh aparat keamanan di Papua demi menunjukkan bahwa negara tidak akan kalah dengan kelompok separatis yang skalanya lebih kecil dari TNI dan Polri.
Oleh sebab itu, kekejaman Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau OPM di Papua merupakan tantangan serius yang harus diatasi dengan sangat tegas. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah yang telah menunjukkan komitmennya untuk melindungi keamanan dan kepentingan masyarakat Papua. Diharapkan, dalam mengatasi konflik OPM tersebut, seluruh elemen masyarakat dapat ikut berkontribusi dalam memberangus OPM demi tercapainya perdamaian dan kesejahteraan bagi seluruh pihak.
Seperti yang diketahui, dari tahun ke tahun teror yang dilakukan OPM semakin brutal dan menjadi sumber konflik yang harus diberantas. Keberadaan mereka sudah membuat masyarakat menjadi resah dan terus menjalani hidup dengan penuh ketakutan. Kekerasan maupun pembantaian yang dilakukan oleh OPM wajib untuk diperangi. Para aparat keamanan gabungan tidak boleh berhenti melakukan pengejaran dan pemberantasan terhadap para anggota kelompok separatis tersebut.
Dengan demikian, sangat perlu dilakukan kolaborasi antara Pemerintah dengan aparat keamanan untuk menumpas KST Papua dengan meningkatkan kewaspadaan dan memperketat pengamanan di wilayah Papua guna memperkuat kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap keseriusan dan ketegasan sikap Pemerintah terhadap keberadaan OPM.
*) Mahasiswa Papua tinggal di Bali