Oleh : Debora Yelemaken )*
Pemuda adat Papua mengecam keras Kelompok Separatis dan Teroris (KST) di Bumi Cenderawasih karena tega menembak aparat keamanan, yakni dua anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang sedang bertugas di Paniai. Atas aksi kejam dan biadab dari gerombolan separatis itu, dua orang anggota Polri harus meregang nyawa, yakni Brigadir Polisi Dua (Bripda) Arnaldobert Yawan dan Bripda Sandi Defrit Sayuri.
Saat itu, keduanya tengah melakukan pengamanan helipad 99 yang berada di dekat Pos Polisi Ndeotadi 99 di Distrik Baya Biru, Kabupaten Paniai pada hari Rabu tanggal 20 Maret 2024 lalu. Kejamnya, bukan hanya sekedar menembak gugur aparat keamanan saja, namun KST Papua pimpinan Aibon Kogoya tersebut juga sempat merampas dua pucuk senjata api (senpi) berjenis AK-47 milik kedua korban.
Menanggapi kebiadaban tindakan gerombolan teroris di Bumi Cenderawasih itu, Ketua Umum (Ketum) Pemuda Adat Papua, Yan Christian Arebo menyebut bahwa tindakan itu sudah berada di luar batas kemanusiaan. Tentunya bukan tanpa alasan anggapan tersebut disampaikannya, pasalnya, kedua korban yang merupakan aparat keamanan dari satuan Polri ternyata juga merupakan orang asli Papua (OAP). Terlebih, keduanya ditembak gugur dalam posisi saat sedang bertugas dan sama sekali tidak dalam upaya penegakan hukum atau saat sedang ada baku tembak ataupun upaya serangan lain dari aparat keamanan pada KST.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Paniai, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Abdus Syukur Felani menyebutkan bahwa aksi gerombolan yang berlawanan dengan ideologi negara itu dilancarkan pada saat personel kepolisian sedang melakukan pengamanan helipad 99.
Secara tiba-tiba, dari arah bagian Timur terdengar beberapa kali tembakan sehingga menyebabkan kedua anggota aparat keamanan tersebut gugur tertembak, serta menjadi korban pencurian senjata api.
Kecam Keras Tindakan KST Papua yang Terlewat Batas Kemanusiaan
Ketua Umum Pemuda Adat Papua, Yan Christian Arebo kemudian mengecam dengan keras bagaimana tindakan yang telah dilakukan oleh KST Papua tersebut di wilayah Paniai, yang mana dia menilai bahwa kekejaman gerombolan separatis itu sudah sangat di luar batas kemanusiaan.
Tidak hanya mengecam tindakan KST Papua pimpinan Aibon Kogoya yang menembak gugur dua orang anggota aparat keamanan dari satuan Polri saja, namun kecaman sangat keras pantas didapatkan pada gerombolan teroris yang juga menyerang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) beberapa waktu lalu.
Diketahui bahwa kelompok separatis dan teroris itu juga telah menyerang aparat keamanan dari prajurit TNI hingga menyebabkan Sersan Satu Marinir Ismunandar gugur syahid di Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah pada hari Minggu tanggal 17 Maret 2024.
Kala itu, Sertu (Mar) Ismunandar ditembak oleh KST Papua pada saat dirinya melakukan perjalanan ke daerah Kulirik dengan rekannya, yakni Serka Salim Lestaluhu yang juga mengalami luka serius meski dirinya selamat.
Kecaman sangat keras bukan hanya datang dari tokoh Pemuda Adat Papua saja, melainkan tokoh adat Papua lainnya, yakni Herman Albert Yoku juga mengecam bagaimana tindakan kelompok separatis dan teroris itu di sejumlah wilayah Bumi Cenderawasih yang menyebabkan gugurnya aparat keamanan belakangan ini.
Menurut Albert Yoku bahwa rentetan aksi kejam dan biadab yang dilancarkan oleh KST Papua merupakan jenis pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada level yang berat. Selama ini gerombolan separatis itu telah banyak sekali melakukan pelanggaran HAM dengan membunuh banyak pihak, mulai dari aparat keamanan hingga masyarakat sipil orang asli Papua sendiri.
Dalil Perjuangan Kemerdekaan Papua dari KST hanya Omong Kosong
Selama melancarkan aksinya, KST Papua kerap kali berdalil bahwa mereka sedang memperjuangkan Kemerdekaan Papua, padahal nyatanya justru seluruh alasan tersebut hanyalah merupakan omong kosong semata. Pasalnya, tidak semua orang di Bumi Cenderawasih memiliki pandangan yang sama dengan gerombolan separatis itu yakni ingin untuk merdeka. Justru tidak sedikit kalangan masyarakat sipil OAP sangat bersyukur karena Papua secara resmi dan final menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sehingga dalil yang biasa digunakan oleh KST Papua itu merupakan bualan saja dan sama sekali tidak mewakili bagaimana kepentingan masyarakat Bumi Cenderawasih, namun hanya sekedar menjadi kepanjangan tangan dari kepentingan mereka pribadi dan sebagian kelompok kecil di sana saja, yang mana merupakan kumpulan orang yang sering memakai simbol Papua Merdeka untuk melawan Pemerintah RI.
Alih-alih ingin merdeka, justru semua masyarakat di provinsi paling Timur di Tanah Air itu sangat ingin untuk bisa hidup dengan damai menjadi bagian integral yang sama sekali tidak bisa dipisahkan dari NKRI. Untuk itu, hendaknya seluruh gerakan KST Papua agar dapat ditumpas habis. Seluruh pihak termasuk para tokoh adat Papua mendukung penuh upaya aparat keamanan untuk melakukan pengejaran dan penindakan hukum dengan tegas pada mereka serta mengecam keras bagaimana tindakan gerombolan separatis itu yang telah menembak gugur aparat.
)* Mahasiswa Papua tinggal di Manado