Oleh : Aulia Rachma )*
Pemilu merupakan fondasi demokrasi yang penting bagi suatu negara. Namun, tidak jarang proses pemilu diwarnai oleh ketegangan dan ketidakpuasan dari berbagai pihak. Provokasi menjadi ancaman serius yang dapat memperkeruh suasana dan merusak integritas proses demokratis. Provokasi dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari penyebaran berita palsu (hoaks) hingga tindakan kekerasan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan tidak terjebak dalam perangkap provokasi yang dapat memicu konflik lebih lanjut.
Hiruk pikuk Pesta Demokrasi mulai dirasakan bersama, dan tentu ini adalah dinamika yang perlu menjadi perhatian dan kewaspadaan bersama, ketidakpuasan terhadap hasil atau proses pemilu juga seringkali menjadi pemicu konflik. Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya mekanisme yang jelas dan terpercaya untuk menyelesaikan sengketa pemilu. Jalur hukum menjadi salah satu opsi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Pemerintah telah menyediakan tempat untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran pemilu. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto mengatakan apabila ada pihak yang tidak puas dengan hasil pemilu 2024 dapat dilaporkan dengan membawa bukti-bukti ke bawaslu dan MK yang disediakan untuk menangani sengketa pemilu. Pihaknya sepakat menjaga kondisi yang aman dan tenteram sampai selesainnya proses demokrasi dimana sudah terpilihnya presiden dan wakil presiden hingga proses pelantikan.
Pengadilan atau lembaga yang berwenang akan memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh pihak yang bersengketa untuk menentukan kebenaran dari klaim yang diajukan. Setelah mempertimbangkan bukti-bukti yang ada, pengadilan atau lembaga yang berwenang akan mengambil keputusan yang adil dan berdasarkan hukum. Putusan yang telah diambil harus dilaksanakan dengan baik oleh pihak yang terlibat. Ini bisa berupa perubahan hasil pemilihan, pengadilan ulang, atau sanksi terhadap pelanggar.
Pasca pemilu, masyarakat seringkali terbagi berdasarkan pilihan politik mereka. Ini menciptakan kesempatan bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil untuk menyebarkan provokasi yang bisa memperburuk ketegangan politik dan sosial. Provokasi dapat berupa informasi palsu, serangan retorika, atau tindakan kekerasan.
Jalur hukum memiliki peran penting dalam menyelesaikan sengketa terkait pemilihan umum. Melalui pengadilan dan lembaga hukum lainnya, sengketa dapat diselesaikan secara adil dan transparan. Ini memberikan mekanisme yang terstruktur untuk menanggapi pelanggaran hukum dan memastikan bahwa hak-hak demokratis warga negara dihormati.
Masyarakat hendaknya tidak terprovokasi oleh pihak-pihak kepentingan yang ingin mengganggu jalannya pemilu, proses hukum ini dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat. Kedua, melalui jalur hukum, penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara terbuka dan transparan, sehingga masyarakat dapat melihat bahwa proses tersebut dilakukan secara adil.
Mengandalkan jalur hukum, penting juga bagi semua pihak untuk menjaga dialog dan komunikasi yang konstruktif. Negosiasi dan mediasi dapat menjadi alternatif yang lebih cepat dan efektif dalam menyelesaikan sengketa, tanpa harus melalui proses hukum yang panjang.
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan dengan mengajukan hak angket di DPR untuk menagih pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan agar perselisihan bisa segera berakhir dan tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan, jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.
Pasal 24C UUD NRI 1945 menyatakan, salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil Pemilihan Umum, dalam hal ini Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.
Jalur hukum menawarkan mekanisme yang terstruktur dan adil untuk menanggapi ketidakpuasan dalam proses pemilu. Pengadilan dapat memainkan peran penting dalam memutuskan sengketa terkait hasil pemilihan, menegakkan aturan hukum terkait pelanggaran pemilu, dan memastikan bahwa hak-hak demokratis warga negara dihormati.
Meskipun ada tantangan dalam menyelesaikan sengketa terkait pemilihan umum melalui jalur hukum, namun penting untuk diingat bahwa hukum memiliki peran kunci dalam memastikan integritas dan keadilan dalam proses demokratis. Dengan memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil dan transparan, kita dapat memperkuat fondasi dari sistem demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, peningkatan aksesibilitas dan efisiensi sistem hukum menjadi sangat penting dalam konteks penyelesaian sengketa pemilihan umum.
Provokasi pasca pemilu adalah ancaman serius terhadap stabilitas politik dan sosial suatu negara. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, memperkuat penegakan hukum, mendorong dialog, dan menggalang dukungan internasional, kita dapat mengurangi dampak provokasi dan menjaga perdamaian pasca pemilu.
Ketidakpuasan terhadap proses pemilu merupakan hal yang wajar dalam sebuah demokrasi. Namun, penting untuk diingat bahwa penyelesaiannya harus dilakukan melalui jalur hukum yang telah disediakan. Mengambil jalan pintas dengan provokasi dan tindakan anarkis hanya akan memperkeruh situasi dan merusak demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah.
Dalam menghadapi ketidakpuasan terhadap proses pemilihan, waspadai potensi provokasi dan prioritaskan penyelesaian melalui jalur hukum yang adil dan transparan. Hanya dengan memastikan kepatuhan terhadap aturan hukum, kita dapat menjaga integritas dan stabilitas demokrasi.
)* Penulis adalah mahasiswa Universitas Terbuka.