Oleh : Putri Dewi Nathania )*
Pemilihan umum (Pemilu) menjadi momen penting dalam demokrasi, di mana masyarakat berhak menentukan pemimpin dan wakil rakyat. Namun, tantangan baru muncul di era digital, di mana hoaks dan disinformasi dapat mengancam integritas informasi dan mempengaruhi jalannya Pemilu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama penyelenggara Pemilu berupaya keras memerangi konten hoaks. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyebarkan tips penting untuk melawan hoaks, namun perang melawan informasi palsu ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Setiap individu perlu berperan aktif dalam memastikan Pemilu yang bersih, adil, dan bebas dari tipuan hoaks.
Menkominfo,Budi Arie Setiadi, memandang serius ancaman hoaks terhadap Pemilu. Dalam upayanya melawan penyebaran informasi palsu, Budi Arie mengajak masyarakat untuk mengikuti prinsip BAS: Baca hati-hati, Ayo cek kebenaran, dan Stop informasi bohong serta yang mengandung konflik SARA.
Contoh nyata dari dampak hoaks adalah penyebaran video mengenai penemuan kotak suara ganda di Makassar, Sulawesi Selatan. Budi Arie menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat dalam menyaring informasi sebelum menyebarkannya, mengingat hoaks dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggaraan Pemilu.
Tim AIS Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo terus memonitor konten di internet untuk menangkal hoaks. Budi Arie menjelaskan bahwa meskipun hoaks muncul menjelang Pemilu, pihaknya memiliki mekanisme take down secara digital dalam waktu 1×24 jam.
Patroli siber dengan menggunakan mesin crawling menjadi senjata untuk mengidentifikasi dan menanggulangi berita palsu. Upaya ini bertujuan untuk menjaga integritas informasi seiring dengan mendekatnya Pemilu.
Budi Arie tidak hanya fokus pada tindakan pemerintah, tetapi juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan informasi hoaks atau yang melanggar peraturan perundang-undangan. Dalam menggunakan teknologi digital, ia mengingatkan masyarakat untuk bersuara secara bijak dan sejuk.
Ajakan ini menunjukkan bahwa perang melawan hoaks adalah tanggung jawab bersama, dan setiap individu memiliki peran dalam menjaga integritas informasi.
Afdhal Mahatta, Dosen Ilmu Hukum Universitas Agung Podomoro, memberikan pandangan tentang cara menghindari jebakan hoaks di media sosial. Dengan pendekatan yang mengedepankan etika di era digital, Afdhal menyoroti tiga cara sederhana: keteladanan, pembiasaan, dan pengajaran.
Ia juga menekankan bahwa teknologi informasi, sementara memberikan kemajuan, juga dapat digunakan untuk melawan hukum, seperti penyebaran hoaks. Oleh karena itu, literasi digital menjadi kunci untuk melawan informasi palsu.
Dalam konteks hukum, Afdhal merinci adanya aturan terkait informasi hoaks di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Pasal 263 ayat (1) UU tersebut memberikan sanksi pidana terhadap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat.
Upaya hukum ini menjadi bagian dari strategi pencegahan dan edukasi yang diimplementasikan oleh Kemenkominfo.
Menghadapi Pemilu 2024, ruang digital dipenuhi dengan berita dan informasi yang beragam, termasuk hoaks dan disinformasi. Peran media massa dalam menjaga integritas informasi menjadi sangat penting.
Komisi I DPR dan Kemenkominfo mengadakan webinar dengan tema “Peran Pejuang Digital dalam Menjaga Pemilu Damai.” Subarna, anggota Komisi I DPR, menekankan bahwa media massa memegang peran kunci dalam menciptakan situasi kondusif di tengah-tengah masyarakat menuju Pemilu 2024 yang damai.
Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani, menyoroti maraknya ujaran negatif, kebencian, ancaman, hoaks, dan disinformasi di ruang digital selama kampanye Pemilu. Dalam konteks ini, literasi digital menjadi kunci penting.
Semuel menekankan bahwa KPU telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204,8 juta pemilih, di mana 113 juta di antaranya adalah pemilih muda. Generasi Z dan Milenial, sebagai pemilih muda, memiliki preferensi media baru dalam mendapatkan informasi, seperti live streaming dan media sosial.
Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa, Widodo Muktiyo, menyatakan bahwa pemilu damai mencerminkan pemilu sebagai sarana integrasi bangsa dan persatuan. Dalam mengatasi hoaks, Widodo menawarkan pendekatan model pentahelix yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Fajar Eri Dianto dari Relawan TIK Indonesia menambahkan bahwa Generasi Z memiliki keterampilan digital yang baik dan dapat melakukan verifikasi sumber informasi. Dalam konteks Pemilu 2024, generasi muda dapat berperan aktif dengan mencari kebenaran informasi wakil rakyat dan melaporkan konten hoaks.
Menjelang Pemilu 2024, tantangan melawan hoaks menjadi semakin mendesak. Literasi digital, peran aktif masyarakat, dan kerjasama antarinstansi menjadi kunci utama dalam menjaga integritas informasi.
Pemilu yang bersih, adil, dan damai bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat sebagai pemegang hak suara. Dengan bersama-sama melawan hoaks, kita dapat memastikan bahwa Pemilu 2024 berjalan dengan integritas dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat dalam demokrasi.
Mari bersama-sama menjadi bagian dari perang melawan hoaks untuk Pemilu yang bersih dan adil. Sebagai pemegang hak suara, peran kita sangat penting dalam menjaga integritas informasi. Baca dengan hati-hati, cek kebenaran informasi, dan hentikan penyebaran informasi bohong.
Dengan tindakan bersama, kita dapat menciptakan Pemilu yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan memberikan hasil yang dapat dipercaya. Suksesnya Pemilu 2024 berada di tangan kita semua.
)* Penulis adalah Kontributor pada Lembaga Media Perkasa