Oleh: Oleh: Devaryo Valarie )*
Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua terus menyuarakan isu HAM untuk lepas dari NKRI. Di sisi lain, KST Papua banyak meneror bahkan membunuh warga sipil yang tidak bersalah. Hingga saat ini, isu pelanggaran dan penegakan HAM masih digunakan kelompok tersebut untuk mempengaruhi dunia internasional demi terbukanya peluang lepas dari Indonesia. Padahal selama ini, mereka justru yang melakukan pelanggaran HAM secara kejam.
Kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi yang mengatasnamakan kemerdekaan Papua, yakni Kelompok Separatis Teroris Papua (KSTP) antara lain Organisasi Papua Merdeka (OPM) Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sayap militer Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), sayap politik luar negeri United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
KSTP menggunakan berbagai media untuk menggaungkan isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh aparat keamanan di Papua baik TNI maupun Polri. Media pro pergerakan mereka terus memuat berita-berita sepihak berupa pelanggaran HAM yang dilakukan TNI-Polri di Papua dengan penuh kebohongan karena dirasa masih ampuh dan efektif untuk menarik simpati agar Papua merdeka dengan dalih kepentingan rakyat.
Berita kebohongan publik yang mengatasnamakan pelanggaran HAM oleh aparat keamanan (TNI/Polri) terus disebarkan, diantaranya kekerasan terhadap warga sipil, pembantaian, penangkapan terhadap orang Papua, penyiksaan masyarakat adat, kekerasan terhadap anak-anak dan masih banyak lagi.
Selain warga sipil, KST Papua juga telah melakukan serangkaian tindakan kekerasan terhadap aparat keamanan hingga menghilangkan nyawa mereka. Situasi konflik bersenjata di Papua saat ini memunculkan kekhawatiran akan potensi eskalasi yang dapat membahayakan kedamaian masyarakat dan mengakibatkan lebih banyak korban.
Evaluasi pendekatan keamanan hingga tindakan tegas tengah diupayakan aparat terhadap keberadaan KST Papua untuk mengantisipasi siklus kekerasan yang kembali terjadi dan menambah korban jiwa.
Kapolda Papua, Irjen Pol Mathius D Fakhiri, melalui imbauannya untuk tidak mengambil tindakan ofensif, menunjukkan sikap bijak dan keinginan untuk menghindari tindakan yang dapat memperburuk keadaan. Langkah-langkah pencegahan dan diplomasi perlu diterapkan dengan cermat, melibatkan kerjasama erat antara aparat keamanan, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya. Pemahaman mendalam terhadap akar penyebab konflik, serta upaya menciptakan dialog konstruktif, akan menjadi kunci untuk mencapai solusi jangka panjang yang berkelanjutan.
Komitmen dari jajaran aparat keamanan terhadap KST juga disampaikan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang terus mengingatkan kepada seluruh jajaran Korps Brigade Mobile (Brimob) Polri untuk tetap menegakkan HAM ketika berhadapan dengan gerombolan separatis yang berasal dari Tanah Papua itu.
Bukan hanya itu, Kapolri juga mengingatkan bahwa Korps Brimob akan terus mengedepankan pendekatan secara humanis kepada seluruh masyarakat setempat. Menurutnya dengan adanya pendekatan secara humanis diharapkan akan bisa mengurangi pengaruh dari kelompok yang anti terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta juga semakin meningkatkan kecintaan seluruh masyarakat Papua sendiri terhadap Tanah Air.
Komitmen sangat kuat untuk terus menjunjung tinggi keberlakuan HAM bukan hanya ditunjukkan oleh jajaran Polri saja, hal serupa juga ditunjukkan oleh jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI). Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto memastikan bahwa pihaknya masih tetap akan terus mengedepankan pendekatan secara lembut atau soft approach ketika berhadapan dengan KST Papua.
Isu pelanggaran HAM KST mendapat respon dari Tokoh Adat Papua, Herman Yoku. Ia mengatakan bahwa KST Papua sudah sangat jelas melakukan pelanggaran HAM di Tanah Papua. Mereka juga telah mengganggu kedamaian masyarakat Papua karena ulahnya yang banyak meneror dan melakukan kekerasan terhadap masyarakat sipil maupun aparat keamanan tengah bertugas. Oleh karena itu, kehadiran KST Papua tidak bisa dibiarkan merajalela melakukan pelanggaran HAM yang lebih banyak dan semakin parah.
Aksi-aksi kekerasan KST Papua sangat biadab hingga menimbulkan banyak korban jiwa. Aksi kekerasan mereka tidak lagi memikirkan rasa kemanusiaan dan tidak mengenal Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka melakukan perampokan, pencurian, penyanderaan, penganiayaan, hingga pemerkosaan. Mereka pun tega membakar sarana pendidikan, rumah sakit dan rumah-rumah warga tanpa belas kasihan, bahkan tega menembaki serta membunuh tenaga medis yang sedang melakukan misi kemanusiaan.
Pada kenyataannya, KST Papua hanya melakukan propaganda terkait isu pelanggaran HAM yang dilakukan aparat keamanan, agar banyak yang bersimpati terhadap aksi mereka. Semua cerita mereka hanya kebohongan, omong kosong serta isu-isu belaka. Tidak benar jika selama ini aparat atau penegak hukum (TNI/Polri) melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM yang mereka sampaikan. Justru sebaliknya, mereka telah memutar balikkan fakta, telah banyak korban yang diakibatkan oleh ulah mereka selama ini. Merekalah yang selama ini telah melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM dan mengkambing hitamkan TNI/Polri.
Penanganan dugaan pelanggaran HAM oleh KST Papua sangat penting, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia tetapi juga membutuhkan perhatian dan dukungan internasional. Komunitas internasional termasuk organisasi hak asasi manusia dan lembaga pemantau juga perlu bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa pelanggaran HAM dihentikan dan bertanggung jawab.
)* Penulis merupakan mahasiswi asal Papua di Surabaya