Oleh: Angga Kayame)*
Papua, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, telah menjadi fokus percepatan pembangunan yang membawa dampak positif bagi masyarakatnya. Langkah-langkah ini tidak hanya meningkatkan taraf hidup mereka tetapi juga memainkan peran penting dalam meredam pergerakan Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua.
Peningkatan signifikan dalam sektor infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan sarana transportasi lainnya, telah memperpendek jarak antarwilayah di Papua. Hal ini tidak hanya memfasilitasi aksesibilitas, tetapi juga membuka peluang baru untuk pertumbuhan ekonomi lokal. Masyarakat Papua kini dapat dengan lebih mudah mengakses layanan kesehatan, pendidikan, dan perekonomian seperti pasar.
Percepatan pembangunan di Papua juga berdampak terhadap upaya pemberdayaan ekonomi lokal melalui program-program pengembangan pertanian maupun industri lokal yang telah menciptakan lapangan kerja baru. Masyarakat Papua dapat merasakan manfaat langsung dari pertumbuhan ekonomi ini, mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya (Pemprov PBD) yang membangun sinergitas bersama 14 suku asli Papua, menggambarkan tekad untuk bersama-sama mendorong pembangunan provinsi ke arah kemajuan yang lebih berkelanjutan.
Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan otonomi khusus (Otsus) yang ditetapkan Pemprov PBD. Dalam rangka memfasilitasi forum kelembagaan organisasi kemasyarakatan, Pemprov PBD memahami pentingnya mempertahankan dan memajukan kultur budaya dari masyarakat asli yang tergabung dalam 14 suku asli Papua Raya.
Analis Perencanaan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Papua Barat Daya, Sellvyana Sangkek, menyoroti signifikansi forum kelembagaan organisasi kemasyarakatan ini sebagai elemen kunci dalam pembangunan Papua Barat Daya. Ini mencakup perwakilan tujuh suku wilayah adat di Tanah Papua, menjadikannya langkah strategis dalam melibatkan berbagai kelompok masyarakat.
Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya memfasilitasi pertemuan antara 14 suku asli Papua untuk bersama membahas agenda-agenda penting. Diskusi melibatkan pengelolaan sumber daya alam (SDA), pelestarian budaya, pembangunan ekonomi berkelanjutan, dan pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak masyarakat adat.
Sellvyana menekankan bahwa untuk meraih pembangunan yang lebih baik, kolaborasi dan sinergitas dengan berbagai elemen masyarakat, terutama lembaga adat Papua, menjadi keharusan. Pemerintah tidak dapat berkembang sendiri, dan melibatkan berbagai pihak adalah kunci untuk bersama-sama berkontribusi membangun negeri.
Melalui pendekatan ini, pemerintah meletakkan dasar yang kokoh untuk percepatan pembangunan, memastikan partisipasi yang inklusif dari seluruh elemen masyarakat dalam mewujudkan visi pembangunan yang berkelanjutan di seluruh wilayah Papua.
Percepatan pembangunan di Papua tidak hanya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, tetapi juga secara tidak langsung telah menekan aktivitas KST Papua. Dengan menciptakan kondisi yang lebih stabil dan memberikan alternatif ekonomi, masyarakat Papua tidak lagi terjebak dalam lingkaran konflik yang sering dimanfaatkan oleh KST.
Kesejahteraan dan keamanan yang semakin meningkat di Papua, membuat KST kehilangan momen untuk memanfaatkan ketidakstabilan. Masyarakat yang lebih sejahtera dan terhubung secara lebih baik dengan pemerintah pusat cenderung lebih enggan terlibat dalam aktivitas separatisme yang diusung oleh KST. Selain itu, adanya pembangunan ekonomi memberikan dasar yang kuat bagi rasa memiliki dan identitas nasional.
Sebenarnya KST Papua juga tidak memiliki alasan kuat untuk merdeka dan memisahkan diri dari Indonesia. Mereka murni merupakan separatis yang menggunakan cara-cara kekerasan layaknya para teroris. KST juga tidak mewakili suara masyarakat Papua. Justru sebaliknya, masyarakat Papua muak dengan aksi-aksi yang dilakukan KST dan mendukung Pemerintah Indonesia untuk menumpas habis keberadaan mereka.
Papua sejak dahulu sudah menjadi bagian integral dari NKRI, tak terpisahkan. Pembangunan yang selama ini terwujud di Papua juga berasal dari kepedulian Pemerintah Indonesia, bukan pihak lain. Papua, sebagai bagian integral Indonesia, telah melalui perjalanan sejarah dan politik yang rumit. Terakhir, pada 10 September 2019, Pertemuan Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Dian Triansyah Djani, dengan Sekjen PBB, António Guterres, menegaskan pandangan PBB terhadap status Papua.
Pertama, PBB menolak usulan referendum Papua dan mengakui Papua sebagai bagian tak terpisahkan dari Indonesia. Uti Possidetis Juris, NY Agreement 1962, Act of Free Choice 1969, dan resolusi GA PBB 2504 (XXIV) 1969 menetapkan status Papua sudah final bagian dari NKRI.
Kedua, PBB mengapresiasi pembangunan di era Presiden Jokowi di Papua. Pemerintah telah menunjukkan peran “penyeimbang” dengan prestasi luar negeri dan pembangunan, menghadapi isu separatis, hoaks, dan kekerasan di Tanah Papua.
Terakhir, PBB memahami tantangan di Papua dan mendorong pemerintah Indonesia untuk menegakkan hukum yang berfokus pada kesejahteraan untuk mengatasi kompleksitas masalah sosial ekonomi. Dan nasyarakat Papua dan dunia telah melihat pencapaian Pemerintah Indonesia hingga saat ini.
Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk kemajuan Papua sebagai bagian NKRI. Percepatan pembangunan di Papua telah membawa perubahan positif yang signifikan bagi masyarakatnya. Selain meningkatkan taraf hidup, pembangunan ini juga memberikan fondasi kuat untuk meredam pergerakan KKB Papua. Dengan terus mendorong pembangunan yang berkelanjutan, Indonesia dapat memastikan Papua terus berkembang sebagai bagian integral dari negara ini.
)*Penulis adalah Mahasiswa UNESA asal Papua Barat