Jakarta – Gabungan Koalisi Masyarakat Sipil (GMKS) menggelar diskusi publik bertajuk “Kualitas Demokrasi dan Kepemimpinan Indonesia Akan Diuji Melalui Netralitas Pemilu 2024” di Gedung Joang 45, Jakarta Pusat pada Selasa (28/11).
Jubir TPN Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono yang hadir sebagai narasumber mengatakan, isu netralitas masih terus menjadi perbincangan hangat. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) lalu.
“Mengapa soal netralitas ini terus dibicarakan saat ini, dan kurang jadi pembicaraan pada Pemilu sebelumnya? Tidak bisa dilepaskan hal ini, berawal dari keputusan MK yang memutuskan suatu perkara yang menyebabkan polemik ini terus berlanjut,” ungkap Aiman.
Aiman mengungkapkan pihaknya mengusung politik suka ria, namun tetap kritis terhadap potensi kecurangan yang mungkin terjadi pada Pemilu 2024.
Ia pun mengajak semua pihak agar jangan pernah takut memperjuangkan demokrasi.
“Hari ini kita berjihad demokrasi. Demokrasi berasal dari kesepakatan. Jangan sampai berujung pidana sehingga melunturkan demokrasi,” seru Aiman.
Pada kesempatan sama, Co Captain Timnas Anies – Muhaimin, Al Muzammil Yusuf, menuturkan gerakan masyarakat pasti menginginkan netralitas dalam Pemilu, baik calon – calonnya maupun prosesnya.
Seluruh Capres, seluruh partai, seluruh aparatur, lanjutnya, harus bersama – sama mengajak rakyat untuk memberikan suaranya secara gembira tanpa ada intimidasi dari manapun.
Yusuf menilai saat ini rakyat sudah sangat dewasa, sehingga yang ditakutkan bukan lagi konflik antarmasyarakat, melainkan elit dengan elit.
“Rakyat datang ke TPS dengan keberanian dan kegembiraan sehingga tetap dijunjung tinggi semangat netralitas,” imbuhnya.
Azwar Furgudyqma selaku Perwakilan Aliansi Penyelamat Konstitusi/Aktivis 98, menilai ASN, TNI- Polri harus netral dalam Pemilu 2024. Namun, ia menyayangkan adanya penurunan spanduk di Bali dan Sumatera Utara.
“ASN, TNI- Polri harus netral dalam Pemilu 2024, namun kenyataannya ada penurunan spanduk di Bali dan Sumatera Utara.,” jelasnya.
Pihaknya menyebut KPU telah melakukan pelanggaran dengan menerima Gibran sebagai Cawapres dengan memakai PKPU lama.
“Mengakali konstitusi untuk kepentingan pribadi. Seolah – olah kita demokratis sehingga hanya etalase,” ujarnya.
Senada, Peneliti Formappi Lucius Karus, mengatakan terjadi masalah serius dalam masalah sosialisasi Pemilu, dimana penyelenggara Pemilu menutupi peserta Pemilu dengan dalih kerahasiaan peserta Pemilu.
“Sepanjang masa sosialisasi Pemilu ini intimidatif, sulit berjalan di koridor demokrasi. Penurunan-penurunan spanduk harus jelas aturannya sehingga tidak ada yang merasa dirugikan,” tuturnya.
Dirinya menduga akan ada politik uang saat kampanye Caleg karena waktu yang singkat pada masa kampanye. Oleh sebab itu, tambahnya, kita karus sama – sama mengawal agar tidak terjadi hal tersebut.
Sementara itu, Pemantau JPPR Zaki, sepakat bahwa ASN harus objektif, netral, dan adil. Para pejabat dan ASN di daerah – daerah harus punya rasa takut agar tetap menjaga netralitas Pemilu.
Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan bahwa Pemilu merupakan induk semang demokrasi, karena dari Pemilu menghasilkan pemimpin negara ini.
Menurutnya, ada 5 kunci Pemilu demokratis, diantaranya regulasi baik, birokrasi netral, peserta taat aturan, pemilih yang cerdas dan partisipatif, serta penyelenggara Pemilu yang berintegritas.
“Marilah kita kawal Pemilu 2024 demokratis dan penuh integritas,” ajaknya.