Oleh: S. A. Pamungkas )*
Isu radikalisme telah menjadi sorotan utama dalam dunia politik dan masyarakat, terutama menjelang peristiwa penting seperti pemilihan umum (Pemilu). Pemilu 2024 di Indonesia adalah momen krusial yang akan menentukan arah dan masa depan negara. Namun, penggunaan isu radikalisme sebagai alat dalam konteks politik perlu mendapatkan kritik tajam.
Isu radikalisme menjelang pemilu terkadang dijadikan politisasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Dalam suasana penuh kompetisi dalam perebutan kekuasaan, isu radikalisme dapat dengan mudah diangkat untuk mengalihkan perhatian atau menciptakan ketakutan dalam masyarakat. Politisasi isu ini dapat merusak upaya serius untuk mengatasi radikalisme secara komprehensif dan objektif.
Pemahaman isu radikalisme yang tidak tepat dapat berujung pada stereotipisasi dan stigmatisasi terhadap kelompok tertentu. Penyederhanaan kompleksitas radikalisme juga dikhawatirkan mengarah pada diskriminasi terhadap individu atau komunitas tertentu.
Isu radikalisme seringkali muncul dari latar belakang sosial dan ekonomi yang kompleks. Mengabaikan faktor-faktor ini dan hanya fokus pada aspek agama atau ideologi dapat menyederhanakan akar permasalahan dan menghasilkan pendekatan yang kurang efektif. Kritik terhadap isu radikalisme ini mengajukan perlunya pendekatan yang holistik, yang juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan dalam upaya pencegahan.
Pemberitaan, pemahaman, dan penanganan isu radikalisme yang berlebihan dapat memperburuk ketakutan dan menciptakan atmosfer yang tegang dalam masyarakat. Ketegangan sosial dan persepsi yang tidak akurat terhadap tingkat ancaman radikalisme dapat mengganggu stabilitas dan keamanan nasional. Maka pendekatan semacam ini perlu menekankan pentingnya menyampaikan informasi dengan akurat dan proporsional, serta menjaga keseimbangan antara keamanan dan kebebasan.
Isu radikalisme yang digunakan secara tidak tepat dapat menghambat partisipasi demokratis masyarakat dalam pemilu. Ketakutan akan ancaman radikalisme dapat mempengaruhi partisipasi pemilih, mengarah pada rendahnya tingkat partisipasi dalam pemilu dan dampak negatif terhadap legitimasi proses demokratis. Kritik ini menyoroti bahaya penggunaan isu radikalisme dalam mengganggu keterlibatan aktif warga negara dalam keputusan politik.
Memahami isu radikalisme tidak hanya tentang penanggulangan ancaman jangka pendek, tetapi juga tentang menciptakan perdamaian jangka panjang dan rekonsiliasi dalam masyarakat. Pendekatan yang hanya bersifat represif atau permusuhan dapat memperpanjang siklus konflik dan ketidakstabilan.
Pemahaman isu radikalisme menjelang Pemilu 2024 adalah panggilan untuk berpikir kritis, keseimbangan, dan integritas dalam menghadapi tantangan kompleks dalam politik dan masyarakat. Menggunakan isu radikalisme sebagai alat politik atau dengan cara yang tidak tepat dapat merusak demokrasi, menciptakan ketakutan yang tidak perlu, dan memperburuk ketegangan sosial.
Oleh karena itu, pendekatan yang berbasis bukti, inklusif, dan berfokus pada pencegahan adalah kunci untuk mengatasi isu radikalisme dengan efektif dan menjaga kestabilan serta kedamaian dalam masyarakat. Dalam menghadapi isu yang sensitif seperti radikalisme, tanggung jawab pemimpin politik dan masyarakat adalah menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan persatuan dalam kerangka yang sejalan dengan kepentingan bersama.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Prof. Agus Pramusinto mengungkapkan, salah satu tantangan yang dihadapi Pancasila yaitu perpecahan akibat perbedaan pilihan politik, ditambah lagi merebaknya kasus radikalisme. Di sisi lain, dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, KASN menjaga penerapan prinsip sistem merit serta pengawasan penerapan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.
Hal ini sekaligus untuk memastikan bahwa ideologi Pancasila dan wawasan kebangsaan, serta fungsi ASN sebagai perekat pemersatu NKRI tetap dijalankan oleh seluruh ASN di Indonesia. Agus menyampaikan bahwa selalu mengingatkan kepada ASN untuk melihat kembali tugas utama serta kompetensinya sebagai abdi negara, dan menghindari hal negatif utamanya terkait paham radikal maupun intoleran.
Pemerhati isu strategis nasional dan global, Prof Imron Cotan berpendapat, Pancasila sudah diuji oleh berbagai benturan ideologi, seperti ekstrem kiri dan ekstrem kanan, bahkan ideologi liberalisme. Kalangan pemuda harus jeli dalam menerima informasi dan tidak menelan mentah-mentah informasi atau bujukan yang mengarah ke radikalisme. Sikap tabayyun penting untuk memastikan kebenaran informasi yang didapat, bisa tanyakan ke pihak terkait yang memiliki wewenang atau ahlinya.
Imron mengutip pernyataan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin agar semua pihak meninggalkan politik pecah belah. Jika seluruh capres-cawapres dan para kontestan Pemilu lainnya memiliki wawasan dan pemahaman yang baik mengenai hal tersebut, maka nilai yang terkandung Pancasila untuk meredam dinamika politik lima tahunan akan akan tetap terjaga. Ini adalah peringatan bagi kelompok tertentu agar tidak mencoba menguji kemampuan Pancasila memoderasi perbedaan yang datang dari seluruh penjuru.
Kita perlu mengidentifikasi potensi ancaman, mendalami pengetahuan dan pemahaman serta dapat menyusun strategi pencegahan yang tepat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk saling bersinergi dan berfokus pada ancaman nyata terhadap demokrasi serta keamanan negara, untuk menjaga keberlangsungan Pemilu 2024 yang aman dan damai.
)* Penulis adalah tim redaksi Saptalika Jr. Media