Oleh: Anggina Rajaguguk*
Penyebaran radikalisme khususnya melalui internet masih menjadi ancaman serius terutama menjelang Pemilu. Semua pihak pun diajak untuk senantiasa mengantisipasi ancaman tersebut demi menciptakan internet yang bebas konten radikal.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis, sikap ekstrem dalam aliran politik.
Radikalisme, terutama dalam konteks politik, dikaitkan dengan pandangan ekstrem dan keinginan untuk perubahan sosial yang cepat. Radikalisme adalah paham yang bisa memengaruhi kondisi sosial politik suatu negara. Radikalisme tidak mengandung seperangkat gagasan dan argumen belaka, melainkan memuat suatu ideologi yang dianggap wajar untuk diterima dan menjadi pandangan umum.
Pemilihan Umum (Pemilu) seringkali menjadi periode sensitif di mana radikalisme dan ekstremisme dapat kembali muncul. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan pendapat politik yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal. Sehingga masyarakat harus tetap waspada terhadap gerakan radikalisme menjelang pemilu 2024 tersebut. Pelaksanaan pemilu adalah saat-saat penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara, dan gerakan radikalisme dapat mengancam stabilitas politik, toleransi, dan juga keamanan.
Sementara itu, radikalisme di ruang digital dapat mengacu pada penyebaran ideologi radikal, retorika berbahaya, atau tindakan ekstremisme melalui platform online seperti media sosial, situs web, dan aplikasi pesan. Sehingga penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya radikalisme di ruang digital, serta melakukan kampanye edukasi yang efektif dapat membantu individu memahami cara mengidentifikasi konten berbahaya dan memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya.
Media sosial yang telah tumbuh dan berkembang menjadi ruang publik kerap dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menyebarluaskan radikalisme. Literasi digital menjadi keharusan untuk menangkal paham radikal dan terorisme agar jangan sampai masyarakat terhanyut di dalamnya.
Untuk menciptakan situasi Pemilu 2024 yang damai dan kondusif, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan pemutusan akses atau take down terhadap 174 akun dan konten internet yang terindikasi memuat aktivitas indoktrinasi dan penyebaran paham radikalisme selama Juli sampai Agustus 2023.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa Kominfo telah bekerja sama Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Nasional Penanganan Terorisme (BNPT) terus memantau platform digital yang memuat konten radikalisme dan terorisme. Dari hasil pantauan dua lembaga itu, menunjukkan peningkatan signifikan penyebaran konten radikalisme. Beberapa akun ada yang terafiliasi Jemaah Ansharud Daulah (JAD) dan Jamaah Islamiah (JI).
Upaya penangkalan konten radikalisme, terorisme maupun hoaks diambil Kominfo untuk memastikan berlangsungnya pemilu yang produktif dan sehat bagi masyarakat Indonesia. Pihaknya tentunya bekerja sama dengan banyak pihak untuk mendiskusikan mana yang hoaks, mana yang mengandung narasi-narasi radikalisme.
Menkominfo juga berkomitmen untuk menyiapkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga agar konten-konten bermuatan negatif tidak merusak kedamaian di ruang digital menjelang pesta demokrasi di 2024. Salah satunya, untuk penanganan konten radikalisme, Kominfo berkoordinasi dengan Kementerian Agama. Selain itu, Mantan Narapidana Terorisme Anriansyah alias Abu Bakar meminta masyarakat untuk mendukung penuh Pemilu 2024 agar berjalan dengan damai tanpa perpecahan di tengah masyarakat.
Selain mendukung Pemilu, Anriansyah dengan tegas mendukung penuh program pemerintah dalam memberantas paham intoleran, radikalisme dan terorisme khususnya di dunia digital. Kelompok radikal sering memanipulasi sentimen terhadap agama, termasuk memanipulasi gerakan maupun ajakan di media sosial dengan label gerakan dakwah, yang merupakan strategi tertentu agar mengganggu jalannya pelaksanaan Pemilu 2024.
Kelompok radikal atau aktor asing juga dapat memanfaatkan media sosial dan platform online untuk menyebarkan hoaks, berita palsu, dan propaganda yang dirancang untuk mempengaruhi pemilih dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap proses pemilu. Selain itu, kelompok radikal akan berupaya untuk mengintimidasi pemilih atau kandidat yang mungkin tidak sejalan dengan pandangan mereka, sehingga kelompok radikal dapat terlibat dalam tindakan kekerasan, ancaman, atau kampanye intimidasi.
Adanya ancaman radikalisme jelang Pemilu 2024 tersebut, pihak berwenang harus memperkuat kerangka hukum untuk menghadapi radikalisme di ruang digital, termasuk Undang-Undang yang mengatur penggunaan media sosial, sanksi bagi pelaku radikalisme, dan peraturan perlindungan privasi.
Upaya penangkalan konten radikalisme, terorisme maupun hoaks dilakukan untuk memastikan berlangsungnya Pemilu yang produktif dan sehat bagi masyarakat Indonesia. Selain itu kewaspadaan masyarakat terhadap konten-konten radikalisme juga harus ditingkatkan, karena apabila tidak, masyarakat dapat terpengaruh sehingga berdampak pada kehidupan sosialnya.
Untuk menangkal penyebaran ideologi terorisme di masyarakat, harus dilakukan penguatan civil society. Caranya dengan melakukan pembinaan dan penyadaran kepada masyarakat yang kerap menjadi target rekrutmen anggota teroris. Maka dalam diri dan jiwa individu masyarakat, harus terus menggelorakan semangat persatuan, untuk melawan radikalisme dan terorisme, serta menjaga persatuan dan persaudaraan, agar tetap bisa hidup berdampingan dalam perbedaan.
Esensi pelaksanaan pemilu adalah menyatukan sesama anak bangsa dan memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas demokrasi. Oleh karena itu, pemerintah mengajak masyarakat ambil bagian dan berperan untuk menjaga ruang digital yang aman dan sehat dengan membagikan konten-konten yang positif.
*Penulis merupakan Pegiat Media Sosial