Oleh : Melky Samuel Hansen )*
Pada tanggal 17 April 2023, Presiden Joko Widodo mengukuhkan komitmen serius pemerintah dalam mempercepat pembangunan di Papua melalui penandatanganan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) Tahun 2022–2041.
Dokumen tersebut menjelaskan tiga misi besar pembangunan, yaitu Papua Sehat, Papua Cerdas, dan Papua Produktif, yang menjadi fondasi utama bagi percepatan pembangunan di wilayah yang kaya akan keanekaragaman alam dan budaya ini.
Seiring dengan langkah tersebut, perhatian terhadap keterlambatan pembangunan di Papua semakin tajam. Sebagai respons terhadap masalah ini, pemerintah memilih pendekatan yang berbeda, menekankan budaya, kesadaran, dan aspek sosial sebagai kunci sukses, menggantikan pendekatan keamanan yang dominan selama ini.
Didik Suhardi, Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK, menjelaskan bahwa pendekatan ini dianggap lebih efektif dalam mendorong perkembangan dan kemajuan Papua.
Namun, kesuksesan percepatan pembangunan tidak hanya tergantung pada kebijakan pemerintah, melainkan juga melibatkan peran aktif masyarakat Papua. Hak untuk berkembang dan mencapai kesejahteraan harus dirasakan oleh seluruh warga Papua.
Dalam konteks ini, peran pemerintah daerah menjadi krusial, dengan mengoptimalkan partisipasi semua elemen masyarakat, terutama generasi muda Papua yang memiliki potensi dan kapabilitas tinggi. Pemberdayaan dan keterlibatan mereka diharapkan dapat menjadi pendorong utama dalam menjaga agar rakyat asli Papua tidak terpinggirkan dalam proses pembangunan.
Dalam menghadapi berbagai tantangan, seperti ketertinggalan pembangunan, pemberdayaan generasi muda, peningkatan kualitas pendidikan, serta pembangunan budaya dan kesadaran yang kuat, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), John Wempi Wetipo, menegaskan bahwa pemerataan pembangunan menjadi kunci.
Salah satu langkah nyata yang diambil adalah melalui pemekaran wilayah atau Daerah Otonomi Baru (DOB). Langkah ini diharapkan dapat memudahkan pemerintah dalam menjangkau wilayah terpencil dan terisolasi di Papua.
Pemekaran wilayah menjadi enam provinsi di Papua bukan hanya sekadar tindakan administratif semata, melainkan juga diharapkan dapat mengangkat harkat, derajat, dan martabat orang asli Papua.
Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, menekankan komitmen pemerintah untuk membangun infrastruktur yang andal di Papua dengan tujuan mengurangi tingkat kemiskinan, mengurangi indeks kemahalan, dan mendorong pemerataan pembangunan. Upaya ini dijalankan dengan sinergi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Pemerintah meyakini bahwa pembangunan provinsi baru di Papua akan membawa dampak positif terhadap pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat. Wakil Presiden Ma’ruf Amin bahkan memutuskan untuk berkantor di Jayapura, menunjukkan komitmen nyata pemerintah dalam memantau perkembangan pembangunan di dua Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Selatan.
Pj Gubernur Papua Tengah, Ribka Haluk, mengatakan bahwa pemekaran wilayah akan membuka peluang lebih besar bagi pemimpin lokal dan politisi Papua untuk berkontribusi dalam pembangunan dan pemerintahan. Dengan meningkatnya posisi yang tersedia, terutama dalam kebijakan otonomi khusus (Otsus), diharapkan kesejahteraan masyarakat Papua akan tercapai secara bertahap.
Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat menjadi pemicu kemajuan perekonomian. Efek domino positif yang diharapkan mencakup peningkatan infrastruktur, khususnya pembangunan jalan raya dan penyediaan listrik. Pembangunan infrastruktur ini menjadi kunci utama dalam meningkatkan konektivitas dan membuka aksesibilitas ke wilayah-wilayah terpencil di Papua.
Kita melihat Papua tidak hanya sebagai wilayah geografis, tetapi juga sebagai laboratorium kemajuan dan kesejahteraan. Perjalanan mempercepat pembangunan Papua menjadi bukti bahwa di balik tebalnya hutan dan keindahan alam Papua, terdapat tekad kuat untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Perjalanan ini juga mengubah paradigma pembangunan. Dari pendekatan keamanan yang dominan, kita melihat bahwa budaya, kesadaran, dan aspek sosial menjadi landasan utama. Pemerintah memahami bahwa Papua bukan hanya butuh pembangunan fisik, tetapi juga transformasi batin dan nilai-nilai lokal yang kental.
Generasi muda Papua menjadi pilar utama dalam mewujudkan mimpi ini. Melalui pemberdayaan dan keterlibatan mereka, kita tidak hanya menyaksikan pembangunan infrastruktur, tetapi juga melihat tumbuhnya pemimpin-pemimpin masa depan yang mencintai dan berjuang untuk Papua.
Pemekaran wilayah menjadi langkah konkret untuk mewujudkan pemerataan pembangunan. Dalam pemekaran menjadi enam provinsi, pemerintah memberikan sinyal kuat bahwa Papua harus dilihat sebagai kesatuan yang heterogen, dengan setiap bagian memiliki hak yang setara untuk berkembang.
Papua memiliki hak yang setara dengan daerah lain di Indonesia untuk berkembang, dan dalam semangat persatuan, harus meraih kemajuan seiring dengan visi pembangunan nasional. Seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat maupun daerah, bersama masyarakat Papua sendiri, diharapkan dapat bersatu untuk mewujudkan impian bersama, yaitu Papua yang maju, sejahtera, dan penuh harapan.
Tanggung jawab ini tidak hanya pada pundak pemerintah, melainkan juga ditentukan oleh tekad dan aksi nyata pemuda Papua yang memiliki potensi besar untuk membangun tanah kelahiran mereka sendiri. Keberhasilan mencapai tujuan bersama ini terletak pada kebersamaan dan sinergi antara semua pihak yang terlibat.
Masa depan yang cerah bagi Papua sebagai bagian dari NKRI, dan masyarakatnya, bukanlah sekadar impian, melainkan tujuan yang dapat diwujudkan dengan tangan-tangan yang bersatu dalam kebersamaan.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Kupang