Oleh: M. Radityo Priyasmoro )*
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu momen paling penting dalam kehidupan demokratis bangsa ini. Setiap warga negara memiliki hak untuk memilih pemimpinnya melalui Pemilu, sebuah proses yang harus dilakukan dengan penuh integritas, kejujuran, dan tanpa adanya kekerasan. Dalam menyongsong Pemilu 2024, penting sekali bagi kita semua untuk memahami peran utama etika dan hukum dalam menjamin terciptanya Pemilu yang damai dan tetap mengedepankan kualitas yang baik.
Dengan Pemilu, demokrasi dianggap sistem yang menjamin kebebasan warga negara terwujud melalui penyerapan suara sebagai bentuk partisipasi publik secara luas. Dalam Demokrasi Pancasila seperti di Indonesia, Pemilu sebagai sarana untuk membentuk kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat.
Hal yang sangat penting terhubung dengan Pemilu berkualitas ialah komitmen partai politik untuk turut menghadirkan kualitas kompetisi yang luar biasa dalam konteks keadaban demokrasi. Masyarakat perlu memahami Pemilu sebagai mekanisme demokrasi yang dapat membawa perubahan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik.
Oleh karenanya, Pemilu penting dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, dan jujur serta adil. Langsung artinya rakyat memilih wakilnya secara langsung sesuai hati nuraninya. Umum yaitu semua warga negara yang sudah memenuhi persyaratan untuk memilih, dan berhak mengikuti Pemilu. Arti dari bebas adalah setiap warga negara bebas menentukan pilihannya tanpa ada tekanan atau paksaan dari siapapun. Sedangkan rahasia yaitu dalam memberikan hak suaranya, pemilih dijamin kerahasiaan data dan tidak diketahui oleh pihak manapun.
Sementara itu arti jujur menekankan bahwa setiap penyelenggaraan Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas, pemantau, serta semua pihak harus bersikap jujur. Asas adil, bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu peserta dan pemilih mendapat perlakukan yang sama sesuai peraturan yang berlaku.
Pemilu merupakan mekanisme demokrasi yang dinamis, seiring dengan konteks waktu, situasi kondisi yang melatarbelakanginya. Dinamika politik yang menggambarkan relasi kuasa ragam kekuatan menyebabkan proses Pemilu memerlukan telaah, catatan, dan rekomendasi-rekomendasi penguatan.
Pemilu yang berkualitas dan demokratis akan sangat dipengaruhi tiga faktor, yaitu electoral law, electoral process, dan electoral management. Perpaduan tiga pilar tersebut secara resultan menghasilkan electoral outcame. Electoral law menyangkut pilihan sistem Pemilu yang digunakan warga negara dalam memilih para wakilnya. Sistem Pemilu memiliki konsekuensi terhadap derajat keterwakilan atas hasil-hasil Pemilu, sistem kepartaian (khususnya jumlah partai politik), akuntabilitas pemerintahan, dan kohesi partai-partai politik. Dinamika perseteruan, antara representasi politik dan efektivitas pemerintahan tersebut, dapat dilihat dalam undang-undang politik yang digunakan dalam setiap Pemilu. Landasan hukum sebagai penataan untuk electoral law, electoral process, dan electoral management, sekaligus kesatuan rangkaian penataan sistem pemerintahan, sistem perwakilan, sistem Pemilu, dan sistem kepartaian, terus mengalami perubahan seakan tiada ujung.
Praktisi Hukum dan Pemerhati Polsosbud, Agus Widjajanto mengatakan Pemilu diselenggarakan untuk mewujudkan tujuan demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut Agus, demi mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan Pemilu harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Praktisi Hukum dan Pemerhati Polsosbud, Agus Widjajanto mengatakan Pemilu diselenggarakan untuk mewujudkan tujuan demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut dia, demi mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan Pemilu harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi.
Agus mengungkap, Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme Pemilu langsung. Hal itu merupakan bentuk kedaulatan rakyat untuk memilih penyelenggara negara dan pemerintahan berdasarkan kontitusi yaitu UUD 1945. Menurutnya, sebagai Negara Demokrasi berazaskan Pancasila, maka pelaksanaannya juga harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Selanjutnya, Agus menyampaikan bahwa negara hukum dan demokrasi memiliki hubungan yang sangat erat. Karena itu, negara tanpa peraturan hukum yang adil, mustahil mencapai demokrasi. Supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakekatnya berasal dari kedaulatan rakyat yang diberikan kepada wakilnya, dalam hal ini penguasa dan DPR.
Hukum juga memberikan sanksi bagi pelanggaran etika dan aturan yang ditetapkan. Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas akan menciptakan rasa keadilan di antara peserta Pemilu dan masyarakat, serta mengurangi potensi pelanggaran yang dapat mengancam keamanan proses Pemilu.
Di samping itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak menampik pesta demokrasi lima tahunan dalam ajang Pemilu 2024 dapat menimbulkan gesekan perbedaan pilihan di masyarakat. Jokowi mengingatkan adanya perbedaan adalah hal yang biasa. Sebab, Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi.
Jokowi mengatakan bahwa jangan sampai pesta demokrasi yang mulai dari pemilihan presiden (Pilpres), pemilihan anggota legislatif (Pileg) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) malah membuat masyarakat terbelah. Justru, dengan hadirnya pesta demokrasi kerukunan masyarakat makin terjaga.
Pemilu yang berkualitas juga membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat. Dengan terlibat secara aktif dalam proses Pemilu, warga negara dapat memastikan bahwa pemilihan pemimpin dilakukan dengan benar dan adil. Maka dari itu, penting bagi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk memastikan bahwa warga negara memahami pentingnya Pemilu dan dampaknya terhadap masa depan negara.
)* Penulis adalah kontributor LSISI