Paham radikalisme menjadi salah satu ancaman yang paling mendesak dalam dinamika politik dan keamanan global. Khususnya menjelang pesta demokrasi 2024, paham radikal ini memunculkan berbagai kekhawatiran yang serius terkait stabilitas, integritas dan tentunya keamanan negara. Tantangan utama dalam radikalisme ini adalah pemahaman yang berbeda masing-masing orang tentang apa yang dimaksud radikalisme itu sendiri. Sehingga, penting bagi seluruh pihak terutama masyarakat, untuk mengenali, berpikir kritis, memiliki keseimbangan dan integritas dalam menghadapi tantangan kompleks dalam politik.
Istilah ini sering kali digunakan secara luas dan ambigu, mencakup berbagai spektrum keyakinan dan tindakan. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan dalam mengidentifikasi potensi ancaman dan menyusun strategi pencegahan yang tepat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat sipil untuk memiliki definisi yang jelas dan komprehensif tentang radikalisme yang berfokus pada ancaman nyata terhadap demokrasi dan keamanan negara.
Dalam situasi politik yang sensitif menjelang pemilu, isu radikalisme sering kali bisa menjadi senjata politik. Pihak-pihak tertentu mungkin mencoba memanipulasi narasi radikalisme untuk mendapatkan dukungan atau meraih keuntungan politik. Ini dapat mengaburkan perbedaan antara kelompok-kelompok yang benar-benar radikal dan kelompok-kelompok yang tidak setuju dengan pemerintah atau memiliki pandangan alternatif.
Radikalisme, terutama dalam bentuk ekstremisme agama atau ideologi, dapat mengancam prinsip keanekaragaman dan toleransi dalam masyarakat. Upaya untuk memaksakan pandangan tertentu atau menghilangkan pluralisme dapat merusak harmoni sosial dan menimbulkan ketegangan antar agama atau antar kepercayaan.
Melalui Forum Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) menyebarluaskan informasi dan mengedukasi humas pemerintah dalam membangun kewaspadaan nasional menjelang tahun politik 2024 atau Pemilu 2024 yang dimulai dari lingkup pemerintah terkecil atau desa.
Sekretaris Utama (Setama) BNPT RI, Bangbang Surono mengatakan sosialisasi tersebut bertujuan untuk menginisiasi Desa Siap Siaga dalam rangka meningkatkan kewaspadaan nasional dari bahaya ancaman radikal terorisme. Bangbang mengharapkan humas pemerintah yang tersebar mulai tingkat pusat hingga daerah, dapat ikut menggaungkan secara optimal komunikasi publik terkait program kesiapsiagaan nasional. Selain itu, disampaikan juga agar seluruh pihak memiliki kebulatan tekad untuk secara bersama – sama dapat mencapai sasaran yang sama yaitu amannya Pemilu 2024 dari isu-isu yang dapat menyebabkan perpecahan di tengah masyarakat.
Menyambung dari pernyataan Sestama BNPT RI tersebut, tidak hanya kota-kota besar yang perlu digaungkan, namun desa-desa yang merupakan unit terkecil pemerintahan tentunya perlu dirangkul dan diajak bersinergi. Kepala Kantor Kemenag Wilayah Bengkulu, Muhammad Abdu menyampaikan telah menggelar penandatanganan ‘Ikrar Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme di Provinsi Bengkulu’ sebagai upaya dalam menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa. Penandatanganan tersebut merupakan tindak lanjut dari Perjanjian Kerja Sama (PKS) Polri dan Kemenag RI.
Menurutnya, hal tersebut dapat membangkitkan semangat, saling mengharagai, menghormati perbedaan dalam bingkai persatuan dan kesatuan. Adapun Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri mengatakan bahwa penandatanganan ikrar tersebut merupakan langkah nyata dalam menjaga perdamaian dan keharmonisan masyarakat, khususnya yang berada di Bengkulu. Isnan menyimpulkan, radikalisme dapat mengancam prinsip kemanusiaan yang mendasari nilai kehidupan dan juga berdampak pada kemananan serta stabilitas negara terutama jelang Pemilu 2024.
Pemberitaan dan penanganan isu radikalisme yang berlebihan dapat memperburuk ketakutan dan menciptakan atmosfer yang tegang dalam masyarakat. Ketegangan sosial dan persepsi yang tidak akurat terhadap tingkat ancaman radikalisme dapat mengganggu stabilitas dan keamanan nasional. Ketakutan akan ancaman radikalisme dapat mempengaruhi partisipasi pemilih, mengarah pada rendahnya tingkat partisipasi dalam pemilu dan dampak negatif terhadap legitimasi proses demokratis.
Pemilu 2024 di Indonesia adalah momen krusial yang akan menentukan arah dan masa depan negara. Kenaikan potensi radikalisme bisa terjadi akibat politik identitas menjelang Pemilu dan Pilpres 2024. Sehingga, pemerintah perlu waspada dengan berbagai resiko terburuk di tahun politik ini. Pemerintah perlu berkolaborasi dengan masyarakat sipil, lembaga agama, pendidikan, dan sektor swasta untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang mendorong radikalisme. Selain itu, program-program yang mendukung inklusivitas, pendidikan yang berbasis nilai-nilai toleransi, serta pemberdayaan ekonomi dan sosial perlu diperkuat sebagai upaya untuk mencegah radikalisme.
Potensi radikalisme dan terorisme jelang Pemilu 2024 akan selalu ada, hanya saja tergantung kita menjaga, meminimalisir supaya potensi-potensi tidak berkembang. Tidak hanya kepada masyarakat, intoleransi, radikalisme, dan terorisme relatif mampu menginfiltrasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di berbagai institusi. Bahkan, radikalisme ditengarai banyak merasuki oknum TNI-Polri. Oleh karena itu, kewajiban seluruh pihak adalah bersatu dalam melawan intoleransi, radikalisme, dan terorisme terutama untuk menghadapi pesta demokrasi yang telah dinanti-nanti, agar menciptakan pemilu yang kondusif demi pemimpin yang berkualitas.