Oleh: Silvia A. Pamungkas )*
Menjelang pemilu 2024, fenomena hoaks, misinformasi, isu identitas, sentimen terhadap SARA, juga ujaran kebencian semakin marak bermunculan di media sosial dan kerap menjadi perhatian serius. ICT Watch, sebuah lembaga yang fokus pada edukasi literasi digital, mengakui Generasi Z (Gen Z: Kelahiran 1997-2012) yang sebagian besarnya adalah pemilih pemula atau first-time voters, memiliki peran yang signifikan dalam menyebarkan maupun membantah informasi hoaks. Kecenderungan yang kuat di media sosial membuat Gen Z lebih rentan terhadap informasi palsu.
Di era digital ini, Gen Z memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam menciptakan pemilu 2024 yang bersih dari hoaks, untuk menentukan calon pemimpin Indonesia dimasa depan. Dengan kesadaran dan pengetahuan teknologi mereka, Gen Z bisa membantu meminimalkan dampak negatif hoaks dan memastikan informasi yang mereka terima dan bagikan adalah informasi yang akurat dan bermanfaat dalam pemilu.
Program Manager ICT Watch, Defira menyampaikan bahwa Gen Z tidak boleh ikut terprovokasi oleh berita-berita palsu atau misinformasi di media sosial. Yang paling penting adalah bagaimana caranya agar Gen Z selalu berpikir kritis, tidak mudah terpancing, tersulut emosi, dan tidak mudah percaya dengan setiap informasi yang diterima dari internet.
Selain itu, Defira juga menjelaskan metode A-B-C yang dapat digunakan saat mendapatkan informasi yang terindikasi hoaks di internet. A yakni untuk Amati. Saat menerima informasi di internet, Gen Z perlu mengamati isinya karena jika tidak diamati dengan teliti, Gen Z mungkin tidak akan menemukan kejanggalan dan langsung saja membagikan informasi tersebut tanpa tahu bahwa informasi tersebut adalah sebuah hoaks. Sehingga, penting untuk mengamati telebih dahulu isi kontennya yang mungkin saja gambar-gambar dalam informasi tersebut adalah foto lama, dimana oknum tertentu menggunakan kembali untuk membuat konten lain yang menjerumuskan ke hal-hal negatif.
Selanjutnya, B untuk Baca. Saat menerima informasi, Gen Z harus membacanya hingga akhir. Salah satu ciri hoaks adalah kesalahan penulisan. Dengan membaca hingga akhir dan tidak hanya judulnya saja, Gen Z dapat menemukan kesalahan-kesalahan penulisan pada informasi tersebut. Banyak sekali hoaks yang disebarkan memiliki typo yang tinggi. Berbeda sekali dengan tulisan jurnalis, yang memang ada proses panjang hingga tulisan tersebut dapat disebar luaskan.
Yang terakhir adalah C untuk Cermati dan Cek Sumbernya. Jika mendapatkan informasi mencurigakan, Gen Z tidak boleh langsung percaya. Lakukan pemeriksaan sumber, apabila tidak valid, lakukan verifikasi ke halaman web atau media sosial lembaga yang namanya dicatut dalam informasi tersebut.
Disamping itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, menilai peran generasi muda sangat penting untuk menangkal hoaks terkait Pemilu 2024. Itu sebabnya Bawaslu mengajak generasi muda terutama Gen Z untuk meningkatkan kemampuan literasi digital. Anggota Bawaslu, Herwyn JH Malonda, menyampaikan bahwa bawaslu terus merangkul para generasi muda untuk meningkatkan kemampuan literasi digital yang dapat memisahkan berita akurat yang sesuai fakta dan mana yang berita hoaks. Bawaslu juga menggandeng banyak pihak termasuk influencer Gen Z, untuk menyampaikan pesan penting bahaya hoaks dalam Pemilu.
Hewyn juga mengatakan telah bekerja sama dengan platform digital untuk memerangi penyebaran hoaks atau informasi palsu. Bawaslu tengah menjalin koordinasi dengan Kementerian Pendidikan atau Dinas Pendidikan untuk memasukkan edukasi terkait literasi digital dan anti hoaks dalam kurikulum. Herwyn mengungkapkan Gen Z bisa menjadi agen anti hoaks yang efektif untuk melawan hoaks. Gen Z harus menjadi generasi muda yang kuat, dewasa dalam menyebarkan informasi, berwawasan luas, dan kritis dalam menerima informasi.
Dari sisi internal, Herwyn berupaya meningkatkan kualitas kader pengawasan partisipatif, khususnya yang berasal dari kalangan Gen Z melalui pelatihan. Lewat pelatihan tersebut, para kader akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi agen anti-hoaks yang efektif. Bawaslu juga berwenang untuk (mengusulkan) take down akun-akun yang terverifikasi menyebarkan fitnah, ujaran kebencian, atau hoaks. Termasuk juga menindak pelakunya apabila bisa terverifikasi.
Berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, jumlah pemilih generasi muda ini mencapai sekitar 56 persen. Maka dari itu, Gen Z diharapkan bisa membantu KPU dalam proses pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang, dengan cara memiliki persepsi dan cara pandang yang sama bahwa pemilu sebagai sarana integrasi bangsa, sarana mempersatukan bukan memecah belah persatuan.
Untuk itu, mengingat tahun 2024 akan segera datang, penting untuk kembali mengingatkan Gen Z agar menambah wawasan tentang dunia politik. Karena jika generasi Z paham dengan hal yang berkaitan kepemiluan, tentu akan menjadi catatan baik sendiri bagi pelaksanaan Pemilu 2024 dalam menentukan sosok pemimpin yang ideal di masa depan.
)* Penulis adalah tim redaksi Saptalika Jr. Media