Oleh: Indira Nasution )*
Pemerintah berkomitmen untuk menjaga hak rakyat, hak kultural, serta hak kesulungan warga yang sudah bermukim secara turun-temurun di Rempang. Rempang Eco City diyakini dapat memberikan eskalasi bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan warga Rempang. Saat masa pembangunan, diperkirakan ekonomi masyarakat dapat ikut terangkat dengan kegiatan ekonomi mikro kecil dan menengah.
Rempang Eco City adalah proyek pengembangan yang bertujuan untuk menjadikan Pulau Rempang di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau sebagai kawasan industri, perdagangan, dan wisata yang terintegrasi. Setelah sempat tertunda hingga 18 tahun lamanya, kawasan Pulau Rempang akhirnya diresmikan sebagai kawasan industri. Pengembangan Kawasan tersebut dilakukan PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha milik Tomy Winata.
PT MEG sebagai pengelola pengembangan Pulau Rempang telah mengantongi Surat Keputusan (SK) Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJL-PSWA) dan SK Pelepasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK). PT MEG kemudian kemudian secara resmi memberi nama proyek ini Rempang Eco City. Pulau Rempang rencananya akan menjadi kawasan pariwisata sekaligus industri dengan konsep “Green Zone”. Kawasan ini dibangun dengan luas kurang-lebih 165 km².
Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi mengatakan akan menjanjikan kawasan wisata Pulau Rempang dapat memudahkan koneksi antar pulau sekitar. Pulau Rempang juga rencananya akan mempromosikan pariwisata alam setempat, seperti konservasi alam, taman burung, zona sejarah, serta kawasan agrowisata terpadu. Kawasan Rempang menjadikan Indonesia memiliki daya saing yang tinggi di kawasan Asia Tenggara.
Disamping itu, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, Ariastuty Sirait menjelaskan jika investasi ini berjalan, akan ada banyak dampak positif yang diterima masyarakat, baik di kawasan Barelang hingga Indonesia pada skala yang lebih besar. Menurut Ariastuty, UMKM akan sangat hidup. Semua proses ini akan melibatkan UMKM. Sebagai contoh adalah usaha bahan pokok dan makanan, dimana pekerja tak perlu jauh ke Kota Batam. UMKM bisa masuk dalam rantai pasok global dan meningkatkan peluang UMKM agar bisa naik kelas.
Indonesia sedang berkompetisi (dengan negara tetangga) untuk mendapatkan Investasi 174 T untuk Xinyi (Produsen kaca terbesar di Dunia yang beroperasi secara global) dan 381 T untuk PT. MEG. Sedangkan rata-rata total investasi di Batam saja per tahun adalah sebesar 13,63 T, maka kehadiran Xinyi dapat menarik investasi lainnya, sehingga tercipta ekosistem usaha yang berdampak baik bagi Pulau Rempang. Pengembangan yang dilakukan akan terus mengedepankan kearifan lokal. Sehingga bukan hanya daerahnya yang akan maju, melainkan masyarakat akan terangkat pula. Apabila ekosistem investasi tidak tercipta, maka berpotensi menyebabkan stagnasi ekonomi wilayah tersebut, sambung Ariastuty.
Pemerintah melalui Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia memastikan proyek Rempang Eco City tetap berlanjut. Termasuk investasi dari Xinyi Glass Holdings Ltd tidak ada pembatalan. Investor yang masuk salah satunya adalah Xinyi Glass Holdings Ltd. Xinyi telah berkomitmen membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa senilai US$11,5 miliar atau setara Rp 175 triliun dan menjadikannya sebagai pabrik kaca kedua terbesar dunia setelah di China.
Bahlil kini masih fokus dalam sosialisasi kepada warga pulau Rempang. Pemerintah memastikan warga Pulau Rempang yang terkena dampak pembangunan proyek Remang Eco City tidak akan dipindah ke Pulau Galang. Warga tersebut hanya diminta bergeser sedikit ke kampung sebelah. Menurut Bahlil hal ini sudah dikomunikasikan lebih dulu kepada warga saat berkunjung ke sana. Warga yang diwakili oleh tokoh-tokoh masyarakat serta beberapa yang akan digeser menyetujui hal tersebut. Ini pun telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Artinya solusi posisi rempang itu bukan penggusuran, melainkan penggeseran saja.
Setiap kepala keluarga yang mengalami pergeseran akan diberikan tanah 500 meter dalam bentuk sertifikat hak milik. Lalu, diberikan rumah tipe 45 senilai Rp120 juta. Namun jika harga rumahnya melebihi dari Rp120 juta, kelebihannya tetap akan dibayarkan oleh pemerintah dengan mekanisme penilaian oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik).
Pemerintah juga memberikan fasilitas kepada warga selama masa tunggu pembangunan rumah yang diperkirakan akan memakan waktu kurang lebih 6 sampai 7 bulan. Setiap Kepala Keluarga (KK) akan mendapatkan uang untuk biaya sewa rumah dan biaya hidup selama rumah hunian tetap belum selesai dibangun. Begitu juga usaha dari warga yang terkena dampak. Wilayah yang akan menjadi tempat tinggal termasuk di dalamnya adalah pelabuhan perikanan.
Pemulihan perekonomian wilayah semenjak pandemi memang harus lebih difokuskan lagi, terutama bagi wilayah yang terdampak. Batam dan Kepulauan Riau berhasil meningkatkan perekonomiannya perlahan-lahan. Akan lebih bijak apabila mempertahankan atau meningkatkannya lebih lagi. Pasalnya memang ada peluang besar di beberapa kawasan Batam dan Kepulauan Riau yang sudah siap untuk menjadi daya saing bagi wilayah asing.
Maka dari itu, pemerintah RI berupaya untuk melakukan pengembangan di beberapa kawasan, salah satunya yakni Kawasan Rempang yang digadang-gadang akan membuka lapangan kerja yang luas. Kawasan Rempang yang disebut dengan Rempang Eco City ini mampu meningkatkan kesejahteraan warga setempat untuk memulihkan perekonomiannya. Oleh sebab itu, masyarakat tidak perlu khawatir karena memang kawasan tersebut sangat potensial.
Penulis adalah Mahasiswa Pecinta Alam FK UNS