Oleh : Ridwan Putra Khalan (*
Antisipasi akan berbagai macam konten dan bermuatan indoktrinasi serta upaya penyebaran paham radikal di ruang digital memang patut untuk dilakukan oleh seluruh pihak. Lantaran, menjelang pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang, aktivitas dari para propagandis untuk menyebarkan ajaran mereka semakin meningkat dan tentu sangat mengancam negara.
Direktur Pencegahan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Bigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol) Tubagus Ami Prindani menyebutkan bahwa memang banyak secara cara yang dilakukan oleh para propagandis untuk bisa menyebarkan paham radikal dan terorisme yang mereka anut ke tengah masyarakat luas.
Beberapa diantara cara penyebaran tersebut adalah dengan kajian agama, hubungan keluarga bahkan juga bisa melalui ruang digital atau media sosial (medsos). Justru menjadi hal yang paling patut untuk bisa benar-benar diwaspadai dan terus dipantau adalah mengenai adanya penyebaran radikalisme melalui media sosial karena memiliki tingkat kerawanan yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan upaya penyebaran melalui media konservatif lainnya.
Tentu bukan tanpa alasan, pasalnya apabila narasi cuci otak yang dengan sengaja dikeluarkan oleh para propagandis dalam menyebarluaskan ajaran dan paham radikal di media sosial tentu bersifat sangat terbuka dan bahkan nyaris tanpa adanya saringan apapun, sehingga masyarakat pun dari berbagai latar belakang dan dari berbagai kalangan bisa mudah untuk mengaksesnya.
Sebagaimana data dari laporan We Are Social, menunjukkan bahwa pada bulan Januari tahun 2023 saja jumlah pengguna aktif media sosial di Tanah Air mencapai sebanyak 167 juta orang. Kemudian apabila dipetakan lagi dari usianya, pengguna aktif media sosial di Indonesia memang didominasi oleh para generasi milenial dan juga para Gen Z, yang mana mereka masih termasuk ke dalam kelompok mahasiswa.
Adanya kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat dalam bermedia sosial, khususnya dari kalangan para pemuda penerus generasi bangsa itu yang seringkali tanpa melakukan penyaringan terlebih dahulu terhadap apa yang mereka konsumsi di ruang digital, jelas sekali akan membuat penyebaran akan paham radikal semakin cepat meluas.
Maka dari itu, hendaknya seluruh masyarakat, utamanya dari kalangan pemuda generasi milenial dan Gen Z harus bisa terus berwaspada serta meningkatkan kehati-hatian mereka dalam menerima dan melakukan penyebaran akan berita atau narasi dan konten apapun dari media sosial, apabila memang belum bisa dipastikan tingkat kebenarannya.
Beberapa waktu lalu, sempat ditemukan bahwa adanya sebuah kasus fenomena mengenai mahasiswi yang terlibat ke dalam kelompok radikal dan jaringan terorisme di salah satu perguruan tinggi swasta di Indonesia. Kasus tersebut sangatlah kompleks lantaran pelaku sendiri sama sekali tidak pernah bertemu dengan kelompok radikal itu secara langsung, melainkan dirinya bisa terdoktrin dan tercuci otaknya akan paham radikalisme melalui media sosial yang dia miliki.
Untuk itu, Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) kemudian langsung bergerak dengan cepat dalam melakukan antisipasi akan kemungkinan penyebaran paham radikal dan terorisme dengan cara melakukan pemutusan akses atau take down terhadap sebanyak 174 akun dan juga konten di ruang digital yang memang terindikasi memuat aktivitas indoktrinasi serta penyebaran paham radikalisme selama bulan Juli hingga Agustus 2023.
Terkait dengan tindak tegas tersebut, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi kemudian mengungkapkan bahwa upaya itu memang telah sesuai dengan bagaimana arahan yang diberikan oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) untuk bisa menciptakan iklim dari pesta demokrasi serta kontestasi politik dalam pelaksanaan Pemilu tahun 2024 mendatang bisa berjalan dengan damai.
Tidak hanya sendirian, namun pihak Kemkominfo juga telah menjalin kerja sama bersama banyak pihak lain seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga Badan Nasional Penanganan Terorisme (BNPT) untuk terus melakukan pemantauan pada platform digital yang memang memuat beragam konten radikalisme serta terorisme.
Kemudian, dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh berbagai pihak tersebut bersama dengan TNI dan BNPT, menunjukkan bahwa adanya peningkatan secara signifikan akan penyebaran konten radikalisme. Bahkan, ada pula beberapa yang terafilisasi dengan Jemaah Ansharud Daulah (JAD) dan Jamaah Islamiah (JI).
Pemutusan akses yang dilakukan oleh Kemkominfo terhadap sebanyak 174 konten dan akun yang ditemukan dan telah tersebar di berbagai platform digital itu juga telah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dengan adanya perkembangan di dunia teknologi dan informasi seperti sekarang ini, memang menjadikan seluruh pihak masyarakat mampu dengan sangat mudahnya menjangkau atau mengakses berbagai macam sumber informasi yang mereka inginkan, bahkan terkadang juga sampai tidak tersaring. Maka dari itu keberadaan ruang digital sendiri memang menjadi yang paling rawan akan praktik penyebaran ajaran radikalisme. Sehingga antisipasi akan seluruh konten yang memuat indoktrinasi memang menjadi sangat penting untuk dilakukan demi menyambut pelaksanaan Pemilu 2024 yang damai dan aman.
)* Penulis adalah Ruang Baca Nusantara