Oleh : Barra Dwi Rajendra )*
Radikalisme menjadi ancaman karena terus menyebar jelang penyelenggaraan Pemilu 2024, termasuk melalui media sosial. Oleh karena itu perlu ada pengawasan di media sosial agar tidak ada konten radikal sehingga penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi lancar.
Media sosial (medsos) menjadi aplikasi kesayangan rakyat Indonesia bahkan netizen di negeri ini adalah salah satu pengguna medsos terbanyak. Medsos digunakan tidak hanya untuk eksis dan menambah jaringan pertemanan. Namun juga untuk branding dan tujuan-tujuan lain.
Akan tetapi medsos saat ini menjadi sangat melenceng karena disalahgunakan oleh kelompok radikal. Mereka sudah mengikuti teknologi dan tidak lagi melakukan serangan di dunia nyata (dengan penembakan atau pengeboman) yang membutuhkan dana besar. Namun kelompok radikal menggunakan media sosial untuk menebar konten radikal sehingga pemikiran masyarakat teracuni.
Setelah pemikiran masyarakat terpengaruh oleh kelompok radikal maka mereka jadi membenci berbagai program pemerintah, termasuk Pemilu. Padahal keadaan ini berbahaya karena tingginya tingkat golput (golongan putih) bisa merusak demokrasi Indonesia dan mengancam azas Pemilu yaitu jujur dan adil.
Wakil Presiden (wapres) K.H. Ma’ruf Amin menyatakan bahwa meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta aparat keamanan melakukan antisipasi paham radikal terorisme yang ada di media sosial jelang Pemilu 2024. Hal ini karena media sosial menjadi salah satu jalur yang membuat banyak orang terpapar paham radikal terorisme.
K.H. Ma’ruf Amin menambahkan, saat ini banyak terdeteksi orang yang terpapar paham radikal karena direkrut dengan kelompok tertentu, melainkan dari media sosial. Dalam artian, pengaruh media sosial sangat besar terhadap masyarakat Indonesia. Mereka bisa terpengaruh oleh paham radikal sehingga ikut-ikutan membenci pemerintah dan memutuskan golput karena anti Pemilu.
Pengawasan di media sosial diperlukan karena Pemilu adalah program yang sangat penting demi memajukan Indonesia. Masyarakat setuju akan himbauan wapres karena mereka juga ingin agar media sosial lebih sehat lagi. Jangan sampai Pemilu yang sakral diganggu kelancaran pelaksanaannya oleh kelompok radikal dan teroris.
Cara untuk mengawasi media sosial adalah dengan bekerja sama dengan pihak platform/pemilik perusahaan medsos. Setelah ada kesepakatan maka jika ada konten yang mengandung paham radikal dan teroris akan bisa langsung dihapus oleh platform medsos. Sementara akun yang menyebarkan konten tersebut diblokir atau dihapus selamanya sehingga tidak bisa beraksi lagi.
Masyarakat bisa ikut mengawasi media sosial dengan cara melaporkan konten bermuatan radikal dan teroris. Dengan melaporkannya ke polisi siber maka akan ditindaklanjuti dan diselidiki siapa yang menjadi admin dari akun media sosial tersebut. Ia bisa ditangkap sehingga tindakannya tak lagi mengganggu kelancaran Pemilu 2024.
Akan tetapi, pengawasan di media sosial bukan sistem pengetatan sehingga masyarakat Indonesia dilarang untuk membuka medsos sama sekali. Mereka masih diberi hak untuk menggunakan medsos, selama menaati aturan dan nilai-nilai kesopanan.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Taufiq R. Abdullah menyatakan bahwa wajib ada peningkatan kewaspadaan terhadap penyebaran paham radikal di media sosial. Para penyeru radikalisme saat ini seolah paham jika media sosial menjadi media paling efektif untuk mempengaruhi generasi muda.
Taufiq menambahkan, penyebaran radikalisme dilakukan sangat masif di media sosial dan pengaruhnya luar biasa, terutama bagi anak muda. Oleh karena itu ia mendukung jika ada pengawasan di media sosial. Tujuannya agar tidak ada anak muda yang terpengaruh oleh konten radikal dan teroris. Mereka tetap tertib mengikuti tahapan Pemilu (yang berusia 17 tahun ke atas).
Dalam artian, pengawasan media sosial diperlukan agar ada perdamaian di medsos. Jelang Pemilu situasi bisa memanas dan jika ada pengawasan maka situasi bisa dibuat lebih kondusif. Kelompok radikal tidak bisa memanfaatkan situasi panas dan mengadu antara tiga kubu pendukung serta memecah-belah masyarakat.
Selama ini kelompok teroris telah memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk perekrutan dan pengkaderan. Dari channel Telegram serta grup Facebook, sengaja didesain agar anak muda mau bergabung.
Oleh karena itu media sosial wajib diawasi agar steril dari serangan kelompok teroris dan radikal. Mereka tak lagi menggunakan bom. Akan tetapi senjatanya adalah konten-konten radikal yang sengaja disebar di media sosial sehingga akan mempengaruhi pikiran masyarakat. Jangan sampai hal buruk ini terjadi dan berpotensi menggagalkan Pemilu 2024.
Untuk mencegah penyebaran radikalisme di dunia maya maka diperlukan pengawasan di media sosial. Caranya dengan bekerja sama dengan pengelola platform medsos sehingga konten radikal dan teroris bisa dihapus, dan pihak yang meng-uploadnya juga diusut hingga dilakukan penangkapan. Pemilu 2024 harus berhasil, oleh karena itu media sosial wajib diawasi sehingga kondusif dan steril dari radikalisme serta terorisme.
)* Penulis adalah Kontributor Angkasa Media Satu