Oleh : Ridwan Putra Khalan )*
Seluruh masyarakat di Indonesia perlu untuk meningkatkan kewaspadaan mereka, utamanya di ruang digital dan media sosial lantaran di dalamnya merupakan salah satu tempat penyebaran pahan radikal dan intoleran, terlebih menjelang pelaksanaan Pemilu 2024 seperti sekarang ini.
Adanya keterbukaan arus informasi dengan berkembangnya teknologi seperti sekarang ini memang merupakan sebuah hal yang layaknya pisau bermata dua. Bagaimana tidak, pasalnya memang di satu sisi merupakan sebuah hal yang baik lantaran memungkinkan seluruh elemen masyarakat untuk bisa mengakses segala jenis informasi yang mereka butuhkan dengan sangat mudah dan cepat.
Akan tetapi, di sisi lain, justru dengan bagaimana masifnya penyebaran dan keterbukaan arus informasi melalui pemanfaatan teknologi seperti para ruang digital ataupun penggunaan media sosial, juga memiliki potensi kerawanan tersendiri lantaran tidak ada yang bisa menjamin bagaimana kredibilitas atau kebenaran informasi yang sudah terlanjur tersebar bahkan hingga menjadi viral serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Sehingga, dengan adanya suatu informasi yang sudah terlanjur viral dan menyebar secara luas di masyarakat hingga dikonsumsi oleh publik, namun apabila ternyata informasi tersebut ternyata bukanlah sesuatu yang sesuai dengan fakta di lapangan atau justru merupakan sebuah informasi berita bohong atau hoaks, tentu akan sangat mendatangkan banyak dampak negatif.
Beberapa diantara dampak negatif yang disebabkan karena adanya penyebaran masif informasi berita bohong atau hoaks yang sudah terlanjur dikonsumsi dan dipercaya oleh masyarakat secara luas adalah terciptanya sebuah pola pikir yang keliru dan menyesatkan sehingga hal itu memungkinkan masyarakat sendiri bertindak atau berperilaku secara tidak benar.
Tidak tanggung-tanggung, bahkan lantaran pola pikir yang sudah terlanjur salah dan dikonsumsi oleh masyarakat luas karena telah menyebar dan viral melalui media sosial atau ruang digital tersebut sehingga kerap kali memicu potensi adanya disintegrasi bangsa atau pecah belah yang terjadi pada persatuan dan kesatuan masyarakat di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terlebih menjelang pelaksanaan pesta demokrasi dan kontestasi politik dalam perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang, maka tidak jarang kini sudah mulai banyak pemberitaan hingga berbagai macam narasi negatif yang bertebaran di masyarakat melalui media sosial atau ruang digital.
Hal tersebut jelasnya apabila diteruskan dan dibiarkan begitu saja tanpa adanya pencegahan yang optimal, maka akan sangat berdampak pada bagaimana keberlanjutan penerapan sistem demokrasi yang berlaku pada bangsa ini dan sangat merusak citra negara sendiri.
Diketahui pula bahwa wahana serangan siber yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilu 2024 memang masih akan terus terjadi sebagaimana ancaman praktik intoleransi, radikalisme dan juga penyebaran paham terorisme pada waktu pelaksanaan pesta demokrasi pada tahun 2019 silam.
Menurut Direktur Intelijen Keamanan (Intelkam) Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel). Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Iskandar F Sutisna bahwa sejauh ini di masyarakat memang masih terdapat beberapa bibit perpecahan sikap intoleransi, radikalisme hingga terorisme ketika menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu), yang mana tidak menutup kemungkinan bahwa serangan siber melalui media sosial dan ruang digital masih akan terus terjadi.
Berdasarkan hasil patroli yang dilakukan oleh Siber Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) bahwa memang masih saja banyak ditemukan adanya berbagai macam situs yang berisi beberapa hal yang berkaitan dengan narasi sikap intoleransi, radikalisme hingga terorisme.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi / Pembelaan Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, H. Oktap Riady menjelaskan bahwa memang tahun 2024 sendiri sudah semakin dekat. Sehingga menyadari hal tersebut, dirinya berkomtimen kuat dari media untuk bisa turut serta berperan aktif dalam menjaga keutuhan negara agar tidak sampai timbul perpecahan.
Tentu saja hal tersebut didukung dengan bagaimana cara kerja dari para wartawan yang dituntut untuk bisa secara profesional menjalankan seluruh tugasnya, sehingga apabila misalnya mendapatkan sumber dari media sosial atau ruang digital, akan langsung melakukan konfirmasi sehingga pemberitaan tersebut bisa disajikan secara berimbang.
Di sisi lain, Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Kementerian Komunikasi dan Informastika (Kemkominfo) berkomtimen kuat pula untuk terus menjaga ruang digital agar pelaksanaan Pemilihan Umum mendatanag bisa berlangsung secara bersih dari adanya berbagai ancaman akan informasi hoaks dan juga narasi radikalisme.
Terkait hal tersebut, Menkominfo Budi Arie Setiadi menegaskan bahwa saat ini pihaknya telah menjalin berbagai macam langkah kordinasi dengan berbagai pihak untuk bisa melakukan pencegahan dan juga penanganan akan informasi hoaks yang menyebar, kemudian akan ancaman disinformasi hingga malinformasi di ruang digital.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak pada tahun 2024 mendatang, maka penyebaran akan paham radikal dan juga intoleran di masyarakat menjadi mengalami peningkatan, utamanya melalui media sosial dan ruang digital sehingga perlu adanya peningkatan akan kewaspadaan dari segenap elemen bangsa untuk bisa menangkalnya.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara