Oleh : Deka Kurniawan )*
Dalam pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN (Association of South East Asian Nations) ke-43, seluruh negara kawasan terus menjunjung dengan sangat tinggi adanya kesetaraan dalam kerja sama dengan semua pihak di dunia untuk terciptanya perdamaian dan juga kesejahteraan bersama.
Sejak pagi hari diketahui bahwa sejumlah Menteri dari Kabinet Indonesia Maju telah tiba di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta untuk bisa menghadiri acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-43. Bukan hanya para menteri saja, namun sejumlah pemimpin negara sahabat juga telah tiba di Indonesia.
Diketahui bahwa Perdana Menteri (PM) Kepulauan Cook Mark Brown di Tanah Air memang untuk menghadiri event internasional tersebut dalam kapasitasnya sebagai Ketua Pacific Islands Forum (PIF).
Sebelumnya, dalam keterangannya kepada awak media, Menteri Luar Negeri (Menlu RI) Retno Marsudi menyatakan bahwa terdapat sebanyak 22 negara yang terdiri atas sebelas negara ASEAN dan sembilan negara mitra menghadiri agenda KTT ASEAN di Jakarta tersebut.
Bukan hanya itu saja, namun Retno juga mengonfirmasi bahwa sejumlah organisasi internasional lainnya turut hadir dalam gelaran Konferensi Tingkat Tinggi yang diketuai oleh Indonesia itu. Beberapa diantaranya adalah Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diwakiliki oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) mereka. Termasuk pula pihak Bank Dunia, IMF hingga World Economic Forum juga turut serta.
Kemudian dalam pembukaan KTT ASEAN ke-43 tersebut, Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi) memberikan pidatonya dan menjawab terkait adanya beberapa pertanyaan mengenai bagaimana kondisi negara-negara di kawasan Asia Tenggara saat ini, terlebih ketika kini memang sedang terjadi gejolak dunia.
Dengan sangat tegas, Kepala Negara menyampaikan dalam pidato pembukaan KTT ASEAN ke-43 bahwa seluruh negara kawasan tetap menjaga kesatuan dan persatuannya dengan sangat baik. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri pula bahwa bersatu bukan berarti seluruh pendapat harus sama.
Melainkan, dalam persatuan yang baik, justru setiap negara anggota masih dimungkinkan untuk memiliki perbedaan pendapat sesuai dengan cara pandang otentik mereka masing-masing. Adanya saling perbedaan pendapat itu sebenarnya juga merupakan hal yang telah sangat lumrah terjadi di Indonesia bahkan bersifat niscaya.
Bagaimana tidak, pasalnya Tanah Air sendiri seluruh masyarakatnya terdiri dari berbagai macam latar belakang yang sangat berbeda, akan tetapi semuanya bisa tetap saling kompak untuk bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana semboyan yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa terdahulu, yakni Bhinneka Tunggal Ika, sehingga meski di tengah perbedaan, namun masyarakat masih tetap dan terus menjunjung tinggi persatuan mereka.
Karena sudah sangat terbiasa untuk berhadapan dengan adanya perbedaan dan tetap saling mempersatukan tersebut, maka dalam Keketuaan ASEAN ke-43 kali ini, Indonesia justru menganggap apabila terjadi perbedaan pendapat antar satu negara dengan lainnya ketika membahas suatu isu, maka itu merupakan hal yang sangat wajar.
Bahkan, menurut Presiden Jokowi sendiri justru ketika masing-masing negara mampu berpendapat, maka hal tersebut menunjukkan bahwa cerminan demokratisasi terjunjung dengan sangat baik. Selain itu, dengan beraninya setiap negara memiliki perbedaan pendapat, juga menunjukkan bahwa kedudukan antar negara memang saling setara dengan tidak adanya pihak manapun yang mendominasi.
Lebih lanjut, adanya kesetaraan posisi antar negara di ASEAN tersebut juga sampai detik ini masih terus dirawat secara bersama-sama oleh seluruh negara kawasan sehingga justru menjadikan adanya hal tersebut merupakan value utama yang terus dijunjung, dengan tujuan untuk bisa menjadi kawasan yang mampu memimpin dunia.
Dengan adanya bingkai persatuan dan kesatuan yang terus dijunjung dengan sangat tinggi oleh seluruh negara kawasan, maka hal tersebut memungkinkan pelayaran kapal besar ASEAN untuk dapat terus melaju. Terlebih dalam menghadapi adanya gejolak dunia dan juga ketidakpastian global yang saat ini memang masih terus terjadi.
Bagaimana adanya gejolak dunia yang menjadikan kondisi serba tidak pasti tersebut memang merupakan tantangan yang hendaknya harus mampu untuk dihadapi secara bersama-sama. Pasalnya, gejolak dunia itu sudah melibatkan adanya perebutan pengaruh atau kekuasaan oleh beberapa kekuatan besar di dunia.
Namun, meski begitu, seluruh negara anggota ASEAN tetap dengan gigihnya mempertahankan posisi mereka dan juga kedaulatan mereka sendiri serta telah sangat bersepakat untuk tidak menjadi proxy atau bagian dari pihak manapun, tidak peduli meski sebesar apapun kekuatan yang mengancam.
Alih-alih akan berpihak atau menjadi proxy bagi salah satu pihak kekuatan dunia yang besar itu, justru seluruh negara kawasan terus mendorong dan membuka diri akan adanya kerja sama yang sangat luas dengan banyak pihak serta mengupayakan untuk terjadinya perdamaian dan kemakmuran bersama secara setara.
)* Penulis adalah kontributor Jendela Baca Institute