Jakarta – Wakil Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Alue Dohong mengatakan Indonesia akan terus mendorong ASEAN untuk berkontribusi dalam menghadapi perubahan iklim dunia.
“Sudah seharusnya ASEAN peka terhadap isu perubahan iklim dunia, untuk itu pada kesempatan KTT ASEAN di Jakarta, Indonesia mendorong kesepakatan untuk hadapi perubahan iklim di dunia”, kata Alue Dohong.
Isu perubahan iklim atau fenomena climate change terus menjadi topik yang mendapat perhatian dari berbagai pihak. Terutama, suhu yang semakin panas belakangan ini semakin terasa di kulit, mendorong setiap orang untuk semakin sadar akan kenyataan dampak perubahan iklim yang nyata.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran mengenai perubahan iklim, Indonesia yang saat ini menjadi tuan rumah KTT ASEAN di Jakarta terus mendorong inovasi teknologi dalam bidang pengurangan karbon, pendanaan proyek dan teknologi iklim, serta bagaimana dunia bisnis dapat mengambil langkah-langkah sesuai dengan prinsip-prinsip Ecosystem, Social, dan Governance (ESG) dalam mendukung keberlanjutan lingkungan.
Wamen Alue Dohong menjelaskan bahwa sektor teknologi iklim memiliki peranan penting dalam memastikan transparansi dan akurasi dari berbagai upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Sementara itu, Chief Executive Officer dari Fairatmos Natalia Rialucky, mengatakan sangat dimungkinkan para pembuat kebijakan, inovator, ahli industri, dan stakeholder lainnya untuk berkolaborasi dalam mendorong inovasi di bidang iklim.
“ASEAN wadah yang tepat dalam berdiskusi dan mencari solusi dalam menghadapi perubahan iklim,” ujarnya di Jakarta.
Sebelumnya, digelar juga Indonesia Future of Climate Summit 2023 atau IFCS 2023 yang menghadirkan sejumlah pakar yang ahli di berbagai bidang teknologi iklim serta sektor yang dapat mendukung pertumbuhan industri ini. Selain sesi panel, IFCS 2023 juga merupakan platform peluncuran laporan inovatif hasil kolaborasi antara Fairatmos dengan Boston Consulting Group (BCG), yang berjudul “Unlocking Nature’s Potential: Southeast Asia’s Role in Combating Climate Change.”
Laporan ini mengungkapkan peluang besar yang ditawarkan oleh solusi berbasis alam (Nature-Based Solutions/NbS) di wilayah Asia Tenggara, dengan proyeksi potensi pasokan offset karbon sekitar 30 persen secara global pada tahun 2030, walaupun wilayah Asia Tenggara hanya mencakup kurang dari satu persen dari total luas daratan dunia.