Oleh : Alfred Jigibalom )*
Klaim perjuangan yang kerap digaungkan oleh Kelompok Separatis dan Terorisme (KST) untuk merekrut Orang Asli Papua tampaknya tidak berdampak signifikan. Karena masyarakat Papua sudah sadar bahwa KST hanyalah kelompok yang gemar meneror guna menebar ancaman.
KST Papua tidak merepresentasikan perjuangan, apalagi aksi yang mereka lakukan justru berdampak pada pengrusakan fasilitas umum sampai pada hilangnya nyawa masyarakat Papua. Benar saja, sudah banyak korban yang berjatuhan, mulai dari petugas hingga warga sipil.
Pantas, jika masyarakat Papua justru menolak keberadaan KST, karena beragam penyebabnya berujung pada kerusuhan. Beberapa organisasi pemuda dan masyarakat yang tergabung dalam komponen masyarakat Papua di Jayapura telah menyatakan menolak secara tegas kehadiran Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Komponen Masyarakat Papua telah menyatakan, bahwa OPM atau KST bahkan tak segan-segan menghilangkan nyawa sesama warga Papua. Ketua II Pemuda Adat Sairery, Ali Kabiay mengatakan bahwa apa yang disebut perjuangan oleh KST saat ini tidaklah murni membela orang Papua. Upaya yang dilakukan oleh kelompok separatis tersebut juga dinilai sudah kuno.
Selain Ali Kabiyai, sejumlah tokoh Papua juga menyerukan hal serupa, di antaranya Ketua Barisan Merah Putih Provinsi Papua, Max Abner Ohee, Ketua GERCIN Rudi Samori dan beberapa tokoh muda Papua lainnya. Sebelum mereka membacakan deklarasi menolak OPM atau KST, mereka juga menggelar diskusi sejarah integrasi Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ali menuturkan, bahwa dirinya memiliki banyak teman anak asli Papua yang saat ini sedang hidup di luar negeri. Mereka di sana sudah tidak mau sibuk lagi dalam kegiatan kemerdekaan Papua, karena mereka merasa telah merdeka sebagai pribadi masing-masing dan sedang menikmati hidup serta mencoba bersaing dalam perang ekonomi.
Berikut ini deklarasi yang disampaikan oleh berbagai komponen masyarakat, yaitu komponen adat dan pemuda :
Pertama, Menolak segala bentuk gerakan separatis di tanah Papua, melalui gerakan bersenjata yang telah banyak memakan korban dan meminta aparat keamanan baik itu TNI maupun Polri untuk mengejar dan melakukan penindakan hukum terhadap para pelaku.
Kedua, Mengutuk keras segala aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata di Papua yang mana hal tersbeut terlihat sangat kuno, karena peperangan di era modern ini bukanlah peperangan secara fisik melainkan peperangan secara ekonomi. Di mana setiap daerah berjuang dan berperang untuk meningkatkan perekonomiannya, oleh karena itu pihaknya mengutuk keras segala aksi kekerasan oleh KST di Papua.
Ketiga, Mendukung sepenuhnya implementasi UU Otsus Nomor 2 Tahun 2022 dan akselerasi percepatan pembangunan di tanah Papua.
Keempat, Mendukung sepenuhnya percepatan pemekaran DOB di Tanah Papua untuk kesejahteraan serta pelayanan yang lebih baik untuk kepentingan masyarakat Papua.
Sementara itu, belakangan ini para petinggi KST Papua juga kerap muncul di media sosial untuk menyampaikan pesan kepada pemerintah Indonesia. Tak jarang pula, petinggi KST Papua justru menyebarkan informasi kepada para anak buahnya melalui video di media sosial tersebut. Namun, justru pesan dari petinggi KST tersebut malah menjadi blunder.
Pasalnya, melalui pesan-pesan tersebut, petinggi KST Papua secara tidak langsung akan memberikan informasi penting kepada TNI-Polri. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Jenderal KST.
Ketika seorang jenderal berniat ingin memberikan analisis usai dilantik, jenderal baru KST tersebut justru membongkar boro anak buahnya sendiri. Semula bermula ketika KST Papua bergerak cepat mengganti Alex Ruyaweri Yessi Makabori. Jenderal Bintang 3 KST Papua tersebut juga sudah insaf dan telah kembali memeluk sang Merah Putih.
Penolakan terhadap KST sempat terjadi seperti aksi pawai merah putih cinta tanah air dan pernyataan sikap dari masyarakat yang menolak KST di Kampung Atapo, Distrik Mimika, Kabupaten Mimika dengan Tema “Satu Dayung Untuk Indonesia”. Acara tersebut dipimpin oleh Komandan Kodim 1710/Mimika Letkol Inf Dedy Dwi Cahyadi.
Kegiatan aksi pawai merah putih cinta tanah air dan pernyataan sikap menolak KST tersebut diikuti oleh para tokoh, aparat kampung dan masyarakat dari 7 kampung dari distrik Mimika Barat yang berjumlah kurang lebih 400 orang. Dalam kegiatan tersebut Letkol Dedy mengajak masyarakat untuk terus bergandengan tangan dan bersatu padu untuk selalu menjaga keutuhan NKRI. Peserta yang mengikuti pawai menggunakan perahu dan memakai sejumlah atribut berciri khas merah putih dengan titik start di Sungai Kokonao dan finish di Dermaga Kampung Atapo. Masyarakat tampak sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut.
KST juga tidak mendapatkan simpati dari masyarakat, karena mereka pernah memaksa warga untuk mengibarkan bendera bintang kejora pada tanggal 1 Desember yang bertepatan dengan hari ulang tahun OPM. Masyarakat yang tinggal di Papua sontak menolak ajakan tersebut karena mereka masih setia kepada Pancasila dan NKRI.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Bali