JAKARTA – Kasus dugaan ujaran kebencian yang diduga dilakukan Rocky Gerung terhadap Presiden Joko Widodo telah bergulir di Polda Metro Jaya. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mengatakan, ucapan Rocky Gerung tidak elok dalam konteks bermasyarakat, bersosial, dan berketuhanan.
“Di wilayah Indonesia ini, kita hidup berbangsa dan bernegara tentu ada ketentuan dan aturan hukum yang harus dipatuhi karena hukum untuk membuat peraturan agar masyarakat bisa lebih tertib,” kata Ade dalam program acara Trijaya Hot Topic Petang dengan tema “Menjaga Etika Demokrasi Bernilai Pancasila”, Senin (7/8/2023).
Menurut Ade, penyampaian pendapat sebagai wujud demokrasi harus dilihat dari semangat dan nilai-nilai luhur bangsa. Demokrasi di Indonesia berbeda dengan demokrasi negara-negara yang ada di dunia. Hal itu dikarenakan karakteristik masyarakat Indonesia, yaitu masyarakat majemuk, heterogen, dan berketuhanan, sehingga ada nilai yang harus dijalankan dan dipahami serta dipatuhi, baik norma tertulis maupun tidak tertulis.
Ia menambahkan, dalam konteks berpendapat, tidak bisa mengungkapkan semaunya, apalagi di ruang publik dengan dasar alasan berdemokrasi.
“Batasan kebebasan berpendapat dalam konteks demokrasi Pancasila, tercantum dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan jika melihat dalam hidup bermasyarakat, bersosial dan berketuhanan, tentu batasannya muncul dalam masyarakat. Publik bisa menilai apakah itu positif atau tidak, apakah sebuah kritikan atau tidak,” ujar dia.
Ade menjelaskan, masyarakat Indonesia yang bersuku dan beretnis, memiliki adab yang berkembang dan dilatarbelakangi keagamaaan. Selain itu, terdapat adat istiadat, kultur, dan budaya yang wajib dipatuhi.
“Sebagai akademisi, ilmuwan atau apapun, dalam memberikan masukan, tidak bisa melepaskan hal itu, karena kita tidak terlepas dari kultur dan budaya serta tradisi yang ada di daerah dan keluarga masing-masing,” papar Ade.
Ade menegaskan, adab lebih tinggi dari ilmu karena sepandai-pandainya orang ketika tidak ada adab, tentu tidak dapat penghormatan dan kemuliaan di dirinya. Namun, serendah-rendahnya ilmu yang dimiliki seseorang, tapi jika memiliki adab makan ada kemuliaan yang didapatkan.
Dengan demikian, kata Ade, ucapan-ucapan yang tidak pantas, jika disampaikan dalam forum terbuka, maka nantinya dapat menjadi referensi atau kebiasaan buruk jika tidak diperingatkan. Selain itu akan mengikis nilai-nilai kultur budaya.
Ade memaparkan, antara kritikan, hinaan dan cacian sebenarnya sudah jelas perbedaannya. Sehingga tidak perlu diperdepatkan lagi, ucapan Rocky Gerung bukan ucapan mengkritik.
Jika ditilik secara hukum, menurut Ade, kasus ini merupakan delik aduan. Akan tetapi, perlu dilihat lagi apakah terkait norma-norma yang melekat dikultur yang ada.
“Ucapan Rocky Gerung jika tidak dilakukan peringatan atau warning, akan menjadi preseden yang tidak baik dan legitimasi bagi orang lain untuk bisa bebas melakukan hal seperti itu, sehingga menjadi problem dimasa yang akan datang. Nanti aparat kepolisian yang melihat apakah itu sebuah persoalan yang harus diberikan sanksi,” jelas Ade.
Ade mengatakan, Presiden Joko Widodo sendiri mempersilakan kritik dan koreksi terhadap sebuah kebijakan yang dirasa tidak baik. Tapi, kritik harus ada solusinya, nilai positif, atau keinginan untuk memberikan perbaikan.
“Kritik yang membangun atau konstruktif penting agar pemerintah menyadari bahwa diawasi dan dikontrol publik. Hal tersebut lebih baik ketimbang kritik tanpa solusi dengan diksi negatif dan tidak pantas, bahkan merendahkan dan mengakibatkan orang akan marah dan tidak simpatik terhadap ucapan-ucapan tersebut dengan dalil kebebasan berdemokrasi,” ujar Ade.