Jakarta – Ketua Desk Kerja Sama Regional Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana mengatakan kesejahteraan yang diperjuangan untuk masyarakat ASEAN wajib mengimplementasikan konsep ekonomi hijau. Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan sidang umum ASEAN Inter-Parlementary Assembly (AIPA) Ke-44 akan mengawal implementasi dari ekonomi hijau tersebut.
“Saat ini tinggal bagaimana kawasan ASEAN siap menuju transisi hijau, dan masyarakat ASEAN mendapat dukungan secara inklusif dalam peningkatan ekonomi,” tutur Ketua Desk Kerja Sama Regional Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana di Jakarta.
Hal terpenting adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan harus berkelanjutan, katanya.
“Jangan sampai ada terjadi mungkin satu negara yang punya pertumbuhan yang tinggi; ASEAN lainnya, justru jomplang atau rendah pertumbuhannya,” jelas dia.
Ia menegaskan butuh pengawalan atau penjagaan terhadap ekonomi hijau, baik di dalam satu negara maupun dalam satu kawasan ASEAN, itu tentu harus dikawal secara bersama-sama melibatkan seluruh anggota ASEAN.
“Semua ini supaya tidak terjadi ketimpangan sampai berlarut-larut, dan kita di Parlemen/AIPA serta ASEAN wajib terus mengawal implementasi ekonomi hijau dan penanggulangan ketimpangannya,” ungkap Putu.
Sementara itu, Manager Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada Lukas Andri Surya Singarimbun mengatakan saat ini, kerja sama ASEAN sangat dibutuhkan untuk menghadapi dampak negatif perubahan iklim dalam berbagai sektor utama masyarakat ASEAN. Sebagai contoh, ASEAN berpotensi kehilangan setidaknya 35% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) kawasan pada tahun 2050 akibat perubahan iklim.
Menurutnya, tantangan perubahan iklim dikhawatirkan semakin menyulitkan masyarakat ASEAN dalam memperoleh makanan yang bernutrisi. Pada tahun 2020 saja, 46% dari masyarakat ASEAN tidak mendapatkan akses terhadap makanan yang sehat dan bergizi.
Selain itu, permasalahan seperti gelombang migrasi yang masif karena kurangnya bahan makanan, isu kelaparan, kemiskinan, hingga keamanan juga akan mempersulit integrasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi kawasan.
Untuk diketahui, Ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang tidak hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata, tapi juga memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dan inklusivitas pembangunan. Dalam praktiknya, sistem ekonomi ini dapat diimplementasikan dengan melakukan efisiensi penggunaan sumber daya, pengurangan emisi karbon, dan mengurangi polutan serta limbah yang dapat merusak lingkungan. Melihat kondisi ASEAN saat ini, strategi ekonomi hijau perlu dilaksanakan pemerintah dan masyarakat negara-negara ASEAN.
Dalam perkembangannya, ASEAN telah membuat kerangka kerja sama dalam pengembangan ekonomi hijau di kawasan, salah satunya melalui adopsi Framework for Circular Economy for the ASEAN Economic Community (AEC) pada AEC Council Meeting ke-20. Kerangka kerja ini berperan sebagai pedoman jangka panjang ASEAN dalam meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan melalui praktik ekonomi sirkular. ASEAN pun telah mengeluarkan berbagai laporan kerja sama untuk melihat dan mengukur potensi dampak perubahan iklim di kawasan.
“Melalui implementasi praktik ekonomi hijau di kawasan, negara-negara di ASEAN dapat membuka banyak lapangan kerja baru hingga mencapai 30 juta lapangan kerja yang berhubungan dengan pengembangan usaha dan bisnis ekonomi hijau pada tahun 2030,” ujar Lukas Andri.