Oleh : Arzan Malik Narendra )*
Semua pihak diharapkan menolak dengan tegas kampanye dan penggalangan dukungan lainnya dilakukan di tempat ibadah. Elit politik dan gerakan relawan hingga simpatisan juga diharapkan dapat mengikuti aturan tersebut dan bersama-sama mewujudkan situasi kondusif.
Memang sejauh ini, kerawanan akan terjadinya konflik secara horizontal di tengah masyarakat Tanah Air, utamanya menjelang perhelatan pesta demokrasi dan kontestasi politik dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang harus terus untuk diwaspadai oleh banyak pihak.
Ini menjadi salah satu bentuk kewaspadaan dari upaya Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) di Kota Blitar, terutama adalah pada saat menjelang adanya penetapan daftar calon sementara (DCS) anggota legislatif maupun adanya penetapan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nanti.
Terkait dengan upaya untuk terus mewaspadai agar tidak sampai terjadi gesekan ataupun konflik secara horizontal di tengah kemajemukan masyarakat di Indonesia, Kepala Bakesbangpol Kota Blitar, Toto Robandiyo menyatakan bahwa pihaknya terus melakukan pemantauan mengenai perkembangan situasi terkini dan juga terus memantau akan terjadinya dinamika yang ada di masyarakat.
Pemantauan tersebut jelas menjadi hal yang sangat penting, utamanya tatkala pasca adanya penetapan daftar calon sementara nantinya, hingga pada tahap Pemilu selanjutnya yakni penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).
Tidak bisa dipungkiri pula bahwa dalam proses tahapan pelaksanaan Pemilu tersebut, pastinya juga akan diwarnai dengan kemungkinan atau adanya potensi permasalahan yang nantinya bisa timbul di masyarakat, sehingga memang harus mampu untuk diantisipasi sedini mungkin.
Pihak Bakesbangpol Kota Blitar sendiri terus berupaya untuk memaksimalkan seluruh tugas dan fungsi mereka dalam mewujudkan ketentraman dan ketertiban (kasi tantrib), baik itu pada tingkat kelurahan maupun pada tingkat kecamatan untuk bisa terus memantau seperti apa kondisi dan situasi di seluruh wilayah di sana.
Terlebih, adanya potensi atau kerawanan akan konflik yang mungkin saja bisa terjadi di tengah masyarakat menjelang pelaksanaan Pemilu pada tahun 2024 mendatang adalah terjadinya konflik berupa isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) hingga adanya praktik politik identitas yang bisa saja digunakan sebagai kendaraan oleh beberapa pihak yang sama sekali tidak bertanggung jawab.
Bukan hanya sekedar tidak bertanggung jawab saja, pihak yang dengan sengaja terus menghembuskan dan menggunakan praktik politik identitas melalui adanya isu berbau SARA di tengah masyarakat tersebut juga merupakan pihak yang sama sekali tidak menjunjung tinggi prinsip pemilihan jujur dan adil, karena mereka menggunakan cara-cara kotor untuk bisa mempromosikan calon yang mereka usung guna memenangkan sebuah kontestasi politik.
Maka dari itu, komunikasi yang intensif dan juga integrasi yang kuat harus terus dibangun oleh seluruh pihak, mulai dari partai politik (parpol) sendiri, kemudian kepada seluruh organisasi masyarakat (ormas) hingga para relawan untuk bisa menjauhi praktik politik identitas karena sangat berpotensi untuk bisa menjadi pemicu akan pecah belahnya persatuan di tengah masyarakat dan mengganggu stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Saat ini sejumlah aksi penggalangan dukungan kepada calon pemimpin tertentu yang akan melaju dalam Pemilu mendatang di beberapa daerah memang sudah mulai marak dilakukan. Sehingga hendaknya seluruh relawan pemenangan ataupun para simpatisan yang hadir dan terlibat bisa untuk menghindari adanya kegiatan politik praktis yang diselenggarakan di tempat ibadah, apalagi hanya untuk bertujuan menggalang dukungan hingga berkampanye.
Pengendalian diri dari seluruh pihak relawan dan simpatisan pemenangan dari calon manapun untuk bisa terus mengendalikan diri mereka masing-masing serta mengikuti aturan dan anjuran pemerintah untuk bisa melakukan praktik politik secara baik, yang mana di dalamnya adalah politik dengan penuh etika.
Salah satu contoh dari bagaimana bentuk politik beretika yang ditunjukkan oleh para relawan hingga simpatisan, tercermin dari bagaimana relawan yang terus gencar memperkanalkan nama Capres dari PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo ke seluruh masyarakat di Kabupaten Majalengka, yakni dengan melakukan pendekatan parade seni budaya.
Loyalis Ganjar itu berjuluk Relawan Network dor Ganjar Presiden menunjukkan bagaimana cara melakukan politik yang beretika, yakni dengan mengenalkan sosok junjungan mereka namun melalui adanya parade seni budaya dan juga melakukan kegiatan positif lain seperti jalan sehat. Jelas sekali tidak ada unsur politik identitas yang terjadi di sana, apalagi sampai melakukan penggalangan dukungan di tempat ibadah karena sudah menyalahi aturan.
Peraturan akan adanya larangan untuk berkampanye dan melakukan penggalangan dukungan di tempat ibadah memang hendaknya harus bisa dipatuhi oleh seluruh pihak, utamanya menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. Semua elemen masyarakat juga harus terus berwaspada dengan terjadinya praktik politik identitas yang sangat berbagaya dan mampu memecah belah keutuhan bangsa.
)* Penulis adalah kontributor pada Lembaga Siber Nusa