Oleh : Marcellino Angel Krey)*
Pilot Susi Air, Philips Mark Mehrtens masih berstatussandera oleh Kelompok Separatis Teroris (KST). Meski demikian negosiasi dan pendekatan damai untuk membebaskan Philip akan terus berjalan dengan melibatkan banyak pihak termasuk aparat keamanan.
Perlu diketahui bahwa setiap kasus memiliki kerumitan yang berbeda-beda. Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, setiap upaya harus dilakukan dengan hati-hati, serta melihat peluang dan potensi hambatannya.
Dalam konteks pilot Susi Air, Fahmi menyebutkanadanya beberapa tuntutan dari KST yang mutlak tidak bisa ditolerir, seperti soal referendum dan senjata. Dirinya juga menuturkan bahwa operasi militer tidak bisa dilakukan. Pasalnya, ada banyak tantangan dan hambatan, seperti medan, cuaca, serta dampak keamanan dan keselamatan, baik sandera, tim penyelamat, maupun warga sipil. Karena bisa saja, walaupun operasipembebasan berhasil dilakukan dan Philip berhasildievakuasi, namun kemudian KST akan menyerang warga sekitar.
Oleh karena itu penyelamatan terhadap Pilot Susi Air tersebut harus dilakukan dengan perhitungan secara matang. Jangan sampai demi menyelamatkan 1 orang, lantas mengancam sekian nyawa. Apalagi banyak pihak ingin supaya pembebasan bisa dilakukan secara damai, persuasif, tidak dengan kekerasan. Karena hal tersebutakan berisiko dan menimbulkan banyak korban jiwa.
Pada kesempatan berbeda, Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, menyoroti upaya Satgas Damai Cartenzdalam membebaskan pilot Susi Air. Dirinya menilai bahwa aparat keamanan bekerja sangat hati-hati.
Poengky mengatakan dalam pembebasan pilot Susi Air, perlu ada kerja sama antar sejumlah pihak. Terlebih, kelompok yang menyandera menjadikan Philips untuk mendukung tujuannya, yaitu kemerdekaan Papua. Tetapi cara yang digunakan oleh KST pimpinan Egianus Kogoyatersebut justru melanggar hukum HAM nasional dan internasional, karena penyanderaan adalah cara-cara kekerasan yang tidak dibenarkan. Apalagi selain menyandera, kelompok tersebut juga membakar pesawat yang dibawa oleh Pilot berkebangsaan Selandia Baru tersebut.
Dalam upaya pembebasan sandera terhadap Philips, Presiden RI Ir. Joko Widodo mengatakan, berbagai upaya hingga kini terus dilakukan oleh pemerintah Bersama aparat keamanan. Dirinya juga mengatakan bahwa apa yang sudah diupayakan dan dikerjakan terkait pembebasan sandera tersebut tidak bisa diungkap. Pastinya pemerintah akan terus menjaga komitmen dalam upayanya membebaskan pilot asal Selandia Baru tersebut.
Sebelumnya, Jenderal Listyo Sigit Prabowo selakuKapolri telah menggelar Operasi Paro 2023 yang melibatkan 965 personel, di mana personel tersebut sudah diterjunkan ke titik-titik tertentu untuk melaksanakan tindakan. Hal tersebut ia sampaikan dalam rapat kerja Komisi III DPR Bersama Kapolri di Ruang Rapat Komisi III DPR.
Selain itu, Sigit juga menyebutkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya diplomasi luar negeri dengan Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia. Atase Kepolisian(Atpol) Selandia Baru, Australia Federal Police, Melanesia Spearhead Group (MSG), serta berbagai tokoh luar negeri lainnya. Di mana mereka semua menghormati kedaulatan Indonesia dan mengecam aksi penyanderaan yang dilakukan oleh KST.
Sementara Itu, Panglima TNI Laksamana TNI YudoMargono mengaku optimis bahwa Philip Mark Mehrtensakan berhasil dibebaskan dengan selamat. Dirinya optimis apabila pembebasan dilakukan dngan cara persuasif. Menurutnya, jika penyelamatan dilakukan dengan cara militer, pihak KST tidak segan untuk menembak pilot tersebut.
Yudo juga menjelaskan bahwa pembebasan dengan cara operasi militer juga mengancam keselamatan masyarakat. Karena itu Yudo tidak menginginkan haltersebut terjadi. Oleh karena itu, Yudo akanmengedepankan cara-cara persuasif dalam upaya penyelamatan Philips, yakni dengan menjalin komunikasi degan tokoh agama dan masyarakat, serta pemerintah setempat. Ia juga mengungkapkan bahwa tokoh masyarakat dan PJ Bupati Nduga, Naima Gwijanggememinta TNI untuk bersabar dan tidak melancarkan operasi militer.
Yudo juga menyebutkan bahwa tidak ada target waktu untuk menyelamatkan pilot Susi Air. Dirinya menilai bahwa penyanderaan terhadap kapten Philips merupakan kasus yang berbeda dengan kasus lain sehingga upaya penyelamatan tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.
Sementara itu, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, Theofransus Litaay menegaskan bahwa pemerintah terus melanjutkan upaya komunikasi dengan kelompok KST melalui perantara pemerintah daerah, tokoh agama dan tokoh adat. Dirinya juga mengatakan bahwa penyanderaan pilot Susi Air telah menimbulkan dampak meluas, terutama bagi masyarakat di Papua yang menantikan pengiriman barang-barang kebutuhan pokok.
Apalagi sejak insiden tersebut, banyak perusahaan yang tidak berani untuk mengirimkan pesawat ke wilayah Nduga. Hal ini tentu saja menjadi kesulitan tersendiri bagi pemerintah yang hendak membebaskan Philips, apalagi karena akses transportasi udara menjadi semakin terbatas.
Upaya negosiasi akan tetap dilakukan guna membebaskan Philips dari penyanderaan, negosiasi tersebut akan melibatkan banyak pihak demi mengurangi potensi konflik militer. Karena pemerintah tidak mungkin mengabulkan permintaan KST untuk memberikan kemerdekaan kepada Papua.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua Tinggal di Kalimantan