Oleh : Viktor Awoitauw )*
Papua memiliki 4 DOB (Daerah Otonomi Baru) yakni Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Di 4 DOB tersebut dapat dipastikan butuh ASN (Aparatur Sipil Negara). Masyarakat mendukung rekrutmen ASN dengan cara yang adil dan mengutamakan warga asli Papua, karena sesuai dengan UU Otsus.
Papua adalah daerah yang memiliki potensi besar. Tak hanya sumber daya alam tetapi juga sumber daya manusia (SDM). Banyak putra asli Papua yang punya kecerdasan tinggi, bahkan menjadi menteri dan pejabat di Jakarta. Warga Papua sudah makin pintar dan berprestasi, dan bisa bekerja di segala bidang.
Masyarakat Papua tak hanya bekerja sebagai petani, pedagang, atau nelayan. Akan tetapi mereka juga ada yang berkarir sebagai pegawai negeri alias ASN. Ketika jadi ASN maka mereka senang karena bisa melayani rakyat sekaligus jadi abdi negara. Pekerjaan sebagai ASN dipandang sangat bagus dan diidam-idamkan oleh pemuda Papua.
Bupati Puncak Willem Wandik menyatakan bahwa dirinya mendorong agar dalam penerimaan CPNS, khususnya di 4 DOB memperhatikan anak-anak asli Papua dengan persentase 80:20 persen. Artinya 80 persen untuk orang asli Papua (OAP) dan 20 persen untuk masyarakat nusantara yang keahliannya tidak dimiliki oleh orang Papua dan mereka yang lahir dan besar di Papua atau orang tuanya sudah mengabdi puluhan tahun di Papua.
Dalam artian, mayoritas ASN di Papua adalah orang asli Papua. Hal ini sangat wajar karena jika pegawainya adalah warga Papua maka mereka lebih memahami karakter dan sifat dari OAP (Orang Asli Papua). Dengan begitu maka pelayanan terhadap OAP akan lebih baik, karena sama bahasa dan sukunya, atau mengerti bagaimana mendekati dan berkomunikasi dengannya.
Amatlah wajar jika ASN di Papua adalah orang Papua. Pertama, mereka makin cerdas dan banyak yang memiliki gelar sarjana. Ketika sudah lulus kuliah maka akan mengikuti ujian CPNS dengan tujuan untuk mengabdi kepada negara dan rakyat Papua. Mereka jadi ASN karena ingin melayani masyarakat, bukan untuk memperkaya diri sendiri.
Kedua, ada program beasiswa Otsus bagi anak-anak Papua yang berprestasi. Mereka bisa sekolah hingga SMA, bahkan perguruan tinggi. Rata-rata memilih untuk kuliah di Jawa dan biayanya ditanggung oleh pemerintah melalui dana Otsus. Setelah jadi sarjana mereka kembali ke Papua dan wajib mengabdi dengan cara jadi ASN.
Oleh karena itu sangat wajar jika mayoritas ASN di 4 DOB Papua adalah OAP. Penyebabnya karena mereka sedang menjalankan pengabdian dan melayani rakyat, dan membalas jasa pemerintah dengan cara jadi pegawai negeri.
Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan SDM di wilayah DOB Papua akan diprioritaskan diisi orang asli Papua, yakni 80 persen. Sedangkan 20 persen lainnya diisi orang non-asli Papua.
Mahfud menambahkan, pemenuhan DOB Papua dilakukan melalui pemetaan jabatan yang dilakukan oleh Pemda masing-masing sesuai dengan kuota bagi orang asli Papua yang tersebar pada kementerian atau lembaga dan pemda. Kemudian pengalihan ASN dari daerah induk ke daerah pemekaran dan pemenuhan alokasi formasi baru apabila diperlukan.
Dengan demikian, pemerintah memutuskan bahwa kebutuhan ASN di DOB Provinsi Papua nantinya dapat dipenuhi dari tenaga honorer dan CPNS formasi 2021 dari provinsi induk. Penerima beasiswa S2 Papua sebanyak 434 orang dan lulusan IPDN periode 2017-2021 sebanyak 487 orang.
Hal ini dilaksanakan dengan penghitungan DOB Provinsi Papua sebanyak 46 ribu ASN dan mempertimbangkan kearifan lokal Papua dengan komposisi 80 persen OAP dan 20 persen non OAP.
Mahfud mengatakan ada tiga poin yang dilakukan untuk seleksi SDM di wilayah DOB Papua. Berikut poin-poinnya: pertama, pengukuhan dalam jabatan bagi yang telah menduduki jabatan setara dengan jabatan yang masih satu rumpun jabatan, khususnya yang berasal dari provinsi induk. Kedua, uji kesesuaian dalam jabatan (job fit), bagi pegawai yang telah menduduki jabatan setara dengan rumpun jabatan yang berbeda.
Sedangkan yang ketiga adalah seleksi terbuka dan kompetitif berdasarkan peraturan perundang-undangan, apabila tidak terdapat kesesuaian PNS dengan jabatan yang dibutuhkan, baik dari dalam lingkungan Provinsi Papua maupun di luar Provinsi Papua.
Ketika banyak ASN adalah OAP bukan berarti rasis atau pilih kasih. Namun ini adalah keistimewaan yang diberikan kepada seluruh rakyat Papua. Amatlah wajar jika di UU Otsus disebutkan bahwa pemimpin di Papua (Gubernur, Wali Kota, dan wakilnya) harus orang asli Papua. Oleh karena itu ASN yang diterima juga harus OAP.
Masyarakat mendukung rekrutmen ASN di Papua yang mayoritas diisi oleh OAP. Mereka berhak diberi kemudahan agar menjadi abdi negara sekaligus mengayomi dan melayani rakyat. Ketika OAP jadi ASN maka mereka akan lebih mengerti bagaimana cara berkomunikasi dan mengatasi berbagai kebutuhan orang Papua, karena memahami bahasa dan karakteristiknya.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Bandung