Jakarta – Keputusan MK yang telah menetapkan sistem Pemilu 2024 adalah proporsional terbuka membuat penyelenggara dan peserta Pemilu bisa fokus pada persiapan pematangan kontestasi Pilpres maupun Pileg di tahun 2024.
Direktur Eksekutif Indostrategic, Dr. Khoirul Umamm M.Ec. mengatakan bahwa keputusan MK terkait sistem Pemilu harus diapresiasi.
Selain itu, lanjutnya, kesiapan penyelenggara Pemilu sudah cukup baik. Yang terpenting, gangguan-gangguan terkait dengan elemen yang mencoba memainkan ranah penegakan hukum harus diantisipasi dan dinetralisir secara efektif.
“Pemerintah dan DPR harus berkomitmen pada regulasi penyelenggaraan Pemilu 5 tahun sekali agar tahapan Pemilu berjalan dengan baik.” Kata Dr. Khoirul dalam wawancara dengan radio Elshinta, Jumat (16/6)
Menurut Dr. Khoirul, pengawalan yang baik oleh masyarakat sipil, aktivis, mahasiswa, dan jaringan media diperlukan untuk menjamin netralitas dan independensi penegak hukum dalam menangani sengketa Pemilu.
“Jika Pemilu berjalan dengan adil, maka produk Pemilu juga akan jauh lebih sehat, baik secara demokrasi maupun pelaksanaan kedepannya, ungkap Dr. Khoirul.
Dirinya menambahkan, pergerakan PDIP yang cukup intens dengan membuka komunikasi ke sejumlah Parpol dinilai positif karena menjadi tanda luasnya sprektrum komunikasi politik, sekaligus menguatkan politik rekonsiliasi.
“Netralitas penyelenggara Pemilu akan menentukan kredibilitas hasil Pemilu. Masyarakat akan percaya jika penyelenggara Pemilu tidak berpihak dan tidak menjadi perpanjangan tangan bagi kepentingan politik.” Katanya.
Dalam dialog bersama Elshinta, pengamat politik sekaligus Guru Besar Ilmu Politik Universitas Paramadina tersebut menambahkan, diperlukan komitmen semua pihak, agar sengketa pasca Pemilu, baik dalam konteks Pilpres maupun Pileg, tidak sampai menimbulkan political distrust dari masyarakat. Sehingga Pemilu harus dijalankan dalam kondisi literasi politik masyarakat yang matang.
Semua pihak juga, harus sadar dan paham perlunya meminimalisasi praktik politik uang dan politik identitas.
“Politik identitas sifatnya menghadirkan polarisasi, sehingga berpotensi memecah belah bangsa dan harus diwaspadai,” ungkap Dr. Khoirul.
Pilihan masyarakat jangan sampai didorong oleh informasi yang dibanjiri oleh hoax, fake news, dan hate speech yang sangat tidak produktif bagi perkembangan demokrasi Indonesia. Tokoh agama dan Ormas agama pun harus berpijak pada basis moderatisme agar tidak larut pada politik praktis yang hanya menjadi alat pemenangan kontestasi politik. []