Manggarai Barat — Kerja sama bilateral terus dilakukan oleh Indonesia dengan Malaysia, utamanya dalam momentum pelaksanaan KTT ASEAN 2023. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi kemudian menekankan mengenai pentingnya perlindungan pekerja migran.
Diketahui bahwa Presiden Jokowi mengundang Perdana Menteri (PM) Malaysia, Anwar Ibrahim untuk membahas perihal kerja sama bilateral antara kedua negara.
Bukan hanya menekankan pentingnya perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) saja, namun beliau juga menegaskan mengenai optimalisasi one channel system atau sistem satu kanal.
Terkait hal tersebut, Menteri Luar Negeri (Menlu RI), Retno Marsudi setelah mengikuti pertemuan bilateral itu menjelaskan bahwa pertemuan dilakukan di sela rangkaian KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo.
“Bapak Presiden kembali mengingatkan pentingnya optimalisasi one channel system dan perlindungan para pekerja migran Indonesia yang bekerja di Malaysia,” kata Retno.
Lebih lanjut, menurut Menlu, kedua pemimpin negara juga telah membahas mengenai rencana percepatan penyelesaian pada bisang perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.
Menlu Retno mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi meminta agar persoalan mengenai perbatasan bisa segera diselesaikan.
Terkait dengan persoalan pada bidang perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia sendiri khususnya pada perbatasan laut dan perbatasan darat.
“Bapak Presiden menyampaikan pentingnya segera kedua belah pihak untuk menyelesaikan beberapa bidang untuk perbatasan laut dan juga perbatasan darat,” ujar Menlu.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sendiri juga telah menegaskan bahwa ASEAN sama sekali tidak boleh menjadi proksi negara manapun.
Pasalnya, prinsip dari keketuaan Indonesia dalam KTT ASEAN 2023 sendiri adalah sebuah kolaborasi dan kerja sama.
“Prinsip Indonesia di keketuaan ASEAN adalah kolaborasi dan kerja sama dengan siapa pun dan kita tidak ingin ASEAN menjadi proksi siapa pun, proksi negara mana pun,” ujar Presiden.
Menurutnya, dengan begitu, maka ASEAN akan tetap terbuka dan bisa menjalin kerja sama dengan banyak negara.
Dengan prinsip demikian, maka seluruh masalah akan bisa diselesaikan dengan jalan dialog, termasuk juga mengenai isu di Myanmar.
Presiden Jokowi sendiri mengaku bahwa isu Myanmar akan menjadi salah satu poin pembahasan pada ASEAN Summit 2023.
Isu mengenai Myanmar tersebut bagi Presiden RI ketujuh itu akan terus dibahas dengan mengacu pada 5 poin konsensus dan sama sekali hendaknya tidak dengan menggunakan sanksi, namun dialog.
“Iya, secara khusus akan dibahas. Tapi, acuan kita tetap untuk Myanmar, acuan kita tetap ‘5 Point of Consensus’, itu tetap menjadi acuan, tetapi harus dengan dialog, bukan karena–menurut saya sanksi itu bukan sebuah solusi,” tegasnya.
Dia pun berharap agar konflik di Myanmar dapat segera diselesaikan. Setidaknya ada tiga hal yang ditekankan Jokowi terkait isu Myanmar, mulai dari penghentian kekerasan hingga mendorong peran aktif dari Myanmar dalam dialog-dialog.
“Pertama, kekerasan harus dihentikan, segera dihentikan. Yang kedua, bantuan kemanusiaan harus sampai ke rakyat di Myanmar,” ungkapnya.
“Yang ketiga, dialog–ini yang penting–yang ingin kita yang aktif tidak hanya di sini, tetapi juga di Myanmar sendiri juga harus aktif untuk berperan dalam dialog-dialog yang ingin kita lakukan,” tutur Jokowi.