KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, membuat Indonesia kembali menjadi perhatian dunia. Tentu saja, dengan sejumlah pengalaman pergelaran event internasional, membuat Indonesia tidak sulit untuk menjadi tuan rumah KTT ASEAN 2023.
Sebagai pemegang keketuaan ASEAN di tahun 2023 ini, Indonesia telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjembatani perbedaan yang sangat dalam dan lebar. Namun, Presiden Jokowi meyakini jika keberhasilan hanya akan dapat tercapai jika semua negara, tanpa terkecuali, berkomitmen, bekerja keras, menyisihkan perbedaan-perbedaan untuk menghasilkan sesuatu yang konkret dan bermanfaat bagi dunia di tengah berbagai tantangan yang dihadapi.
Indonesia diyakini mampu menjadi ketua ASEAN di tengah-tengah situasi global yang sangat penuh dengan ketidakpastian dan pasca melandainya pandemi Covid-19. Berbagai krisis sedang melanda secara global, seperti krisis ekonomi, krisis energi, krisis pangan, adanya perang Rusia-Ukraina dan lain sebagainya. Beragam tantangan tersebut tentu saja tidak mudah bagi negara-negera di dunia, apalagi bagi negara berkembang.
Menurut Presiden Joko Widodo atau Jokowi, ASEAN masih penting dan relevan bagi rakyat, bagi kawasan, dan bagi dunia dan ASEAN akan terus berkontribusi bagi perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik. Selain itu, ASEAN akan terus dapat menjaga pertumbuhan ekonomi.
Indonesia sekali lagi menerima mendat sebagai Ketua ASEAN 2023, dimana sebelumnya pernah memegang keketuaan pada tahun 1976, 1996, 2003, dan 2011 silam. ASEAN sendiri merupaka singkatan dari The Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-bangsa di Asia Tenggara, yang terbentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Pada saat itu, terdapat lima negara pendiri ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Saat ini, ASEAN terdiri dari 11 negara, lima negara pendiri dan bertambah snam negara yaitu Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, dan anggota terakhir yang bergabung adalah Timor Leste.
Presiden Jokowi secara resmi menerima kepemimpinan ASEAN 2023 dari Kamboja, saat upacara penutupan KTT ASEAN 2022 di Sokha Phnom Penh. Penyerahan keketuaan dilakukan secara langsung oleh Perdana Menteri Kamboja Hun Sen kepada Presiden Jokowi. Dalam momen tersebut, Presiden Jokowi mengatakan bahwa ASEAN harus menjadi kawasan yang bermartabat, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi.
Tentu saja, sebagai pemegang keketuaan ASEAN, secara otomatis Indonesia menjadi rumah penyelenggaraan KTT ASEAN atau ASEAN Summmit 2023, yang merupakan suatu kehormatan bagi Indonesia. Sebagai tuan rumah KTT ASEAN 2023 juga, Indonesia mengangkat tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth.
Retno menyampaikan, bahwa Indonesia ingin menjadikan ASEAN Resilience dan menjadi barometer kerja sama yang dapat berkontribusi bagi perdamaian stabilitas, dan kesejahteraan kawasan dunia.
Keketuaan ASEAN 2023 mengambil tema ‘ASEAN Matters: Epicentrum of Growth’, melalui ASEAN Matters, Indonesia bertekad menjadikan ASEAN tetap penting dan relevan bagi rakyat ASEAN dan beyond. Dalam kaitan ini maka masa depan ASEAN harus mulai disiapkan untuk menyongsong ASEAN 2025. Penjelasan tema tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, dalam jumpa Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) tahun 2023 yang digelar di Ruang Nusantara, Gedung Kemenlu RI Jakarta. Saat itu, Retno menyampaikan bahwa sentralitas ASEAN harus diperkuat agar mampu menjaga perdamaian stabilitas kemakmuran di Asia Tenggara dan Indo – Pasifik.
Sedangkan melalui Sub tema ‘Epicentrum of Growth’, Indonesia bertekad untuk terus menjadikan Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, dimana dengan ASEAN di bawah sub tema ‘Epicentrum of Growth’ beberapa kerja sama akan diperkuat. Diantaranya, ketahanan pangan kawasan, ketahanan energi, kesehatan dan kerja sama keuangan.
ASEAN diharapkan agar bisa menjadi katalis pemulihan ekonomi yang inklusif bagi Kawasan dan bagi negara-negara lain. KTT ASEAN juga diharapkan agar menghasilkan berbagai kesepakatan dan capaian dan konkret, demi kepentingan dan kesejahteraan bersama. Dengan demikian Indonesia berupaya memperkuat posisi ASEAN sebagai kawasan yang stabil dan damai dan konsisten menjunjung tinggi hukum internasional, memperkuat kerjasama dan tidak menjadi proksi dari kekuatan manapun, sehingga ASEAN mampu menjadi kawasan yang kuat, inklusif, serta memiliki pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam acara 13th General Conference Council for Security Cooperation in the Asia Pacific (CSCAP), mengatakan, melalui tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, Indonesia berupaya mempersiapkan ASEAN untuk dapat lebih maju dengan menyediakan penyelesaian bagi berbagai isu strategis di kawasan. Untuk itu, kolaborasi yang kuat diharapkan dapat terbentuk antar anggota ASEAN guna mencapai tujuan tersebut.
Airlangga juga mengungkapkan, Presiden Jokowi percaya bahwa pada tahun 2045, ASEAN akan menjadi kelompok negara yang lebih adaptif, responsif, kompetitif, sejalan dengan agenda global ASEAN.
Dalam ASEAN 2023 menghasilkan solusi-solusi terhadap berbagai isu seperti ketahanan pangan, ketahanan energi, kerja sama keuangan, mengatasi gangguan rantai pasok global, mitigasi perubahan iklim, dan merespon ketidakstabilan di kawasan. Selain itu, Indonesia juga memiliki target untuk dapat mempercepat Digital Economic Framework Agreement, dimana sebelumnya Indonesia telah melakukan kesepakatan dengan Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina terkait sistem pembayaran digital yang terintegrasi untuk mempermudah pembayaran dan memperkuat mata uang di kawasan. Sangat diharapkan agar kedepan, berbagai negara di ASEAN dapat ikut serta dalam mengintegrasikan sistem pembayaran digital tersebut.
Mata dunia sekali lagi tertuju kepada Indonesia. KTT ASEAN Summit di Labuan Bajo dan Jakarta pada 2023 ini diharapkan menjadikan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang tumbuh cepat, inklusif, dan berkelanjutan serta berdaya saing. Menjadikan ASEAN penting, bukan hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi ASEAN dan dunia. []
Penulis: Reenee Winda A. (contributor senior / Pengamat Ekonomi Politik)