Oleh : Ahmad Dzul Ilmi Muis )*
Berbagai macam strategi untuk bisa melawan adanya persebaran yang terus meningkat terkait disinformasi Pemilu 2024 terus dilakukan oleh para penyelenggara Pemilu dan juga aparat keamanan. Sinergitas yang dilakukan demi mengamankan ruang siber agar bisa tercipta iklim demokrasi yang sehat bagi masyarakat Indonesia.
Pada kehidupan bermasyarakat di jaman sekarang, sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sesungguhnya media sosial (medsos) adalah bukan lagi sebuah media alternatif lagi, melainkan justru media sosial sendiri merupakan sebuah media utama dalam penunjang segala aktivitas kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Maka dari itu, karena peranan media sosial di jaman dan era masyarakat seperti sekarang ini sangatlah penting dan bahkan menjadi media arus utama, maka hendaknya seluruh pihak juga memiliki pengembangan kesadaran secara bersama-sama dalam bermain media sosial.
Bagaimana tidak, pasalnya jika masyarakat pengguna media sosial seperti di Indonesia yang jumlahnya juga sangat banyak ini sama sekali tidak memiliki kesadaran yang tinggi, maka akan sangat rawan terjadinya paparan berita bohong atau hoaks yang dengan bebas beredar di internet.
Sejauh ini, peningkatan berita hoaks yang beredar di masyarakat sendiri memang terus mengalami kenaikan angka. Data menunjukkan bahwa sekitar 57% (persen) dari seluruh penduduk Indonesia ada peningkatan hoaks secara signifikan dari para pengguna media sosial.
Terlebih, ketika sudah memasuki tahun politik seperti sekarang ini, yang mana pergelaran kontestasi pemilihan umum (Pemilu) sebentar lagi akan dilangsungkan pada tahun 2024 mendatang, maka memang terdapat berbagai pihak yang justru memanfaatkan penyebaran disinformasi tersebut untuk memperoleh keuntungan secara politis di pihak mereka.
Untuk itu, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Rahmat Bagja terus mendorong terbentuknya gugus tugas untuk melakukan pengawasan konten di media sosial (medsos).
Sebagai informasi, gugus tugas yang dibentuk oleh Bawaslu tersebut terdiri dari beberapa lembaga gabungan, diantaranya adalah Bawaslu sendiri, kemudian terdapat Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan juga Dewan Pers. Seluruh lembaga gabungan dalam gugus tugas itu menurut Bagja memiliki tujuan untuk bisa meminimalisir persebaran dan juga sumber berita bohong atau hoaks di masyarakat.
Namun, bukan hanya berfungsi untuk meminimalisir persebaran disinformasi semata, melainkan adanya gugus tugas yang dibentuk oleh Bawaslu RI tersebut juga bertujuan untuk bisa menanggulangi persebaran ujaran kebencian dan juga adanya praktik politisasi dengan menggunakan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA), yang mana seluruhnya memang kerap sekali muncul di media sosial, terutama jika sudah memasuki proses berjalannya tahapan Pemilu seperti sekarang ini.
Sehingga, dengan adanya gugus tugas bentukan Bawaslu RI, maka sosialisasi dan edukasi di masyarakat diharapkan akan bisa jauh lebih bertambah sehingga masyarakat pun bisa membedakan dengan mandiri pada akhirnya mana konten atau berita ang mengandung muatan hoaks dan mana yang memang benar.
Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menyampaikan strategi yang dilakukan KPU RI dalam menangkal disinformasi kepemiluan. Salah satu yang telah dilakukan KPU RI yakni menampilkan cek fakta hoaks kepemiluan di laman kpu.go.id. Sejauh ini memang KPU RI sudah melakukan berbagai macam cara dan langkah demi bisa menangkal arus disinformasi dari media sosial dan internet.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dr. Dedi Prasetyo menyampaikan Mabes Polri memetakan ada enam isu strategis yang berpotensi terjadi pada Pemilu Serentak 2024 jika tidak segera ditindaklanjuti. Salah satunya yakni, penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian dalam pelaksanaan kampanye seperti menyerang calon lain melalui media sosial.
Dirinya berharap semoga dengan adanya kegiatan yang diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tersebut maka akan bisa memberikan gambaran dengan jauh lebih jelas mengenai bagaimana potensi dan juga seperti apa upaya untuk bisa melakukan antisipasi pada jenis pelanggaran dalam pelaksanaan Pemilu 2024, serta bagaimana memaksimalkan pengawasan penyelenggaraan Pemilu dalam konteks adanya praktik politik identitas, dan isu SARA.
Aparat keamanan juga berharap adanya pemetaan strategi yang kuat untuk bisa melawan adanya wacana disinformasi atau berita bohong dan hoaks, ujaran kebencian terkait pemilu hingga memaparkan bagaimana langkah mitigasi yang sudah dipersiapkan oleh Polri ketika melawan narasi yang kontraproduktif di ruang siber menjelang Pemilu 2024.
Perhelatan pesta demokrasi Pemilu 2024 memang merupakan sebuah kontestasi politik yang pastinya akan mampu meningkatkan tensi di masyarakat. Dengan adanya tensi yang meningkat tadi, tidak jarang justru akan dimanfaatkan oleh sejumlah oknum tertentu yang terus memanfaatkan keadaan dengan menyebarluaskan banyak disinformasi di masyarakat melalui media sosial dan internet. Maka dari itu perlu banyak strategi yang tepat guna menangkal adanya persebaran hoaks mengenai Pemilu 2024.
)* Penulis adalah Alumni Fisip Unair