Oleh : Arsenio Bagas Pamungkas )*
Setelah gelaran Presidensi G20 sukses diselenggarakan, Indonesia kembali menjalankan kepemimpinan internasional dengan memegang tongkat keketuaan ASEAN 2023. Keketuaan tersbeut diserahkan dari Kamboja ke Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 di Phno Penh bulan November 2022. Dalam kesempatan tersebut tedapat beberapa isu prioritas yang akan dibahas mulai dari isu ketahanan pangan, stabilitas keuangan, ketahanan energi, serta kesehatan.
Periode keketuaan Indonesia di ASEAN akan berlangsung selama satu tahun, dimulai sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2023 yang menandakan kepercayaan kawasan regional kepada Indonesia untuk menavigasi pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan kawasan regional ASEAN di tengah kondisi recovery dunia pasca pandemi. Untuk
Dody Budi Waluyo selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) mengatakan, Indonesia sebagai ketua ASEAN 2023 akan mengangkat sejumlah isu pemulihan ekonomi, ekonomi digital, hingga ekonomi berkelanjutan. Dody mengatakan, salah satu yang akan diangkat dalam rangkaian acara Asean Finance Ministers and Central Bank Governers (AFMGM) adalah terkait aset kripto atau crypto currency.
Dirinya mengatakan, pembahasan nantinya akan melihat manfaat dan masalah yang ditimbulkan aset kripto di kawasan ASEAN. Selain aset kripto akan dibahas pula terkait dengan sistem pembayaran digital antar negara Asia Tenggara.
Menurut Dody, hal ini menjadi salah satu langkah agar negara-negara ASEAN untuk mengurangi ketergantungan dalam menggunakan mata uang dominan seperti dolar AS. Ia mencontohkan, saat ini pembayaran QR Code lintas negara sudah dilakukan antara Indonesia dan Thailand. Sehingga kelak aktivitas perdagangan dan investasi bisa dilakukan dengan menggunakan pembayaran digital tanpa pembayaran fisik.
Lebih lanjut, Dody mengatakan, negara-negara ASEAN pada umumnya memiliki masalah ekonomi yang sama yaitu inflasi dan kenaikan suku bunga. Oleh karena itu, AFMGM juga diharapkan dapat membantu pemulihan serta pertumbuhan di regional Asia Tenggara.
Sementara itu, dalam pertemuan tersebut, para delegasi nantinya akan menyusun langkah kolektif dan kolaboratif untuk mewujudkan 3 Priorities Economic Delieverables (PEDs), Yaitu ; Rebuilding Regional Growth, Conectivity and New Competitiveness (recovery rebuilding), Accelerating Inclusive Digital Economy Transformation and Participation (digital economy) dan Promoting Sustainability Economic Growth for a Resilient Future (Sustainability).
Kerangka tersebut diharapkan dapat memperkuat para negara anggota ASEAN dalam menghadapi tantangan ekonomi dunia melalui langkah bersama sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia atau Epicentrum of Growth.
BI mengungkapkan, bahwa pihaknya bersama Kementerian Keuangan akan menghadirkan sekitar 24 pertemuan yang meliputi pertemuan utama (mulai tingkat Deputi hingga Prinsipal) dan pertemuan pendukung yang berbalut tema “Discover Indonesia”, khususnya mengangkat budaya Sulawesi dan Kalimantan sekaligus menunjukkan giat pariwisata Indonesia.
Adapun Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu yang mengatakan bahwa kondisi perekonomian ASEAN saat ini stabil. Dirinya menuturkan, sejumlah organisasi internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan OECD melihat kawasan ASEAN sebagai epicentrum of growth, mesi dunia masih dihadapi berbagai tantangan di tahun 2023. Contoh dari implementasi dalam pilar Recovery Rebuilding adalah melalui eksplorasi implementasi bauran kebijakan (policy mix) di negara-negara ASEAN.
Hal tersebut diupayakan dengan menyesuaikan karakteristik setiap negara mengingat negara-negara ASEAN yang relatif memiliki permasalahan ekonomi serupa setelah pandemi Covid-19 yang sempat melanda secara merata di Asia Tenggara.
Contoh lainnya adalah upaya mengurangi ketergantungan pada mata uang utama melalui skema local curency Transaction (LCT) yang merupakan perluasan dari skema sebelumnya Local Curency Settlement (LCS) yang sudah mulai diterapkan antar negara ASEAN.
Sementara di bidang keuangan, inisiatif bilateral swap arrangement antara beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand, memiliki makna kerja sama regional yang kuat sebagai bantalan ketahanan keuangan kawasan dan masing-masing negara.
Adapun area sistem pembayaran, di mana implementasi interkoneksi sistem pembayaran yang saling terhubung antar negara melalui Regional Payment Connectivity (RPC) akan terus diperluas dalam rangka digitalisasi pembayaran lintas negara.
Sementara itu, dalam implementasi pilar Sustainability, ASEAN telah mengembangkan ASEAN Taxonomy versi kedua yang merupakan sistem atau kamus untuk menggolongkan kegiatan ekonomi di kawasan untuk menentukan aktivitas-aktivitas yang dapat memperoleh green financing dengan biaya yang lebih murah.
Taksonomi ini diharapkan bisa diterima dan didukung oleh para Menteri dan Gubernur Bank Sentral pada pertemuan bulan Maret 2023, ungkap BI.
Ada juga upaya untuk beralih penggunaan bahan bakar fosil menjadi energi terbarukan, langkah ini tentunya dibutuhkan transisi. Maka dari itu, Indonesia telah melakukan beberapa aktivitas transisi seperti pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara dan Carbon Capture Utilization Storage (CCUS) yang akan mendapatkan pembiayaan transisi (transition finance).
Keketuaan Indonesia pada event ASEAN Summit telah menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki peran vital terhadap upaya peningkatan stabilitas keuangan negara-negara ASEAN.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute