Jakarta — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI bersama dengan para tokoh lintas agama terus berupaya secara bersama-sama untuk bisa menangkal adanya politisasi pada beberapa isu terkait dengan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Bukan hanya itu, namun mereka juga secara terintegrasi berupaya menangkal pula adanya politik identitas pada saat Pemilu 2024 mendatang.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty menyampaikan bahwa penting adanya persamaan makna mengenai politisasi SARA sebagai upaya mitigasi dari Bawaslu.
“Perlu persamaan makna politisasi SARA dan politik identitas sebagai mitigasi bagi Bawaslu untuk melakukan pencegahan,” katanya.
Dirinya berharap, bahwa dengan adanya diskusi dengan para tokoh lintas agama tersebut, maka pihaknya akan mampu menyamakan persepsi mengenai politisasi SARA dan politik identitas.
Hal tersebut menurutnya penting untuk bisa membuat strategi dalam pencegahan politisasi SARA agar tidak terjadi pada perhelatan Pemilu 2024.
Keterlibatan para tokoh lintas agama dalam menanggapi isu adanya poltisasi SARA yang dibersamai oleh Bawaslu seperti ini menurut Lolly merupakan langkah untuk bisa memastikan semakin baiknya kualitas demokrasi di Indonesia.
Tidak sampai di sana, namun pihaknya juga sangat bertekad untuk melakukan pencegahan dan penindakan jika ada pelanggaran, yang mana itu juga mengindikasikan penguatan kualitas demokrasi.
“Upaya memastikan kualitas demokrasi kita makin baik, tentu dilihat dari seberapa kuat melakukan pencegahan dan menindak jika ada pelanggaran,” tambah Lolly.
Sementara itu, Anggota Bawaslu RI lainnya, Totok Hariyono mengaku bahwa dalam hal untuk bisa menanggulangi adanya politisasi SARA dan praktik politikidentitas, maka pihaknya mengedepankan konteks pencegahan.
Setelah dilakukannya pencegahan, baru selanjutnya adalah merupakan proses penindakan.
Skema tersebut menurutnya adalah bagian dari adanya konsep pemilu yang gotong royong yang terus dijunjung tinggi oleh Bawaslu RI.
“Kami lakukan pencegahan terlebih dahulu baru penindakan, itu bagian dari konsep pemilu gotong royong,” katanya.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kota Mataram, Wahyudin Safari memprediksikan bahwa politik identitas akan selalu digunakan oleh oknum elite politik tertentu pada momentum Pemilu.
Maka dari itu, menurutnya dukungan dari seluruh pihak sangat penting untuk bisa secara bersama-sama mencegah adanya politik identitas.
“Saya mengajak seluruh organisasi kepemudaan wabil khusus PMII Mataram menjadi garda terdepan menangkal politisasi SARA,” ungkapnya.