Seluruh pihak harus mampu terus meningkatkan kewaspadaan diri, utamanya ketika berhadapan dengan adanya konten-konten hoax mengenai pemilihan umum (Pemilu) di media sosial sehingga hal tersebut justru merusak demokrasi sendiri di Indonesia, belum lagi ada potensi lain yakni terjadinya polarisasi masyarakat yang semakin parah.
Penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilu yang sebentar lagi akan dilaksanakan, yakni pada tahun 2024 mendatang memang diharapkan oleh semua pihak bisa berjalan dengan penuh kondusifitas, jujur dan juga adil, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, untuk bisa mencapai itu semua, tentunya seluruh pihak dan stakeholder yang terkait dalam penyelenggaraan Pemilu harus memiliki komitmen yang sangat tinggi dan juga bertanggung jawab dengan penuh.
Bagaimana tidak, ketika dalam proses pelaksanaan Pemilu dilakukan dengan penuh kejujuran dan keadilan, serta terus memperbaiki apabila terdapat hal yang kurang, maka bukan tidak mungkin memang akan bisa menghasilkan figur pemimpin yang benar-benar diharapkan oleh masyarakat.
Sehingga, memang sangat dibutuhkan terjalinnya kerja sama serta pemahaman yang baik mengenai bagaimana penyelenggaraan perhelatan pesta demokrasi pemilu. Termasuk juga bagaimana untuk bisa terus menegakkan kedisiplinan serta netralitas yang terus dikedepankan.
Terdapat satu hal yang menjadi sangat penting untuk bisa terus diantisipasi dan masyarakat perlu untuk terus meningkatkan kewaspadaan mereka, yakni mengenai adanya hoax terkait dengan politik serta Pemilu 2024. Apalagi misalnya hoax tersebut justru mengarah kepada politik identitas, yang biasanya tidak bisa dipungkiri akan terus muncul pada setiap penyelenggaraan Pemilu di berbagai tahun.
Mirisnya justru terdapat beberapa oknum politisi tertentu yang kemudian menjadikan politik identitas dan juga hoax politik tersebut sebagai salah satu cara mereka untuk bisa terus menggaet massa dan juga mengumpulkan banyak suara demi bisa mencapai kepentingan mereka.
Dengan banyaknya kabar atau informasi hoax yang terus saja dibagikan di berbagai media sosial, maka jelas saja menjadi potensi untuk ancaman yang nyata pada hajat penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilu 2024.
Terkait hal tersebut, Pakar Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Nyarwi Ahmad mengatakan bahwa memang dengan banyaknya persebaran berita bohong atau hoax di media sosial, utamanya adalah menjelang Pemilu seperti sekarang ini, maka tentunya itu bisa sangat merugikan proses demokrasi di Indonesia.
Bahkan, menurutnya, dengan adanya hoax yang tersebar dan kemudian dipercaya oleh banyak orang, maka justru tidak menutup kemungkinan kalau hoax tersebut sendiri mampu untuk turut membakar sang aktor yang mengikuti pemilu sendiri.
Nyarwi Ahmad mengibaratkan hoax adalah seperti sebuah api. Dirinya berkaca pada penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 silam, dimana terdapat drama hoax yang cukup luar biasa sehingga sampai memunculkan adanya ketidakpercayaan publik pada pihak penyelenggara pemilu, dan hal tersebut apabila sudah terjadi dan dibiarkan, maka akan sangatlah berbahaya.
Dia mengungkapkan, para elit politik juga memiliki peran penting untuk tidak mudah menyebarkan informasi invalid. Apalagi, informasi hoax yang bertujuan merusak karakter kandidat lain dalam proses kampanye.
Nyarwi Ahmad berharap agar pihak penyelenggara Pemilu mampu menjadi ujung tombak dalam melakukan pengawasan serta mengupayakan agar persebaran hoax politik bisa terus ditekan dan diminimalisir, terlebih apabila ternyata hal itu memang digerakkan oleh sekelompok elite politik tertentu.
Dilanjutkannya, saat ini, sudah banyak cara untuk mencegah hoax tersebar begitu jauh. Selain literasi digital, banyak media kini menerapkan metode fact-checking. Dimana jika ada berita viral yang tidak memiliki dasar sumber tepat, maka akan ada pemberitahuan bahwa berita itu hoax. Juga, di media sosial, ada opsi agar pengguna mau membaca beritanya terlebih dahulu sebelum berkomentar. Ini bisa meminimalisasi penyebaran hoax secara cepat.
Kembali lagi menggunakan pengibaratan hoax adalah sebuah api, maka ketika seseorang sudah berani untuk bermain api, maka dirinya akan berpotensi mudah terbakar. Hoax pun demikian, tatkala adanya hoax politik sama sekali tidak bisa dikelola dengan baik, maka hal tersebut mampu untuk merusak kredibilitas negara serta merugikan mereka yang mengikuti kontestasi pemilu.
Nyarwi Ahmad melanjutkan bahwa masyarakat juga mampu menjadi pihak yang dirugikan dengan terus tersebarnya hoax politik di media sosial karena masyarakat sama sekali tidak bisa mendapatkan informasi yang benar dan mencerdaskan bangsa.
Berkembangnya arus informasi di dunia yang serba digital seperti sekarang ini, serta sangat maraknya penggunaan media sosial memang ternyata menyimpan tantangan tersendiri, yakni adanya kemungkinan hoax bisa tersebar dan merajalela serta justru mampu merusak pandangan publik, utamanya apabila hal itu menyangkut politik serta penyelenggaraan Pemilu 2024. Maka dari itu, seluruh pihak harus terus meningkatkan kewaspadaan diri mereka masing-masing.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Gala Indomedia