Seluruh pihak hendaknya mampu untuk terus memperjuangkan dan berupaya akan terjadinya penciptaan sebuah gelaran Pemilu 2024 yang damai. Salah satu hal yang wajib untuk dilakukan adalah dengan menghindari adanya politisasi agama lantaran hal tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila.
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sebuah sarana dari pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk melakukan pemilihan pada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Ajang tersebut juga biasa disebut dengan pesta demokrasi, karena dilaksanakan dengan penuh asas demokrasi seperti dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan ideologi negara Pancasila dan juga Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai sebuah sarana bagi masyarakat Indonesia untuk bisa memilih, menyatakan pendapat melalui suara mereka dan juga berpartisipasi sebagai bagian penting dari negara, sehingga turut serta dalam menentukan haluan negara. Negara Indonesia menjunjung tinggi hak-hak warga negara Indonesia. Berdasarkan hak-hak tersebut nasib bangsa dan Negara ditentukan, salah satunya adalah dengan berpartisipasi aktif menggunakan hak suara.
Pada saat memasuki masa-masa Pemilu, para elite politik berlomba untuk mendapatkan simpati masyarakat dengan cara apapun, salah satunya dengan politik uang. Politik uang memiliki potensi yang bisa merugikan negara, karena ada kecenderungan jika sudah berhasil memenangkan suara akan ada upaya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan sebelumnya. Hal ini dapat menjurus pada tindakan korupsi. Politik uang sangat merugikan bagi kemajuan bangsa dalam sistem demokrasi di Indonesia.
Bukan hanya sekedar praktik politik uang saja, namun terdapat praktik lain lagi dalam perpolitikan di Indonesia yang juga menjadi hal yang patut untuk terus diperhatikan, yakni adanya politisasi agama. Bagaimana tidak, pasalnya dengan adanya hal tersebut menjadikan kepentingan politik telah menunggangi agama dan mengatasnamakan agama.
Parahnya lagi adalah, tatkala sebuah kepentingan politik yang ternyata di dalamnya dibalut dengan nama agama, maka seolah suatu kejahatan yang terjadi dan dilakukan, menjadi seolah terlihat terhormat dan juga dilakukan dengan baik lantaran dilakukan dengan atas nama Tuhan.
Untuk itu, memang menjadi tugas dari segenap elemen bangsa di Indonesia untuk bisa terus secara bersama-sama mengawal dan mengupayakan terciptanya sebuah penyelenggaraan Pemilu yang damai. Bukan hanya damai, namun gelaran Pemilu 2024 mendatang juga harus dilakukan dengan berkualitas dan sama sekali menjauhi dari praktik politisasi agama lantaran memang sama sekali tidak sesuai dan bertentangan dengan ideologi dan falsafah dasar negara, Pancasila.
Mengenai upaya untuk terus menjaga kedamaian dalam segenap rangkaian terjadinya pesta demokrasi Pemilu 2024, Ketua Eksponen Alumni HMI Pro Jokowi-Amin, Ato’ Ismalik menyatakan bahwa menjaga kedamaian dalam Pemilu adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Bagaimana tidak, pasalnya menurutnya gelaran Pemilu merupakan salah satu agenda dari ditegakkannya demokratisasi di Indonesia.
Sementara itu, Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), Hamka Haq menambahkan bahwa salah satu cara untuk bisa menciptakan sebuah pesta demokrasi yang damai adalah dengan menggelar perhelatan tersebut dengan tanpa adanya politisasi agama.
Masih dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengucapkan bahwa dengan terus meningkatkan kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa adanya politisasi agama akan mampu menjaga kesatuan Pancasila.
Baginya, memang perlu ada kesepakatan yang sangat tegas dari banyak pihak bahwa untuk terus mengupayakan terbangunnya kedamaian dalam kehidupan beragama dan juga terus meningkatkan solidaritas berbangsa tanpa sama sekali adanya deskriminasi serta politisasi agama.
Dengan tegas, Haedar menyatakan bahwa adanya praktik politisasi agama merupakan hal yang sangatlah bertentangan dengan ideologi Pancasila. Pasalnya, ketika politisasi beragama masih saja dilakukan, maka akan melahirkan disinterpretasi bangsa.
Ketika praktik tersebut masih ada, maka nantinya bukan hanya sekedar politisasi agama saja yang terjadi, melainkan juga adanya politik identitas yang diskriminatif dan juga sangat tidak sesuai dengan ajaran Pancasila dalam NKRI.
Penyebaran isu politisasi agama, kemudian menurut Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, bahwa menjadi tantangan tersendiri ketika arus informasi sangat gencar.
Sehingga, segenap elemen bangsa memang sangat penting agar mampu untuk menghindari adanya praktik politisasi agama. Bukan tanpa alasan, hal tersebut lantaran praktik politisasi agama adalah hal yang sangatlah bertentangan dengan nilai serta ajaran ideologi Pancasila. Secara bersama-sama, semua pihak juga harus terus mengupayakan agar terjadinya dan terciptanya gelaran Pemilu 2024 yang damai.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara