Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua telah membuat ratusan masyarakat Papua berbondong-bondong meninggalkan Yahukimo. Hal tersebut terjadi karena adanya gangguan keamanan yang dilancarkan oleh KST.
Atas insiden tersebut penerbangan komersial tidak bisa beroperasi, para warga-pun berdesakan antri memasuki pesawat hercules milik TNI Angkatan Udara (AU).
Dua maskapai komersial, Trigana Air dan Wings Air memutuskan untuk menghentikan penerbangan tujuan Yahukimo untuk sementara waktu akibat dari tembakan yang dilancarkan oleh KST.
Meski demikian, Pemerintah Kabupaten Yahukimo meminta kepada maskapai Trigana Air dan Wings Air untuk kembali membuka pelayanan kepada warga, dan berjanji memberikan jaminan keamanan.
Aksi KST ini tidak main-main. Sudah satu bulan lebih pilot Susi Air, Captain Philips M disandera oleh Kelompok KST. Bahkan, pesawat dengan nomor penerbangan SI 9368 dibakar saat berada di lapangan terbang Paro, Kabupaten Nduga.
Selama satu bulan tersebut, KST terus menebar teror kepada prajurit TNI-Polri yang bertugas di Papua bahkan kepada masyarakat sipil. Khususnya di wilayah yang berdekatan dengan KKB.
Teror yang dilakukan KST di Wilayah Yekuhimo seperti yang pernah terjadi pada 30 Desember 2022. Mereka menembaki pos penjagaan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Yakuhimo.
Teror kedua dilakukan KST Terhadap Pos Brimob Kali Buatan Jalan Gunung Distrik Dekai Yekuhimo pada 31 Desember 2022, sekitar pukul 05.28 WIT. Penembakan dilakukan dari arah depan dan samping kiri secara bersamaan.
Selanjutnya, KST juga melakukan penembakan terhadap Dandim Yakuhimo Letkol Johanis Victorianus Tethool dan dua anggota TNI tertembak, sementara satu personel meninggal dunia. Kejadian tersebut terjadi pada 11 Maret 2023.
Ternyata, teror di wilayah Yahukimo ini tidak hanya dilakukan oleh KST saja. Karena pada 11 Maret 2023, pesawat Trigana Air sempat ditembaki oleh sejumlah orang berinisial NN, EG, TS, DM, EW, NP dan EG.
Karena masih adanya sejumlah teror di Kabupaten Yahukimo, membuat sekolah yang berada di distrik Dekai terpaksa diliburkan sejak 15 Maret 2023 lalu.Teror KST juga membuat 261 orang harus meninggalkan Yahukimo dengan menggunakan Pesawat Hercules A-1315 tipe C-130 milik TNI-AU ke Jayapura.
Sebelumnya pada Minggu 12 Maret 2023, gedung SD YPK Metanoia Dekai telah dibakar. Kelompok yang membakar gedung SD tersebut juga menembak pesawat komersial yang mengangkut warga sipil. Tidak dibenarkan menembak pesawat komersial yang berisi warga sipil, apalagi bisa saja di antaranya ada sanak keluarga sendiri.
Untuk memberikan keamanan di Yahukimo, Polda Papua telah menambahkan personel sebanyak 40 personel Brimob serta 20 personel TNI untuk mem-backup Polres Yahukimo. Hal ini dalam rangka pemulihan keamanan dan ketertiban masyarakat.Kemudian pesawat tersebut ditumpangi oleh masyarakat Yahukimo untuk turun ke Jayapura.
Masyarakat sipil Papua sudah pasti menginginkan perdamaian di Papua tanpa adanya desing peluru dari senjata milik KST. Aparat keamanan baik TNI-Polri memiliki tugas untuk memberantas KST dengan tujuan agar masyarakat Papua dapat melangsungkan hidup dengan aman tanpa adanya teror.
Atas beragam peristiwa keonaran yang dilakukan oleh KST, tentu saja cukup menjadi alasan bahwa KST memang layak diberantas kerena kelompok tersebut tidak mendapatkan simpati sama sekali oleh masyarakat.
Apa yang telah dilakukan oleh KST rupanya hanya menggerogoti kebahagiaan rakyat Papua. Tindakan KST hanya menghambat pembangunan yang tengah digalakkan oleh pemerintah. Pembangunan di Papua bisa terhambat jika wilayah tersebut menjadi sarang KST untuk menebarkan ancaman dan teror.
Wajar jika kemudian warga sipil di Papua akan mendukung penangkapan anggota KST. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah lelah dengan beragam ulah dari KST yang kerap menebarkan teror.
KST sendiri telah memiliki rekam jejak dalam membuat kerusuhan, tak hanya warga sipil yang menjadi korban, aparat TNI-Polri juga menjadi korban akibat aksi biadab KST. Sekolah, Bandara hingga fasilitas kesehatan milik pemerintah telah menjadi sasaran bagi KST untuk menebarkan teror kepada masyarakat Papua.
Penyematan label teroris untuk KST tentu saja bukan tanpa dasar. Karena pada UU Nomor 5 Tahun 2018 menyebutkan, bahwa teroris adalah siapapun orang yang merencanakan, menggerakkan dan mengorganisasikan terorisme.
Terorisme memiliki pengertian perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban secara massal atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik dan keamanan. Oleh karena itu, KST sudah sepatutnya diberantas, jangan sampai KST kembali berulah hingga membuat masyarakat di Papua resah atas ulah brutal KST.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo