Oleh : Moses Waker )*
Separatisme Papua masih menjadi masalah yang pelik dan tidak terselesaikan ditanah Papua, sejumlah pendekatan hingga strategi masih terus dilakukan demi terwujudkan Papua yang damai. Namun keberadaan Kelompok Separatis Teroris (KST) rupanya menambah daftar masalah diPapua, sehingga KST harus segera ditumpas demi terciptanya pembangunan di Papua.
KST telah berulah dengan menebarkan teror serta aksi yang tidak bisa dimaafkan. Beberapa hari yang lalu, KST telah menghilangkan nyawa seorang tukang ojek bernama Damri di Puncak Papua Tengah. Korban tersebut meninggal karena terkena tembakan dan luka bacok di bagian tubuh. Peristiwa tersebut terjadi saat korban selesai makan siang dan hendak mencari penumpang di sekitar wilayah Distrik Ilaga-Gome. Bahkan saat proses evakuasi sempat terjadi kontak senjata antara anggota TNI-Polri dan kelompok separatis.
Di tempat berbeda dalam waktu yang hampir bersamaan, seorang anggota TNI bernama Serja Jeky juga dinyatakan tewas setelah mendapatkan tikaman dari orang yang tidak dikkenal di Pasar Sinak Kabupaten Puncak Jaya.
Selain itu, kelompok separatis juga menembaki karyawan Bank BPD hingga meninggal. Hal ini rupanya menunjukkan bahwa KST sepertinya tengah menunjukkan eksistensinya dengan melakukan hal yang tidak diperlukan.
Ulah tersebut rupanya mendapat respon cepat dari Bupati Puncak Willem Wandik. Dirinya telah meminta kepada masyarakat termasuk Polri dan TNI untuk selalu waspada. Kemudian kepada warga sipil terutama yang berprofesi sebagai tukang ojek untuk tidak melintasi lokasi yang dianggap rawan. Untuk diketahui bahwa sejumlah kasus penyerangan yang dilakukan oleh kelompok separatis seringkali melibatkan tukang ojek sebagai pihak yang diserang.
Hal tersebut memunculkan stereotype bahwa tukang ojek merupakan bagian dari aparat keamanan yang sudah melekat di kelompok separatis.
Sementara itu, Irjen Mathius D Fakhiri selaku Kapolda Papua telah memberikan instruksi kepada personelnya untuk menindak tegas para pelaku penyerangan. Dirinya juga berjanji akan memberikan kompensasi kepada pihak keluarga yang ditinggalkan.
Selain itu, kejadian terbaru pada 7 Februari 2023 juga tidak kalah keji, di mana kelompok separatis yang dipimpin oleh Egianus Kogoya membakar pesawat Susi Air di lapangan terbang Distrik Nduga, Kabupatan Nduga, Papua Pegunungan. Pasca pembakaran, Pilot Susi Air disandera oleh segerombolan tersebut di suatu tempat.
Kelompok Egianus Kogoya juga disebut melakukan ancaman terhadap pekerja bangunan dan masyarakat Paro hingga harus mengungsi dan dievakuasi oleh aparat TNI-Polri menggunakan helikopter.
Sejumlah kajian hingga saat ini telah dilakukan dalam rangka pemberantasan kelompok separatis di Papua. Berdasarkan peristiwa penyerangan yang terjadi selama tahn 2022, terdapat 53 korban jiwa yang berasal dari sipil maupun aparat TNI-Polri yang menjadi korban kekejaman kelompok separatis.
Tidak hanya di wilayah puncak saja, tetapi aksi kejam dari KST seperti yang terjadi di Pegunungan Bintang dipastikan bukanlah cerita bohong. Salah satu buktinya adalah penyerangan KST kepada petugas kesehatan/medis, padahal petugas medis tidak boleh mendapatkan serangan.
Tercatat KST telah menjebak seorang Perawat, lalu menyiksa, memperkosa dan membunuhnya. Lalu mayatnya dilempar ke jurang. Berselang 6 bulan kemudian, menyusul penyerangan kelompok separatis terhadap pekerja tower Palapa Timur Telematika. Di mana sebanyak 8 pekerja tewas ditembak di Kabupaten Puncak.
Aksi kelompok separatis tersebut tentu saja tidak bisa dibilang hanya aksi kriminal, lebih dari itu gerakan separatis Papua memang menginginkan referendum untuk memilih merdeka dan lepas dari Indonesia.
Dalam hal ini, tentu saja pemerintah pusat harus cerdas dalam menggali serta memanfaatkan modal sejarah dan sosial, serta kebijakan lokal dengan menggencarkan kampanye melalui kemajuan teknologi informasi untuk mengungkap berbagai hasil pembangunan yang telah dicapai.
Pemerintah pusat juga harus bisa mengimplementasikan pendekatan holistik agar resolusi konflik non kekerasan diintroduksi secara efektif untuk mengeliminasi gerakan separatis dengan menjawab akar masalahnya, yakni marginalisasi Orang Asli Papua (OAP).
Eksistensi KST di Papua dengan semua aksi bejadnya selama ini pasti menimbulkan rasa takut yang tak berkesudahan bagi warga setempat. Tidak salah jika warga Papua meradang dan mengekspresikan kecemburuan mereka terhadap saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air di wilayah lain yang boleh menikmati dinamika kehidupan normal tanpa rasa takut oleh serangan dadakan dari KST.
Jika selama ini KST menyatakan berjuang untuk melepaskan Papua dari NKRI, aksi tersebut nyatanya hanya membuat masyarakat takut, kenyataannya rakyat sipil menjadi korban kekerasan dan penembakan oleh ulah anggota KST.
KST kerap berlindung di balik HAM ketika aparat melancarkan tugasnya, tetapi kenyataannya KST juga memiliki persenjataan yang kerap digunakan untuk mengancam masyarakat Papua yang tidak bersalah.
KST merupakan segerombolan orang yang gemar merusak fasilitas umum serta gemar menebarkan teror. Mereka tidak bisa melihat pembangunan yang dibangun oleh pemerintah.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo