Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah ditandatangani pemerintah Indonesia. Peraturan tersebut juga memberikan keuntungan bagi para pekerja dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, keadilan, kemakmuran hingga penghidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perppu Cipta Kerja diterbitkan salah satunya untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan juga mempertimbangkan aspek yang lain. Aspek tersebut seperti kondisi perekonomian global yang semakin tidak menentu dan juga bagaimana kondisi geopolitik dunia akibat konflik antara Rusia dan Ukraina yang sampai hari ini masih berlangsung.
Kondisi serba mendesak memaksa Presiden Jokowi untuk menerbitkan peraturan yang mampu mengatasi dan mengantisipasi supaya Indonesia tidak terancam, utamanya dalam aspek ekonomi.
Sebagai informasi, terdapat beberapa perubahan dan/poin baru yang telah dimasukkan ke dalam Perppu Cipta Kerja ini. Termaktub dalam kluster ketenagakerjaan Pasal 88D menyebutkan bahwa formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan banyak variabel lainnya seperti pada bagaimana pertumbuhan ekonomi, inflasi dan juga indeks-indeks tertentu di Tanah Air.
Bukan hanya itu, namun dalam pasal baru, yakni pada pasal 88F, disebutkan pula bahwa memang dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum sebagaimana termaktub dalam Pasal 88D ayat (2).
Mengenai hal tersebut, Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian Ketenagakerjaan, Chairul Fadhly Harahap menyatakan bahwa maksud dari pasal tersebut yang menyebutkan adanya ‘dalam keadaan tertentu’ adalah dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek lainnya secara komprehensif, termasuk juga bagaimana kondisi ekonomi dan juga sosial di masyarakat Indonesia.
Tentunya, dengan aturan pasal baru ini, yang mana memungkinkan untuk bisa membuat regulasi formula penetapan upah minimum yang berbeda, sangatlah menyelaraskan banyak kepentingan dari semua pihak, utamanya tatkala menghadapi situasi tertentu sehingga hak-hak dari para pekerja pun bisa tetap dijamin dan diberikan oleh pihak perusahaan.
Meski terdapat pasal yang memungkinkan adanya perbedaan upah minimum ketika menghadapi situasi tertentu, namun bukan berarti pula kalau pemerintah RI lantas terus menerus menerbitkan regulasi formula penetapan upah minimum dengan berbeda-beda setiap tahunnya, melainkan pemerintah juga akan terus mempertimbangkan berbagai macam kondisi dan juga seperti apa prospek keadaan sosial ekonomi yang dihadapi bangsa ini.
Menurut Chairul, ketika kondisi pertumbuhan ekonomi di Tanah Air sedang bagus, serta tingkat inflasi yang sangat terkontrol, maka tidak mungkin serta merta pemerintah akan langsung begitu saja menggunakan ketentuan pengubahan upah minimum tersebut.
Secara garis besar Perppu Cipta Kerja memang menetapkan bahwa kebijakan pengupahan yang diberlakukan oleh pemerintah pusat sebagai salah satu upaya untuk bisa mewujudkan hak para pekerja atau buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Sementara itu, Airlangga Hartarto selaku Menko Bidang Perekonomian, menyatakan bahwa penerbitan Perppu Cipta Kerja memang bersifat mendesak, lantara untuk saat ini kondisi ekonomi di Indonesia akan menghadapi berbagai macam ancaman seperti adanya ancaman resesi global hingga ketidakpastian ekonomi yang tinggi.
Maka dengan adanya banyak ancaman tersebut, tentu saja seluruhnya menjadi dasar pertimbangan Pemerintah RI, yang mana sangat memerlukan untuk segera mempercepat antisipasi terhadap berbagai kondisi global tersebut supaya Indonesia bisa terhindar dari dampak buruk adanya resesi global, peningkatan inflasi hingga ancaman stagflasi.
Perlu diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan, ketentuan pemberian uang kompensasi bagi pekerja/buruh kontrak tetap berlaku dalam Perppu Cipta Kerja.
Penegasan ini bertujuan untuk meluruskan informasi yang berkembang di luar terkait isu dihilangkannya uang kompensasi bagi pekerja kontrak.
Ketentuan pemberian kompensasi bagi pekerja kontrak sendiri diatur dalam Pasal 61 A Perppu Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022, yang diterbitkan pada 30 Desember 2022.
Dalam pasal 61 ayat 1 berbunyi : Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada Pekerja/Buruh.
Sementara itu, Perppu Cipta Kerja menghidupkan kembali ketentuan Pasal 64 UU Ketenagakerjaan. Pasal 64 ini merupakan pengaturan bahwa perusahaan hanya boleh mengalihdayakan (outsourcing) pekerja untuk sebagian pekerjaan saja dan tidak boleh untuk semua jenis pekerjaan.
Sebelumnya dalam Cipta Kerja 2020, kententuan pasal 64 ini dihapuskan yang berarti perusahaan dapat mengalihdayakan semua jenis pekerjaan, tanpa ada batasan jenis pekerjaan tertentu, yang dulu adalah pekerjaan penunjang saja.
Rekonstruksi hukum alih daya ini tentu saja sangat menguntungkan bagi buruh. Sebab, dengan rekonstruksi hukum ini, perusahaan dilarang mengalihdayakan semua jenis pekerjaan. Hanya jenis pekerjaan tertentu saja yang boleh dialihdayakan.
Perppu Cipta Kerja merupakan produk hukum yang sudah sepatutnya disahkan, perubahan substansi legislasi Perppu Ciptaker justru memberikan keuntungan bagi para pekerja/buruh, sehingga pemilik perusahaan tidak bisa sewenang-wenang dalam mengambil kebijakan seperti pengupahan ataupun kebijakan yang berkaitan dengan alih daya.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute