Pontianak – KUHP disahkan pada Desember 2022 untuk pembaruan hukum pidana di Indonesia. Keberadaan aturan tersebut diharapkan menjadi solusi perlindungan masyarakat yang lebih baik agar terhindar dari kejahatan.
Indonesia adalah negara hukum dan berbagai produk hukum dibuat demi melindungi dan menjaga ketertiban masyarakat, seperti KUHP. UU yang telah disahkan ini didukung penuh oleh rakyat Indonesia. Ada banyak pasal tambahan yang mencegah mereka jadi korban kejahatan pidana. Pasal-pasal tersebut sengaja dibuat untuk mengikuti dinamika masyarakat di era teknologi informasi.
Di antara pasal di KUHP, yang paling dikenal oleh masyarakat adalah pasal perzinahan. Dalam KUHP diatur bahwa pelaku perzinahan akan mendapat hukuman setahun penjara. Sementara pelaku kumpul kebo alias tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah, akan dihukum penjara selama 6 bulan.
Hukuman ini dirasa pantas karena tersangka berbuat asusila, dengan mengambil kegadisan korban secara paksa, atau melakukan tindak kejahatan susila lain. Sedangkan pelaku kumpul kebo juga dihukum karena mereka melanggar norma kesusilaan, hukum agama, dan hukum negara.
Wakil Ketua Komnas HAM Republik Indonesia, Abdul Haris Semendawai menilai lahirnya UU KUHP yang baru disahkan beberapa waktu lalu adalah sebuah keberhasilan dalam upaya memperbaharui KUHP lama, yang sudah berusia lebih dari 200 tahun, sehingga perlu diapresiasi. Apalagi tujuan perubahan KUHP kali ini dalam rangka menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Selain itu KUHP juga menjadi solusi untuk perlindungan masyarakat yang lebih baik.
Lahirnya KUHP yang baru ini, tambah dia, juga dalam upaya menyesuaikan kondisi yang ada saat ini, seperti ada sejumlah tindak pidana yang diatur dalam KUHP baru setelah negara meratifikasi beberapa konvensi di dunia yang tidak terakomodasi pada KUHP yang lama.
Abdul Haris menambahkan, pada KUHP baru juga sudah diakomodasi tindak pidana terkaitantidiskriminasi. Terkait sanksi pidana, dalam KUHP tidak hanya mengatur tindak pidana penjara dan denda, namun juga mengakomodasi sanksi sosial yang bisa mengurangi kepadatan dalam lembaga pemasyarakatan.
Bahkan, hukuman mati dalam KUHP yang baru ini hanya merupakan sanksi yang bersifat khusus, tidak seperti pada KUHP yang lama hukuman mati merupakan sanksi pokok. Hal ini akan melindungi masyarakat dari kesalahan ketika ada orang yang mirip dan ternyata bukan tersangka yang asli, sehingga nyawanya terselamatkan.
KUHP akan melindungi masyarakat terutama perempuan, karena pasal perzinahan akan menghindarkan kaum hawa jadi korban perbuatan tidak menyenangkan dan asusila. Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Supardi Ahmad, menyatakan bahwa pasal perzinahan dalam KUHP adalah upaya melindungi kaum perempuan. Pasal ini akan melindungi harkat dan martabat perempuan. Apalagi kebanyakan korban (tindak asusila) adalah perempuan.
Dalam artian, pasal perzinahan akan melindungi perempuan dari pemerkosaan. Pelakunya akan dihukum 1 tahun penjara lalu membatalkan rencana jahatnya untuk memerkosa, karena tidak ingin masuk bui dalam durasi selama itu. Pasal perzinahan dalam KUHP juga membuktikan bahwa pemerintah sangat pro perempuan.
KUHP juga mencegah ajakan untuk kumpul kebo. Pelakunya akan dihukum minimal 6 bulan penjara, dan orang yang merencanakannya akan batal karena takut masuk lembaga pemasyarakatan.
Perempuan dilindungi karena dilarang tinggal bersama laki-laki tanpa surat nikah. Indonesia masih memegang adat ketimuran yang kental, yang tidak memperbolehkan dua orang bisa berhubungan di ranjang tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah. Perempuan yang sadar dan terdidik, tidak akan merendahkan harga dirinya dengan ajakan tinggal bersama sebelum ijab kabul yang sah.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Retno Saraswati, menyatakan bahwa keberadaan KUHP merupakan perkembangan hukum pidana Indonesia yang luar biasa untuk mencapai keadilan yang susbstansial atau sesungguhnya. KUHP akan melindungi masyarakat dan menegakkan keadilan di Indonesia.
Keadilan yang substansial adalah keadilan yang terkait dengan isi putusan hakim dalam memeriksa, mengadili, dan mengutus suatu perkara yang harus dibuat berdasarkan pertimbangan rasionalitas, kejujuran, objektivitas, dan hati nurani hakim. Jika ada keadilan yang substansial maka dipastikan hukum dijunjung tinggi dan masyarakat akan terlindungi dari berbagai kejahatan pidana.
KUHP akan mewujudkan keadilan yang substansial karena mengatur hampir semua bidang di masyarakat. Misalnya hukum adat (living law), pasal anti hoaks, pasal anti perzinahan dan LGBT. Kemudian ada pasal larangan penghinaan kepala negara dan wakilnya, pasal pengaturan ketertiban demonstrasi, dll. Dengan pasal-pasal ini maka hukum pidana di Indonesia akan ditegakkan dan melindungi masyarakat dari tindak kejahatan.
KUHP akan melindungi masyarakat dari berbagai jenis tindak kejahatan karena memiliki berbagai pasal. Dengan adanya KUHP nasional maka rakyat Indonesia akan lebih aman karena telah aturan baru tersebut telah mengakomodir berbagai kebutuhan hukum masyarakat modern.