Gorontalo – Rakyat Papua mendukung tindakan tegas aparat keamanan terhadap Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua, yang tega menyandera penumpang Pesawat Susi Air. Hal ini perlu dilakukan agar tidak ada lagi kejadian serupa dikemudian hari.
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau juga yang bisa disebut dengan Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua sudah sangat identik dengan gerombolan teroris. Maka secara otomatis, menurut Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel bahwa dengan adanya pelabelanteroris tersebut, sudah barang tentu KST menjadi musuh bersama.
Dirinya menjelaskan bahwa dengan telah dianggapnya KST Papua sebagai kelompok teroris, maka telah memberikan legitimasi bahwa memang setiap komponen bangsa mampu menyikapi keberadaan kelompok teroris tersebut sebagai musuh bersama dan memang harus mampu diberantas secara cepat, tegas, terukur dan tuntas.
Pasalnya, ketika penyebutan kelompok tersebut masih menggunakan istilah KKB, maka aksi kebrutalan dan kekejaman yang mereka lakukan masih dianggap seperti sebuah tindak kriminal biasa, sehingga ketika tindak kriminal dilakukan oleh warga masyarakat, sehingga muncul pemikiran bahwa hal itu akan cukup jika dihadapi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) saja.
Padahal, tindakan kriminalitas yang sudah dilakukan oleh KST Papua benar-benar sangat kejam dan tidak manusiawi lagi sehingga sangat penting untuk bisa dilawan secara bersama-sama. Namun ketika sudah ada anggapan dan pengelompokan kalau mereka adalah anggota teroris, maka secara langsung juga mampu merubah paradigma dan masyarakat secara luas menjadi wajib untuk secara bersama-samamemberantasnya.
Bukan tanpa alasan, pasalnya, Pakar Psikologi Forensik itu menambahkan bahwa dengan fakta yang terjadi, menurutnya justru medan perang untuk bisa melawan kelompok-kelompok teroris ini tidak hanya berlangsung di daratan dengan para aparat keamanan saja, melainkan juga medan perlawanan terjadi di dunia maya.
Sebelumnya, memang Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (MenkoPolhukam), Mahfud MD mewakili Pemerintah RI telah menetapkan bahwa Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menjadi Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua, termasuk ketika terdapat gerakan dan individu yang masih terafiliasi dengan mereka.
Penetapan KKB menjadi KST Papua ini jugadidasarkan dari banyaknya kejadian kebrutalan yang telah mereka lakukan, termasuk juga bagaimana pernyataan yang telah disampaikan oleh banyak pihak sebelumnya, seperti Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI), Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, Tentara Nasional Indonesia (TNI) bahkan hingga pernyataan yang dilontarkan oleh tokoh masyarakat dan tokoh adat Papua sendiri.
Sejalan dengan seluruh fakta yang terjadi di lapangan, maka Menko Polhukam langsungmengumumkan bahwa Pemerintah telah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan secara masif maka dikategorikan sebagai teroris sehingga memang segera perlu ditangani.
Mahfud MD kemudian juga mengutip ketentuan yang telah termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018, yang menyebutkan bahwa teroris adalah siapapun orang yang memang merencanakan, menggerakkan dan juga mengorganisasikan aksi teror. Sementara terorisme sendiri adalah merupakan setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang mampu menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas.
Aksi-aksi tersebut mampu menimbulkan korban secara masal atau menimbulkan kerusakan dan kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik dan keamanan.
Bahkan baru-baru ini, KST Papua kembali melakukan aksi teror mereka dengan melakukan pembakaran pada Pesawat Susi Air di Bandara Paro, Nduga, Papua Tengah. Mereka juga dilaporkan melakukan penyanderaan kepada pilot beserta penumpang. Terkait kejadian ini, Pangdam XVII/Cendrawasih, Mayjen Muhammad Saleh Mustafa menyatakan bahwa KST Papua yang melakukan aksi teror itu adalah kelompok yang dipimpin oleh Egianus Kogoya.
Sebagai informasi, Pesawat Susi Air yang dibakar oleh KST di Bandara Paro, Nduga, Papua Tengah membawa sebanyak 5 orang penumpang. Kejadian tersebut diketahui setelah pesawat itu dikabarkan sempat hilang kontak. Menurut Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ignatius Benny AdyPrabowo bahwa seharusnya setelah tiba di Nduga, pesawat itu akan kembali ke Timika namun ternyata sulit dihubungi.
Tentu saja seluruh kejadian dan banyaknya aksi teror yang terus dilakukan oleh KST Papua patut untuk terus disorot dan jangan sampai terus terjadi atau melebar luas hingga pada pengrusakan atau bahkan mengakibatkan nyawa orang lain hilang. Sehingga seluruh pihak sangat wajib untuk berperan aktif dalam upaya memberantas KST Papua.