Oleh : Samuel Christian Galal )*
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Baru memberikan jaminan perlindungan kepada korban kekerasan. Hal tersebut tertulis dalam Pasal 262 KUHP tentang Kekerasan terhadap orang atau Barang secara bersama-sama di muka umum.
Dalam ayat (1) disebutkan, setiap orang dengan terang-terangan atau di muka umum dan dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori (Rp 500.000.000).
Jika kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hancurnya barang atau mengakibatkan luka, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp 200.000.000)
Sedangkan pada ayat (3) disebutkan, jika kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, maka pelaku akan dipidana dengan penjara paling lama 9 tahun.
Pada ayat (4) tertulis, Jika kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Kemudian pada ayat (5) disebutkan, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1) huruf d.
Maksudnya adalah ganti rugi yang dimaksud sama dengan restitusi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan saksi dan korban. Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, KUHP terbaru akan diberlakukan tiga tahun kemudian sejak disahkan.
Pada kesempatan berbeda, Moeldoko selaku Kepala Staf Kepresidenan menyampaikan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat. Pengesahan KUHP menurutnya bukanlah untuk kepentingan pemerintah.
Dalam kesempatan rapat koordinasi antar K/L terkait KUHP, Moeldoko mengatakan sebagai produk hukum, KUHP mendekonstruksi paradigma hukum pidana menuju keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan. Oleh karenanya, KUHP merupakan manifestasi dari reformasi hukum yang selama ini diarahkan Bapak Presiden, terutama dalam hal penataan regulasi hukum pidana.
Menurut Moeldoko, meskipun memiliki tujuan dan dampak yang mulia, KUHP saat ini menjadi mispersepsi bahkan hoax baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini dikarenakan belum adanya pemahaman yang jelas di masyarakat.
Karena itu, selama tiga tahun masa transisi, pemerintah akan terus memberikan edukasi kepada masyarakat dan aparat penegak hukum untuk mencegah munculnya hoax di ruang publik dan mispersepsi terhadap pasal-pasal KUHP.
Selain itu, pemerintah juga akan terus berupaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap jalannya demokrasi di Indonesia. Salah satunya yakni dengan tidak menjadi anti-kritik.
Sementara itu, keberadaan KUHP ditujukan pula sebagai sandaran hukum pidana di negara Indonesia. KUHP merupakan kumpulan aturan untuk mengadili perkara pidana demi melindungi kepentingan umum. Di dalam KUHP, diatur mengenai tindak pidana yang dapat berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan ketertiban umum dalam kehidupan masyarakat.
Pasal-pasal dalam KUHP juga mencakup sanksi atau hukuman yang akan diberlakukan terhadap tindakan pidana tertentu. Dengan demikian, hukum pidana menyajikan dua poin penting, yakni aturan atau ketentuan dan tindak lanjut terhadap pelanggar aturan tersebut.
Hukum pidana yang diatur dalam KUHP tentu merupakan langkah terakhir yang dapat dilakukan kepada pelanggar aturan. Peraturan ini berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa pengecualian.
Kejahatan terhadap ketertiban umum dapat dimaknai bahwa tujuan utama perbuatan tersebut adalah mengganggu ketertiban umum sehingga harus bisa dibuktikan kejahatan yang dilakukan untuk membuat suasana tidak aman. Tujuan utama pasal 170 adalah akibat dari perbuatan menggunakan kekerasan secara bersama-sama.
Perlu dipahami bahwa fungsi hukum pidana adalah bertujuan untuk mengatur tingkah laku masyarakat demi mewujudkan ketertiban, keadilan, perlindungan, kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat.
Bayangkan jika hukum pidana dilenyapkan dan masyarakat dibebaskan dari segala aturan yang ada. Pasti orang-orang akan melakukan hal apapun, semaunya, tanpa memperdulikan kepentingan orang lain.
Fungsi khusus dari hukum pidana tentu saja untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak mengganggunya, dengan sanksi berupa pidana yang sifatnya memaksa dan mengikat.
Tugas utama dari hukum pidana tentu saja melindungi masyarakat dari setiap kejahatan yang muncul akibat dari adanya pelanggaran undang-undang. Hukum pidana tidak bertujuan untuk memperbaiki pelaku kejahatan saja tetapi juga untuk mencegah masyarakat untuk melakukan kejahatan.
KUHP merupakan sumber utama hukum pidana Indonesia. KUHP yang dapat menjadi sumber lahirnya hukum pidana merupakan KUHP tentang kejahatan dan KUHP tentang pelanggaran. Dari sini Hukum Pidana memiliki dua fungsi pokok yang perlu dipahami, yakni fungsi preventif dan represif.
KUHP yang baru tentu saja melindungi masyarakat dari adanya kemungkinan tindakan kekerasan, sehingga aturan yang mengikat dari KUHP akan membuat seseorang tidak akan melakukan tindakan yang dapat merusak atau melukai orang lain.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Gala Indomedia