Jakarta – Kelahiran KUHP Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan adanya reformasi hukum yang jauh lebih mengandung nilai-nilai khas budaya bangsa hingga falsafah dasar negara, Pancasila untuk bisa segera menggantikan keberlakuan sistem hukum buatan Belanda.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah secara resmi melakukan pengesahan pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang (UU) KUHP) Nasional pada tanggal 6 Desember 2022 lalu. Keberadaan KUHP Nasional ini juga akan segera menggantikan KUHP lama buatan jalan kolonial Belanda yang bahkan sudah digunakan selama lebih dari 100 tahun yang lalu.
Sebagai informasi, KUHP Nasional terdiri dari sebanyak 37 bab dengan sebanyak 624 pasal, yang mana akan melalui masa transisi terlebih dahulu selama tiga tahun sejak disahkan, yakni nantinya akan resmi berlaku secara sepenuhnya pada tahun 2025 mendatang.
Terkait pengesahan KUHP Nasional tersebut, Ahli Hukum dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Prof. Benny Riyanto menjelaskan bahwa sistem hukum yang merupakan asli buatan anak bangsa ini telah menganut hukum pidana yang jauh lebih modern. Bukan hanya itu, namun juga sekaligus mampu menjadi sebuah cerminan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
Bahkan, dijelaskan olehnya bahwa sebenarnya upaya terjadinya pembaharuan untuk segera mengganti keberlakuan KUHP lama produk kolonial Belanda sudah dilakukan sejak lama, yakni dimulai sejak tahun 1958 silam, yang mana telah ditandai dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN).
Kemudian, pada tahun 1963 juga telah diselenggarakan Seminar Hukum Nasional I, yang kemudian menghasilkan berbagai macam resolusi, beberapa diantaranya yakni untuk segera merumuskan KUHP Nasional. Maka, dengan setelah diresmikannya sistem hukum buatan anak bangsa itu, menurut Prof. Benny berarti Indonesia telah resmi meninggalkan produk kolonial Belanda.
Lebih lanjut, dalam masa transisi sebelum KUHP Nasional benar-benar berlaku secara keseluruhan pada tahun 2025 mendatang, Pemerintah RI mengupayakan sejumlah sosialisasi kepada masyarakat luas. Hal tersebut menurut Pakar Hukum UNNES itu adalah sebuah hal yang sangat mutlak dan perlu untuk dilakukan supaya seluruh masyarakat Tanah Air mampu memahami terkait aturan hukum tersebut secara utuh dan menyeluruh.
Dirinya pun menambahkan bahwa sosialisasi KUHP Nasinal sangat penting lantaran menjadi sebuah legacy atau warisan untuk bangsa ini dan juga agar pemahaman yang komprehensif tercipta di masyarakat luas. Menurutnya, salah satu hal paling penting atas pengesahan KUHP Nasional adalah lantaran di dalamnya sudah memuat perubahan paradigma hukum, sehingga dengan adanya perubahan paradigma hukum pidana tersebut, kini sistem hukum di Indonesia menjadi bersifat rehabilitatif dan restoratif.
Baginya, KUHP Nasional merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan reformasi sistem hukum pidana nasional secara menyeluruh dan juga telah berdasar kepada nilai-nilai dasar falsafah negara, yakni Pancasila. Bukan hanya itu, namun di dalam KUHP Nasional juga mengandung nilai budaya bangsa hingga menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) secara universal.
Sejatinya, menurut Prof. Benny, pembahasan telah banyak sekali dilakukan oleh Pemerintah RI bersama dengan seluruh elemen masyarakat Indonesia terkait perancangan KUHP Nasional, bakan juga telah berkoordinasi dengan berbagai kementerian hingga lembaga terkait, termasuk juga organisasi profesi, para akademisi, praktisi hukum, para ahli hingga unsur-unsur lain di masyarakat terus dilibatkan dalam pembahasan semua substansi dan juga materi yang mengatur di dalam KUHP Nasional.
Sementara itu, Akademisi Fakultas Hukum (FH) Univrsitas Indonesia (UI), Prof. Harkirstuti Harkrisnowo memaparkan beberapa kebaharuan yang penting di dalam KUHP Nasional jika dibandingkan dengan sistem hukum lama produk jaman kolonial Belanda dulu. Dalam pemaparannya, dia menjelaskan bahwa dalam KUHP Nasional sudah tidak ada lagi kategori kejahatan dan pelanggaran. Bukan hanya itu, namun d dalamnya juga sangatlah mengakui keberadaan hukum yang selama ini sudah hidup di dalam masyarakat atau asa legalitas tetap dipertahankan.
Mengenai adanya Living Law yang juga dimuat dalam KUHP Nasional, akademisi FHUI tersebut menjelaskan bahwa adanya living law itu merupakan sebuah bentuk pengakuan dan juga penghormatan terhadap hukum adat (delik adat) yang masih hidup di masyarakat sampai saat ini. Namun bukan berarti seluruh hukum adat langsung diserap begitu saja, melainkan juga tetap dibatasi dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia (HAM) dan juga disesuaikan dengan asas-asas hukum umu yang berlaku dalam masyarakat bangsa-bangsa.
Termuatnya nilai-nilai khas budaya bangsa Indonesia hingga adanya falsafah dasar negara, Pancasila serta di dalamnya juga telah menganut paradigma hukum pidana modern serta menjunjung tinggi penegakan hak asasi manusia (HAM), menjadikan kelahiran KUHP Nasional sebagai upaya untuk mewujudkan adanya reformasi sistem hukum pidana di Tanah Air menggantikan keberlakuan sistem hukum peninggalan Belanda.