Jakarta – Penerbitan Perppu Cipta Kerja yang telah dilakukan oleh pemerintah beberapa waktu lalu, dinilai bukanlah sebuah hal yang mendadak dan serta-merta, pasalnya kebijakan tersebut sangat mampu untuk menjawab berbagai macam tantangan ekonomi hingga mengisi kekosongan hukum akibat pembekuan UU Cipta Kerja sebelumnya.
Plt Direktur Jenderal Peraturan Perndang-Undangan Kemenkumham, Dhahana Putra menyatakan bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja bukanlah sebuah kebijakan yang mendadak.
Pasalnya, hal tersebut memang sudah sesuai dengan mandat dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan tenggat waktu selama 2 tahun kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan pada UU Cipta Kerja sebelumnya yang dinilai inkonstitusional bersyarat.
“Mendadak sih tidak, karena sesuai dengan peraturan MK bahwa pemerintah diberikan waktu 2 tahun sejak diucapkan oleh Hakim Konstitusi, yakni 25 November 2021,” ucapnya.
Lebih lanjut, Dhahana Putra juga menambahkan bahwa penerbitan Perppu Cipta Kerja dipercepat lantaran memang saat ini kondisi Indonesia sedang dalam situasi yang genting dan terancam akibat perekonomian global yang tidak pasti.
“Dalam konteks pertumbuhan ekonomi global, ada kecenderungan yang negatif, banyak berbagai negara mengambil suatu kebijakan. Contohnya, IMF memproyeksikan perkembangan ekonomi global 2,7% ini menjadi suatu persoalan. Amerika sudah memberikan proteksi ekonomi, bahkan China pun terindikasi ada 1%. Indonesia dihadapkan dengan 6% tapi dengan kondisi saat ini akan terancam,” jelasnya.
Dengan tegas dirinya menyatakan bahwa justru adanya penerbitan Perppu Cipta Kerja yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 30 Desember 2022 itu sangatlah membantu dalam pelaksanaan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jadi kehadiran Perppu ini sangat membantu pelaksanaan pertumbuhan ekonomi Indonesia menghadapi pertumbuhan ekonomi global yang tidak menentu,” terangnya.
Dhahana juga mengutarakan bahwa Presiden memang diberikan kewenangan, sehingga dirinya berhak membuat Perppu sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22 ayat (1).
Di dalamnya dikatakan, bahwa selama Indonesia memang dalam kondisi yang genting, maka Presiden memiliki kewenangan untuk membuat Perppu sebagai pengganti Undang-Undang yang telah ada untuk bisa sesegera mungkin mengatasi kegentingan tersebut.
“Undang-Undang 11 Tahun 2020 itu kan masih on proses, kita lihat berbagai capaian pun juga signifikan terkait peningkatan investasi maupun juga dari segi stabilitas ekonomi. tentunya pada saat kita dihadapkan pada kondisi yang saat ini, dan pemerintah diberikan waktu 2 tahun untuk menyiapkan suatu regulasi, maka Presiden berdasarkan Pasal 22 ayat (1), diberikan kewenangan untuk menerbitkan Perppu, tapi ada kriterianya sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Jadi tidak serta merta Presiden menerbitkan Perppu tapi juga ada suatu parameternya berdasarkan putusan MK,” ujarnya.
Selain itu, urgensi penerbitan Perppu Cipta Kerja yang disahkan oleh Pemerintah ini juga mampu menjawab adanya kebutuhan hukum hingga kekosongan hukum akibat adanya pembatasan UU Cipta Kerja sebelumnya.
“Dengan tantangan ekonomi global yang tidak menentu, ini akan menjadi soal, pada saat ini pun juga Pemerintah dihadapkan pembatasan pemberlakuan terhadap UU Cipta Kerja selama 2 tahun. Dengan durasi yang sangat pendek ini perlu langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dengan pembuatan Perppu tadi, pertama adalah kebutuhan hukum, kedua ada kekosongan hukum, ketiga ada suatu extraordinary dari pembentukannya,” pungkasnya.