Oleh : David Falih Hansa )*
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) versi baru sudah disahkan oleh DPR RI, pada awal Desember 2022. Masyarakat mengapresiasi KUHP karena memperkuat upaya negara dalam melindungi hak asasi manusia. Selain itu, KUHP juga melindungi kebebasan sipil, baik dalam hal bertindak maupun berpendapat.
KUHP sudah diresmikan dan hukum pidana akan lebih sempurna dan melindungi masyarakat dari berbagai tindak kejahatan. Hukum modern akan diberlakukan dan membina mereka yang pernah berbuat salah. Selain itu, KUHP melindungi kebebasan masyarakat sipil Indonesia, sekaligus melindungi hak asasi manusia.
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI, Abdul Haris S, pihaknya mendukung KUHP karena ada pasal-pasal yang mendukung hak asasi manusia. Di antaranya Pasal 440 KUHP dan Pasal 529 KUHP, serta Pasal 65 KUHP. Dalam artian, pasal-pasal tersebut membela HAM rakyat Indonesia, oleh karena itu didukung penuh oleh Komnas HAM.
Dalam Pasal 440 KUHP isinya: barang siapa menghina atau melakukan pencemaran nama baik di depan umum, terancam pidana maksimal 6 bulan atau denda kategori II. Sedangkan denda kategori II adalah sebesar Rp7.500.000.
Jika ada yang menghina atau melakukan pencemaran nama baik maka ia bisa terkena Pasal 440 KUHP. Hak asasi manusia orang yang dihina atau dicemarkan nama baiknya terlindungi oleh pasal ini. Ia tidak takut akan dihina di depan umum, baik oleh orang yang dikenal atau tak dikenal. Hak asasinya terlindungi oleh KUHP karena jika ada yang menghina, bisa langsung dilaporkan dan dipidana.
Kemudian, rakyat Indonesia juga terlindungi dari kasus pencemaran nama baik. Penyebabnya karena tidak akan ada lagi orang yang terang-terangan menjelekkan namanya. Baik ketika mendekati pemilihan umum (karena ia adalah calon legislatif) maupun di waktu yang lain (saat ia berstatus warga sipil biasa). Kasus pencemaran nama baik selain memalukan juga berefek panjang, dan untuk mencegah balas dendam maka dibuatlah pasalnya.
Dalam Pasal 529 KUHP diterangkan bahwa ada penghukuman terhadap pejabat publik atau pelaku yang melakukan intimidasi dan penyiksaan di proses penegakan hukum. Dalam artian, jika ada intimidasi terhadap rakyat maka ia boleh melaporkannya dan pelakunya akan terkena Pasal 529 KUHP. Tak peduli ia adalah pejabat publik yang memiliki jabatan tinggi.
Padal 529 KUHP melindungi hak asasi masyarakat Indonesia, terutama rakyat kecil. Rakyat bisa bebas dari intimidasi oknum pejabat. Misalnya ketika ada sengketa dan seseorang merasa diintimidasi, padahal ia berada di posisi yang benar. Ia bisa melaporkan pelaku intimidasi, tak peduli jika yang melakukannya adalah pejabat tinggi. Hukum tidak pandang bulu dan akan mempidanakan pejabat, jika ia bersalah.
Abdul Haris menambahkan, Pasal 529 KUHP merupakan pengakuan terhadap konvensi anti penyiksaan yang sudah diratifikasi pada tahun 1998 lalu. Pelaku penyiksaan akan bisa dipidana. Dalam artian, hak asasi rakyat akan dilindungi dari siksaan okum pejabat atau pelaku lain jika mereka berada dalam proses penegakan hukum.
Kemudian, Pasal 65 KUHP dijelaskan jika ada beberapa perbuatan kejahatan yang sejenis maka hukumannya hanya satu pidana. Hal ini bukan untuk melindungi pelaku. Melainkan untuk memperlihatkan bahwa pemerintah menegakkan HAM, bahkan untuk seorang narapidana.
Abdul Haris juga menyetujui KUHP baru karena ada opsi kerja sosial untuk menggantikan pidana penjara, khusus untuk tipiring (tindak pidana ringan) yang hukumannya hanya beberapa bulan. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersangka harus ditegakkan karena ia melakukan tipiring karena terpaksa. Misalnya rakyat kecil yang terpaksa mencuri karena kelaparan.
Opsi kerja sosial selain menegakkan HAM di Indonesia, juga bisa mengurangi kapasitas lembaga pemasyarakatan. Dalam beberapa tahun ini penjara selalu penuh, bahkan overload, dan memberatkan negara karena harus memberi makan banyak orang di dalamnya. Jumlah narapidana yang terlalu banyak juga bisa menyebabkan konflik dan gesekan tajam. Namun dengan KUHP jumlahnya bisa dikurangi.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof. Edward Omar Sharif, menyatakan bahwa Pasal 263 mengenai sanksi pidana terhadap penyebaran berita bohong, tidak usah dikhawatirkan. Pasal ini tidak akan menghalangi kebebasan pers maupun rakyat sipil. Jangan asal tuduh, tetapi semua orang harus membaca dengan teliti dan memahami KUHP baru.
Dalam artian, larangan berita hoaks justru bagus karena menghindarkan masyarakat dari hoaks. Penyebabnya karena hoaks akan membingungkan dan menjerumuskan. Misalnya hoaks mengenai vaksin corona yang mengandung babi. Akan ada masyarakat yang takut vaksin dan akhirnya kena corona, dan terancam kehilangan nyawa karena tidak divaksin sama sekali.
Pasal larangan hoaks jangan dilihat sebagai sesuatu yang merenggut kebebasan. Justru harus diatur pada pemberitaan di media cetak, elektronik, dan online. Jangan sampai masyarakat terjerumus hoaks. Jika ada jurnalis yang tak sengaja membuat berita yang ternyata hoaks maka urusannya dengan Dewan Pers, tak serta-merta dipidanakan.
KUHP baru merupakan kitab hukum pidana yang terus disempurnakan. KUHP tidak mengambil kebebasan rakyat sipil. Justru melindungi mereka dari berbagai kejahatan pidana dan berita hoaks.
)* Penulis adalah Kontributor Persada Insitute