Oleh : Rebecca Marian )*
Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua terkenal keji dan kerap menimbulkan keresahan bagi masyarakat Papua. Bulan Desember ini tentu saja ada perayaan Natal bagi umat kristiani, khususnya di Papua, perayaan Natal sudah semestinya dapat berjalan secara aman dan damai tanpa ada teror dari KST.
KST Papua merupakan kelompok pelanggar HAM berat, karena berani menyerang bahkan membunuh aparat dan warga sipil. Apalagi, di bulan Desember, Kelompok Separatis Teroris OPM mengklaim peringatan ulang tahunnya. Hal ini patut diwaspadai karena biasanya terjadi peningkatan aksi brutal yang dapat membahayakan warga sipil.
Tercatat pada 5 Desember 2022, OPM membunuh tiga warga sipil tidak berdosa di Kampung Mangabib, Distrik Oksebang, Papua. Sementara pada 13 Desember OPM menyerang tiga kendaraan dinas Polres Kepulauan Yapen.
Catatan kriminal KST juga terjadi pada Agustus 2022 lalu. Saat itu, KST telah membuat keonaran di Kampung Mamba Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Akibat aksi tersebut, seorang warga tewas setelah mendapatkan serangan tembakan dari KST.
Korban tewas tersebut merupakan pekerja proyek pengaspalan di Kampung Mamba Bawah atas nama Manoach Rumansara. Manoach terkena timah panas di bagian pinggang.
Korban sempat dibawa ke Puskesmas Sugapa untuk mendapatkan pertolongan, tapi naas jiwanya tidak bisa diselamatkan.
Tidak hanya itu, KST juga pernah melakukan aski penembakan terhadap personel TNI yang sedang melaksanakan pengamanan di Gereja Golgota, Distrik Gome, Ilaga, Kabupaten Puncak. Papua Pegunungan.
Aksi penembakan tersebut dibenarkan oleh Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Kav Herman Taryaman, S.I.P., dalam keterangannya ia mengatakan, KST kembali melakukan aksi teror dengan menembaki aparat keamanan yang sedang melaksanakan pengamanan.
Akibat dari ulah brutal tersebut, salah seorang personel TNI berinisial Serda IDW mengalami luka tembak di paha kanan.
Di tempat berbeda, Gerombolan KST juga melakukan penyerangan terhadap TNI dari Satgas Kodim Yonif 431/SSP Pos Okbibab di Kampung Apmisibil, Distrik Okibab, Kabupaten Pegunungan Bintang.
Akibat dari aksi penyerangan tersebut, satu prajurit TNI berinisial Pratu WJ terkena tembakan di kaki.
Terkait dengan kejadian tersebut, Kapendam mengungkapkan bahwa gerombolan KST tersebtu menembak TNI Satgas Kodim Yonif 431/SSP yang sedang melaksanakan pengamanan gereja pada Minggu Pagi.
Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurahman secara tegas mengatakan bahwa KST Papua sejatinya bukanlah musuh, namun mereka adalah kelompok yang berbeda pandangan dan tidak paham tentang NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
KSAD yang didampingi Pangdam Cenderawasih, yang saat itu Mayjen TNI Ignatius Yogo Triyono mengatakan, prajurit yang bertugas di Papua bukanlah untuk melakukan operasi perang, namun dalam hal ini membantu Polri dan pemerintah daerah setempat dalam menjaga situasi keamanan dari berbagai gangguan, termasuk gangguan dari kelompok separatis yang memegang teguh ideologi untuk memisahkan diri dari NKRI.
Kehadiran pasukan TNI juga untuk membantu memulihkan perekonomian masyarakat. Mereka yang berseberangan seperti kelompok separatis teroris harus dirangkul, lalu diberikan pemahaman agar mereka mau kembali bergabung dibawah naungan merah putih dan NKRI untuk bersama-sama membangun Papua.
Ia juga meminta kepada setiap prajurit yang bertugas untuk senantiasa menanamkan di hati bahwa bertugas di Papua adalah demi bangsa dan negara dan demi menjaga serta melindungi masyarakat Papua.
Penyerangan yang dilakukan terhadap aparat yang sedang menjaga tempat ibadah, tentu saja menjadi bukti bahwa kelompok tersebut memang layak disematkan label teroris.
Selain itu pihak KST juga kerap melakukan propaganda dengan media lokal dan internasional, serta mobilisasi massa dan demonstrasi dengan mengeksploitasi isu referendum, pelanggaran HAM dan lain sebagainya.
Di sisi lain, KST merupakan jaringan yang terfragmentasi. Di mana tidak ada satu komando yang terstruktur dan setiap kelompok memiliki pimpinan sendiri. Organisasi yang structurless ini disebabkan oleh faktor sosial budaya pada masyarakat Papua yang masih kental dengan semangan primordial kesukuan.
Hal ini yang menjadi tantangan tersendiri bagi aparat untuk membasmi KST secara menyeluruh. Apalagi KST mendapatkan senjata dari jaringan penjualan senjata yang ada di Papua Nugini dan Filipina selatan. Mereka juga mendapatkan sejata melalui perampasan dan pencurian senjata aparat TNI dan Polri.
Perayaan Natal yang sudah semakin dekat tentu saja membutuhkan pengamanan dari aparat TNI/Polri. Karena bagaimanapun juga, merayakan hari raya adalah hak asasi yang tidak bisa dikurangi dan setiap warga negara Indonesia, memiliki hak untuk merayakan hari besar keagamaan sesuai dengan kepercayaan agamanya masing-masing.
Langkah pemerintah dan aparat keamanan yang tidak lagi mengutamakan pendekatan militer merupakan terobosan yang baik dalam menyelesaikan masalah Kelompok Separatis Teroris (KST) di Papua.
Namun nyatanya upaya pendekatan damai tersebut telah dicederai oleh ulah KST Papua. Di mana KST masih saja melancarkan aksi teror terhadap aparat keamanan hingga menimbulkan korban jiwa.
Dengan adanya kekejaman yang sudah jelas melanggar HAM, Aksi KST tentu saja patut diwaspadai oleh semua pihak. KST telah secara nyata menunjukkan jati dirinya sebagai kelompok yang tidak menginginkan kemajuan untuk Papua. Aksi mereka patut diwaspadai karena rekam jejak mereka yang terkenal beringas bahkan terhadap aparat keamanan sekalipun.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta