Oleh : Dina Kahyang Putri )*
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru sudah disahkan tanggal 6 Desember 2022 oleh DPR RI. Pengesahannya sudah ditunggu-tunggu oleh rakyat, karena akhirnya Indonesia memiliki kitab hukum pidana sendiri. Penyusunan KUHP tidak terburu-buru karena rencana pembuatannya sudah ada sejak era Orde Baru. Jadi tidak benar jika ada yang menuduh bahwa pemerintah memaksakan diri untuk mengesahkan KUHP dengan terlalu cepat.
Indonesia akhirnya punya kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sendiri pada tahun 2022. KUHP ini memiliki berbagai pasal yang akan melindungi rakyat dari kejahatan pidana, dan mengikuti dinamika masyarakat modern. Kitab ini disusun oleh para ahli hukum Indonesia sehingga mengerti kultur dan situasi masyarakat Indonesia.
Namun sayang ada segelintir orang yang menuduh bahwa penyusunan KUHP terlalu terburu-buru, bahkan dipaksakan. Penyebabnya karena pengesahan RKUHP menjadi KUHP dilakukan sebelum masa reses DPR RI. Padahal penyusunannya sudah ada sejak tahun 60-an, pada masa Orde Baru.
Menurut sejarah, tahun 1963 sudah ada ide pembuatan RKUHP dalam acara Seminar Hukum Nasional I. Kemudian tahun 1964 dibentuk tim perumus KUHP. Sejumlah pakar hukum dilibatkan dalam penyusunan KUHP. Di antaranya Prof Soedarto (alm) dan Prof Roeslan Saleh (alm).
Substansi KUHP saat ini mengacu pada seminar tersebut. Di antaranya penambahan delik-delik (tindak pidana), delik ekonomi, kejahatan pengamanan negara atau ideologi, hukum adat, dan kesusilaan. Kemudian ditambah dengan pasal mengenai korupsi, delik penyebaran kebencian terhadap pemerintah, penghinaan terhadap kepala negara dan wakilnya, dll.
Para penyusun KUHP baru di antaranya Prof. Muladi, ahli hukum dari Universitas Indonesia. Ada pula Prof. Nyoman Serikat Putra Jaya, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, dan Dr. Muzakkir. Semuanya adalah ahli hukum yang kompeten. Penyusun KUHP harus orang Indonesia, yang mengerti keadaan masyarakat Indonesia.
Kemudian, draft KUHP baru sudah diserahkan ke DPR RI tahun 2015 dan 2017, tetapi tidak mendapatkan persetujuan. Baru pada tahun 2022 KUHP versi baru disempurnakan lagi pasal-pasalnya dan dilakukan sesi sosialisasi dan dialog. Dalam sesi ini rakyat bisa memberikan masukan dan kritikan.
Setelah ada berbagai masukan dari masyarakat maka DPR RI menganulir beberapa pasal di dalamnya. Kemudian, awal Desember 2022 KUHP yang baru disahkan dan wajib diaplikasikan di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu tidak tepat jika ada yang menuduh bahwa penyusunan KUHP terlalu terburu-buru. Memang benar jadwal pengesahannya adalah tanggal 17 Agustus 2022, sebagai kado ulang tahun NKRI. Namun Presiden Jokowi menyatakan bahwa perlu ada sosialisasi dan dialog agar rakyat memahami KUHP baru.
Bisa jadi yang berpendapat bahwa penyusunan KUHP terlalu terburu-buru karena ia melihat dari Agustus hingga Desember 2022. Padahal penyusunannya sudah ada sejak tahun 60-an alias pada masa Orde Baru. Dalam penyusunan selama bertahun-tahun, pasal-pasal terus ditambahkan dan disempurnakan. Tujuannya agar menyempurnakan hukum pidana di Indonesia.
Penyusunan KUHP tidak pernah terburu-buru karena pemerintah ingin membuat kitab hukum pidana sesempurna mungkin. Oleh karena itu pembuatnya adalah banyak ahli hukum senior di Indonesia. Salah satunya adalah Prof. Muladi, yang pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman di masa Orde Baru.
KUHP baru perlu dibuat karena KUHP lama adalah produk hukum pada masa penjajahan Belanda. Ketika mereka masih menjajah Indonesia (dulu bernama Hindia Belanda), pada tanggal 1 Januari 1918 KUHP wajib diterapkan. Sumber KUHP yang merupakan hukum Belanda, disebut dengan Wetboek van Strafrect voor Nederlandsch Indie.
Oleh karena itu pemerintah berinisiatif memperbaiki hukum pidana asli Indonesia. penyebabnya karena hukum buatan Belanda dibuat untuk menghukum rakyat yang dijajah (pribumi) sehingga pasal-pasalnya berazas balas dendam. Padahal ini tidak sesuai dengan hukum modern yang substansial dan restoratif.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Edward Omar Sharif menyatakan bahwa KUHP baru diperlukan karena rakyat Indonesia bertahun-tahun menggunakan KUHP lama yang tidak pasti. Dalam artian, KUHP lama masih berbentuk buku yang berbahasa Belanda dan tidak ada terjemahan resminya.
Sehingga tiap hakim menerjemahkan KUHP lama dengan pengertian masing-masing. Hal ini akan menimbulkan kerancuan karena bisa jadi interpretasinya berbeda-beda. Hukum menjadi tidak pasti dan akan membingungkan rakyat. Padahal hukum tidak bisa seperti itu dan sebuah kasus tidak bisa mendapatkan hukuman yang berbeda-beda.
KUHP tidak disusun terburu-buru karena sudah ada rancangannya sejak era pemerintahan mantan Presiden Soeharto, lalu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Baru di era Presiden Jokowi KUHP disahkan oleh DPR RI. Tidak akan ada orang yang menuduhnya sebagai produk buru-buru, karena faktanya kitab ini disusun selama puluhan tahun.
Ketika KUHP baru disahkan maka ada berbagai pendapat masyarakat. Banyak yang menyetujuinya karena merupakan produk hukum buatan asli Indonesia. Namun ada segelintir orang yang menuduhnya sebagai produk hukum buru-buru. Faktanya, KUHP sudah disusun sejak lama dan disempurnakan terus draftnya, sehingga melindungi rakyat dari kejahatan pidana.
)* Penulis adalah kontributor Persada Insitute