Suarapapuanews, Jakarta– RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) penting untuk segera disahkan, karena akan mencapai keadilan di Indonesia. Hukuman bagi para tersangka akan diatur seadil-adilnya, dan ia akan mendapatkan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. RKUHP akan menggantikan posisi KUHP, yang sudah terlalu tua dan tidak bisa mengikuti dinamika masyarakat modern.
Salah satu cara untuk mencapai keadilan adalah dengan memperbarui Undang-Undang. Oleh karena itu pemerintah ingin mengganti KUHP dengan RKUHP, karena KUHP tidak lagi relevan dengan era teknologi informasi. KUHP dibuat dalam masa penjajahan sehingga tidak bisa lagi diterapkan di masa Indonesia sudah merdeka.
Rencananya RKUHP akan disahkan pada akhir tahun 2022 ini. Pengesahan RKUHP adalah sesuatu yang sangat penting karena akan menegakkan hukum di Indonesia. Hukum akan diaplikasikan dengan adil, tidak peduli latar belakang tersangka. Tidak ada anggapan bahwa hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Retno Saraswati, menyatakan bahwa keberadaan RKUHP merupakan perkembangan hukum pidana Indonesia yang luar biasa untuk mencapai keadilan yang susbstansial atau sesungguhnya.
Keadilan yang substansial adalah keadilan yang terkait dengan isi putusan hakim dalam memeriksa, mengadili, dan mengutus suatu perkara yang harus dibuat berdasarkan pertimbangan rasionalitas, kejujuran, objektivitas, dan hati nurani hakim. Jika ada keadilan yang substansial maka dipastikan hukum dijunjung tinggi dan masyarakat akan terlindungi dari berbagai kejahatan pidana.
Keadilan substansial terjadi karena RKUHP menggantikan posisi KUHP, yang dibuat pada masa penjajahan Belanda. Dulu di masa kolonial, hukum dibuat dengan azas balas dendam, dan para tersangka dihukum seberat-beratnya. Padahal ini tidak sesuai dengan hukum modern yang ingin menghapuskan pembalasan dendam, karena tidak akan mendidik mental tersangka.
Dalam RKUHP tidak ada azas balas dendam, tetapi menggunakan hukum modern yang lebih manusiawi bagi tersangka, tetapi tetap menegakkan keadilan. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif, menyatakan bahwa RKUHP mengedepankan paradigma keadilan yang mencakup prinsip-prinsip keadilan korektif bagi pelaku, keadilan restoratif bagi korban, dan keadilan rehabilitatif bagi pelaku atau korban.
Keadilan korektif adalah memberikan hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan. Misalnya pada pasal mengenai unggas yang masuk ke pekarangan atau kebun orang lain dan merusak tanaman atau bibit. Pemiliknya bisa kena denda sebanyak Rp. 10.000.000.
Bisa jadi ada orang yang heran, mengapa unggas yang ‘hanya’ merusak tanaman maka pemiliknya mendapatkan hukuman dan denda sebesar itu. Penyebabnya karena ia sengaja membiarkan unggasnya terlalu bebas dan tidak menaruhnya dalam kandang atau kurungan. Perbuatan unggasnya tentu merugikan orang lain karena tanamannya rusak, apalagi jika harganya mahal.
Keadilan restoratif adalah pemulihan hubungan baik antara korban dengan pelaku kejahatan, sehingga tidak ada dendam dalam hubungan mereka. Dalam RKUHP bisa dipakai keadilan restoratif, dengan catatan tidak untuk kasus-kasus yang besar seperti pembunuhan berencana.
Keadilan restoratif dalam RKUHP bisa diaplikasikan dalam kasus tipiring (tindak pidana ringan). Misalnya seorang nenek tua miskin ketahuan mencuri singkong karena kelaparan. Ia tidak jadi dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan, karena korban memaafkan kesalahannya. Prinsip keadilan yang memihak rakyat kecil seperti ini, yang menjadi keunggulan RKUHP, sehingga harus disahkan secepatnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum PTIQ Andi Windo Wahidin, menyatakan bahwa RKUHP akan membawa banyak dampak positif di Indonesia. Revisi pada Undang-Undang adalah sesuatu yang wajar karena hukum akan mengikuti dinamika masyarakat. Misalnya pada UU ITE yang sudah 2 kali direvisi, padahal baru 8 tahun disahkan.
Dalam artian, RKUHP jangan ditentang karena membawa banyak efek positif bagi masyarakat Indonesia. Misalnya pada pasal perzinahan, tersangka akan dijerat hukuman 1 tahun penjara. Sedangkan bagi orang yang melakukan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan akan dihukum 6 bulan penjara.
Keadilan akan ditegakkan karena RKUHP melarang pasangan tanpa surat nikah resmi untuk hidup dalam 1 tempat. Living together harus dihapus karena Indonesia adalah negara demokrasi, bukan liberal, yang memperbolehkan adanya pasangan yang hidup bersama tanpa ikatan resmi.
Masyarakat akan melihat banyak dampak positif lain dari RUU ini akan menjamin keadilan yang seadil-adilnya. Indonesia adalah negara hukum dan tidak ada yang kebal hukum, meskipun ia seorang pejabat tinggi. Jika seorang tersangka terbukti bersalah maka ia akan dijerat oleh pasal-pasal dalam RKUHP, tidak peduli pangkat dan jabatannya.
RKUHP adalah RUU yang dibuat untuk menggantikan KUHP, yang sudah terlalu tua dan tidak mengikuti prinsip hukum modern. RKUHP harus segera disahkan karena dibuat untuk mencapai keadilan di Indonesia. Hukum akan ditegakkan untuk semua kalangan, oleh karena itu masyarakat diminta untuk selalu mendukung pengesahan RKUHP.
)* Penulis adalah Kontributor Ruang Baca Nusantara
(IFM/AA)