Suarapapuanews, Jakarta– Ketua Dewan Adat Papua mendesak Lukas Enembe taat hukum dan menjalani pemeriksaan. KPK adalah lembaga anti korupsi yang berwenang, dan panggilannya harus dituruti. Lukas harus mempertanggung jawabkan kesalahannya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para penyidik KPK.
Gubernur Papua Lukas Enembe masih berstatus tersangka kasus korupsi dan gratifikasi. Ia terbukti mengambil uang rakyat dan KPK sudah menyelidiki kasusnya sejak tahun 2017. Namun sampai sekarang, ia terbukti tidak hadir ke Jakarta untuk memenuhi panggilan KPK dengan alasan sakit jantung dan stroke. Hingga pada akhirnya KPK harus terbang dan memeriksa Lukas Enembe.
Ketika Lukas Enembe belum kooperatif maka muncul desakan agar ia taat hukum. Ondofolo (ketua adat) besar Sentani, Yanto Eluay, yang menyatakan bahwa Lukas Enembe harus menaati proses hukum yang berlaku di Indonesia. Lukas adalah anak adat dan harus menjunjung tinggi nilai adat. Ia juga harus menaati hukum yang ada di Indonesia.
Dalam artian, Lukas Enembe harus taat hukum dan mau diperiksa KPK serta taat terhadap keputusan hukum. Bukti-bukti sudah dikumpulkan oleh KPK sejak tahun 2017 lalu. Sebagai seorang gubernur, seharusnya ia bersikap gentleman dan memberikan teladan baik bagi masyarakat.
Justru sikap Lukas yang selama ini mengelak dari pemeriksaan, membuat kecurigaan publik semakin besar. Ia sudah dua bulan ditetapkan jadi tersangka, tetapi dua kali mangkir dari pemeriksaan. Jika Lukas tidak bersalah, mengapa ia ketakutan akan panggilan KPK?
Kemudian, Lukas dianggap sebagai anak adat oleh sang ketua adat. Sebagai anak adat Papua, ia harus menjunjung tinggi hukum adat. Menurut hukum adat, jika seseorang bersalah maka harus mengakui kesalahannya dan medapatkan konsekuensinya.
Pernyataan Ondofolo (ketua adat) tentang status Lukas Enembe sebagai anak adat bukan berarti ia bisa menjalani pemeriksaan dengan hukum adat. Maksudnya adalah, ia harus menjunjung tinggi hukum adat dan berkelakuan tertib, karena masyarakat adat hidup dengan disiplin dan tetap menaati hukum yang ada di Indonesia. Kasus Lukas tidak bisa diselesaikan dengan hukum adat karena sudah masuk ranah pidana.
Jika Lukas Enembe taat hukum maka kasusnya akan cepat selesai dan ia menerima ganjarannya, yakni minimal 4 tahun penjara. Jika kasusnya sudah selesai maka situasi di Papua kembali tertib, karena saat ini masyarakat terbelah menjadi dua kubu: yang membela dan yang menginginkan Lukas segera diperiksa. Jangan sampai gara-gara kasus Lukas terjadi pertikaian antar warga dan merugikan mereka sendiri.
Kubu yang membela Lukas Enembe masih setia berjaga di sekitar rumahnya, di Jayapura. Mereka sudah lebih dari sebulan berada di sana. Hal ini tentu merugikan karena mereka jadi bermusuhan dengan warga yang ingin Lukas Enembe segera diperiksa. Kemudian, mereka juga tidak bekerja sama sekali dan akan merugikan istri serta anaknya di rumah, karena tidak pulang membawa uang.
Sebelumnya, Ketua Adat dari Keerom, Papua, Gasper May, menyatakan bahwa Lukas Enembe harus memberikan klarifikasi dan menerima panggilan KPK. Masyarakat Papua juga tidak boleh ikut campur akan kasus hukum Lukas, walau mereka mengetahuinya. Mereka juga tidak boleh terprovokasi oleh propaganda yang sengaja disebarkan agar makin banyak warga yang pro Lukas lalu melindunginya.
Dalam artian, Lukas Enembe harus taat hukum dan menurut pada aturan negara. Walau ia seorang gubernur tetapi tetap seorang warga negara yang taat hukum, karena Indonesia adalah negara hukum. Jangan sampai ia merasa sebagai seorang pejabat tinggi, dan berusaha berkelit dari panggilan KPK, karena di negeri ini tidak ada orang yang kebal hukum.
Masyarakat Papua juga diminta tertib dan tidak mau di pecah belah gara-gara kasus Lukas. Biarkan KPK bekerja agar kasus ini lekas selesai. Jika masyarakat tetap ngotot ingin berjaga di sekitar rumah Lukas, mereka bisa dipidana karena dianggap menghalangi proses hukum seorang tersangka.
Masyarakat juga dihimbau untuk tenang dan tidak terpengaruh hoaks atau propaganda yang beredar di dunia maya. Kasus Lukas Enembe adalah murni korupsi, bukan politik. Tidak ada kecurangan di dalamnya, atau ajakan untuk mengkasuskan Lukas dari lawan politiknya (yang menginginkan jabatannya). KPK sudah menyelidiki kasus ini sejak bertahun-tahun lalu dan tidak ada kaitannya dengan politik.
Lukas Enembe jangan hanya bersembunyi di rumahnya dan pura-pura sakit karena tindakannya sama sekali tidak jantan. Seharusnya ia taat hukum dan sebagai gubernur maka ia sudah mengerti bagaimana hukum di Indonesia.
Jika Lukas tidak mau kooperatif maka kasusnya tidak akan pernah selesai. Masyarakat Papua yang dirugikan karena mereka jadi susah mengurus adminsitrasi, karena butuh tanda tangan sang gubernur, sementara Lukas tidak masuk kerja selama lebih dari sebulan. Lukas Enembe harus menghadapi masalahya dan menaati hukum di Indonesia dan jangan beralasan sakit, karena akan merugikan banyak orang.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Bali
(AJ./AA)